Mohon tunggu...
Adnan Abdullah
Adnan Abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Seorang pembaca dan penulis aktif

Membaca, memikir dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dokter Terawan Melanggar Etik atau Ada Konspirasi?

10 April 2022   22:55 Diperbarui: 10 April 2022   23:08 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin kontroversi pemecatan dr. Terawan di bahas di acara Talk Show Rosi di Kompas TV, dengan judul "Pemecatan Terawan, Konspirasi atau Pelanggaran Etik?" 

Beberapa waktu yang lalu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah melakukan pemecatan tetap terhadap Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putanto, SpRad (K) karena dinilai telah melakukan pelanggaran etik berat.   

Salah satu alasan pelanggaran etik berat adalah terkait dengan metode Digital Substraction Angiography (DSA) atau yang populer dengan sebutan terapi cuci otak yang dilakukan oleh dr. Terawan kepada pasiennya. Menurut IDI, terapi cuci otak tersebut belum diuji kebenarannya melalui riset. 

Meskipun banyak pasien dr. Terawan yang sudah memberikan kesaksian yang positif terhadap terapi cuci otak tersebut, salah satu pembicara Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Prof. Zainal Mattaqin menganggap hal tersebut tidak cukup bagi dr. Terawan untuk melaksanakan terapi tersebut karena tidak ada bukti ujicoba pembanding antara yang sakit dan tidak sakit atau minimal ada pendapat ahli. 

Benarkah tudingan itu? 

Menurut dr. Terawan, DSA tersebut sudah pernah diuji secara ilmiah pada saat beliau menyelesaikan ujian disertasi program S3 di Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin pada tahun 2016. Riset tentang DSA tersebut bahkan telah menghasilkan enam orang Doktor termasuk dr. Terawan sendiri dan juga 12 jurnal internasional. 

Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Daldiyono Hardjodisastro, perbedaan pandangan mengenai DSA ini hanyalah masalah perbedaan premis dasar atau tolak ukur yang bisa diselesaikan apabila kedua belah pihak bertemu untuk menyelesaikan masalah tersebut. 

Melihat perlakuan dan sikap keras IDI terhadap dr. Terawan itu, menurut Rosi, ada kecurigaan atau dugaan bahwa pemecatan dr. Terawan tersebut merupakan konspirasi untuk mematikan karir dr. Terawan karena terapi cuci otaknya tersebut telah merebut lahan dokter spesialis lainnya.

Saya menilai, kecurigaan atau dugaan konspirasi tersebut sangat beralasan jika melihat fakta bahwa terapi cuci otak ala dr. Terawan tersebut dapat berdampak bukan hanya pada lahan dokter spesialis lainnya, namun juga bisa saja berpengaruh pada industri farmasi dan alat kesehatan lainnya. 

Apalagi, ketika dr. Terawan masih menjabat Menteri Kesehatan, beliau juga pernah mengkritik para dokter sebagai salah satu penyebab tingginya biaya kesehatan dan klaim BPJS. 

IDI sebagai organisasi profesi seharusnya mendukung dan membantu anggotanya jika ada prosedur yang belum terpenuhi, bukannya malah dipecat. 

Konspirasi adalah hal yang biasa terjadi di organisasi manapun di dunia. Biasanya seseorang yang idealis, berpikir progresif dan anti kemapanan cenderung akan ditolak oleh lingkungannya, lalu menjadi musuh bersama dan menjadi korban konspirasi. Dalam skala yang lebih kecil, saya sendiri pernah mengalami hal tersebut. 

Dugaan konspirasi biasanya akan terlihat samar dan sulit diungkap secara terang-benderang karena melibatkan banyak orang yang memiliki kekuasaan yang besar, sedangkan korban akan berada dalam posisi yang lemah karena tidak ada yang berani membelanya. 

Hal yang bisa kita lakukan ketika menjadi korban konspirasi adalah bersabar dan memasrahkan diri kepada Tuhan yang Mahakuasa. 

Dugaan konspirasi dalam kasus pemecatan dr. Terawan tersebut belum tentu benar, bisa jadi hal tersebut terjadi hanyalah karena masalah miskomunikasi. 

Saya hanya bisa mendoakan agar dr. Terawan tetap semangat dan diberikan kekuatan serta kesabaran dalam menghadapi permasalahan tersebut. 

Salah satu penyebab Bangsa Indonesia tertinggal dari bangsa-bangsa lain adalah budaya feodal dalam birokrasi dan malas berinovasi. 

IDI adalah aset Bangsa Indonesia yang harus dipertahankan, demikian pula dr. Terawan adalah aset bangsa yang juga harus dipertahankan. Semoga pemerintah dapat segera menemukan solusi terbaiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun