Mohon tunggu...
Adnan Abdullah
Adnan Abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Seorang pembaca dan penulis aktif

Membaca, memikir dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Saatnya PSSI Direformasi

22 Januari 2019   10:04 Diperbarui: 22 Januari 2019   10:25 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: ANTARA

Keputusan Letjen (Purn) Edy Rahmayadi mundur dari jabatannya selaku Ketua Umum PSSI patut diapresiasi. Itu adalah bentuk pertanggung jawaban beliau yang merasa telah gagal dalam memajukan sepakbola Indonesia, namun rasanya tidak adil kalau masalah dalam sepakbola Indonesia ini hanya dibebankan kepada beliau seorang. 

Selain Ketua Umum, masih ada Wakil Ketua, Anggota Komite Eksekutif dan pengurus PSSI lainnya yang sepatutnya ikut bertanggung jawab. Alangkah eloknya apabila pengunduran diri itu diikuti pula oleh mereka semua sebagai bentuk pertanggung jawaban bersama. 

Saya sebagai pencinta sepakbola nasional sejak kecil di tahun 1985, sangat bangga ketika Timnas Indonesia berhasil menjadi Juara Sub-grup IIIB Pra Piala Dunia 1986. Ketika itu Herry Kiswanto, Rully Nere, Zulkarnaen Lubis, Bambang Nurdiansyah dkk. berhasil menyingkirkan Thailand, India, dan Bangladesh. Timnas kita bahkan mengalahkan Thailand dua kali, bukan hanya di Jakarta tapi juga di Bangkok. 

Meski akhirnya Timnas Indonesia tersisih setelah dikalahkan oleh Korea Selatan yang akhirnya lolos ke putaran final Piala Dunia Meksiko 1986, namun hasil itu merupakan pencapaian terbaik Indonesia di kualifikasi Piala Dunia sejauh ini. 

Setahun kemudian, Timnas Indonesia berhasil lolos hingga ke babak semi final Asian Games di Seoul, Korea Selatan 1986. Ketika itu Ponirin Meka, Jonas Sawor, Ricky Yacob, Adolf Kabo dkk. berhasil menyingkirkan Qatar dan Malaysia di babak penyisihan grup dan Uni Emirat Arab di perempat final, sebelum dikalahkan oleh tuan rumah Korea Selatan di semi final. 

Tahun berikutnya, Timnas Indonesia juga berhasil meraih medali emas di Sea Games 1987, setelah Herry Kiswanto, Rully Nere, Ricky Yacob, Ribut Waidi dkk. mengalahkan Malaysia di final yang berlangsung di Stadion Utama, Senayan, Jakarta. 

Capaian Timnas Indonesia yang lumayan baik pada kurun waktu tahun 1985 sampai 1987 itu menimbulkan harapan Timnas Indonesia akan lebih baik dalam 10 hingga 20 tahun ke depan. Namun yang terjadi setelah 10, 20 hingga 30 tahun, prestasi Timnas Indonesia justru semakin menurun. Sejak kecil hingga dewasa, saya belum juga bisa menikmati prestasi sepakbola indonesia yang saya idam-idamkan sejak kecil dulu. 

Mengapa hal itu bisa terjadi? Tentu banyak faktor, namun yang tidak bisa dipungkiri, tanggung jawab terbesar tentu ada di pundak pengurus PSSI selaku otoritas sepakbola di negeri ini. 

Menurut saya, selama ini sepakbola kita belum dikelola dengan profesional, baik kompetisi maupun pembinaan usia muda yang tentu berdampak pada performa Timnas Indonesia. Pengelolaan kompetisi liga masih terfokus pada aspek industri, sementara kepentingan Timnas masih sering dinomorduakan. Pembinaan usia muda pun belum dilakukan secara berjenjang, terstruktur dan berkesinambungan. 

PSSI masih cenderung mengambil jalan pintas melalui proses naturalisasi. Kondisi ini diperburuk oleh adanya kasus-kasus suap dan pengaturan skor dalam kompetisi liga. 

Oleh karenanya, permasalahan ini hanya bisa diatasi dengan melakukan reformasi dengan tetap berpegang pada Statuta FIFA. 

Dalam pengertian yang sederhana, dimulai dengan meminta keikhlasan para pengurus PSSI yang sekarang untuk mengikuti langkah kesatria dari Ketua Umumnya untuk mundur. Langkah selanjutnya adalah otoritas pemilik suara mengadakan Kongres Luar Biasa untuk memilih pengurus baru yang terdiri dari orang-orang yang memang memahami sepakbola dan persepakbolaan nasional secara utuh, memiliki integritas dan motivasi yang tinggi untuk memajukan persepakbolaan Indonesia. 

Saya yakin banyak orang-orang yang memiliki kriteria tersebut, namun belum diberi kesempatan. Tidak menutup kemungkinan, dalam kepengurusan PSSI yang ada saat ini juga terdapat orang-orang yang masih memiliki integritas dan idealisme, namun belum diberi peran yang maksimal. 

Paradigma pengurus PSSI yang harus dibangun adalah bagaimana memajukan persepakbolaan Indonesia di kancah internasional secara berkelanjutan dan jangka panjang, tidak sekedar membentuk Timnas jangka pendek. Kita harus berani mencanangkan target yang pasti, untuk jangka pendek, menengah dan panjang, misalnya juara Piala AFF atau Sea Games setahun lagi, juara Asia lima tahun lagi, lolos ke Piala Dunia delapan tahun lagi, dan seterusnya. 

Jika gagal, konsekuensinya, bukan hanya pelatih yang mundur, namun juga segenap pengurus PSSI. Kompetisi liga juga dibangun tidak hanya dengan misi sebagai suatu industri yang menghasilkan uang, tetapi dengan visi jauh ke depan untuk kemajuan sepakbola Indonesia di kancah dunia. Kita juga harus serius melakukan pembinaan usia muda secara berjenjang dan terstruktur, mulai dari Usia 5 tahun, 9 tahun, 13 tahun, 16 tahun, 19 tahun, 21 tahun, hingga senior. 

Demikianlah pandangan saya selaku insan pemerhati dan pencinta persepakbolaan Indonesia yang sedang terluka melihat kondisi persepakbolaan Indonesia saat ini. Dengan semangat yang tinggi dan banyaknya talenta-talenta pesepakbola di negeri ini, saya optimis suatu saat persepakbolaan Indonesia akan gemilang setara dengan Brasil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun