Menurut Permenakertrans No. PER 13/MEN/X/2011, iklim kerja merupakan hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi. Dengan tingkat pengeluaran dari dalam panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat reaksi pekerjaannnya. Iklim kerja panas adalah pengaruh dari lingkungan kerja yang disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu radiasi, dan sinar matahari.Â
Orang Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya sekitar 29C -30C dengan kelembaban sekitar 85-95%. Suhu nikmat sekitar 24C-26C, bagi orang-orang Indonesia. Suhu panas berakibat menurunnya prestasi kerja dan cara berpikir. Penurunan sangat hebat sesudah 32C, dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannnya. Iklim kerja panas merupakan pengaruh dari lingkungan kerja yang disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu radiasi, dan sinar matahari. Suhu orang Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya sekitar 29C -30C dengan kelembaban sekitar 85-95%. Suhu nikmat sekitar 24C-26C, bagi orang-orang Indonesia. Suhu panas berakibat menurunnya prestasi kerja dan cara berpikir. Penurunan sangat hebat sesudah 32C.
3. Pencahayaan
Menurut PERMENKES No. 70 tahun 2016 syarat faktor pencahayaan disarankan berdasarkan jenis area, pekerjaan atau aktivitas tertentu. Persyaratan pencahayaan lingkungan kerja dapat berupa persyaratan pencahayaan dalam gedung industri, Persyaratan pencahayaan di luar gedung industry dan persyaratan pencahayaan lingkungan kerja dinyatakan dalam satuan Lux.Â
Pencahayaan yang tidak memadai pada lingkungan kerja dapat menyebabkan beberapa masalah yang dapat merugikan seperti pada aspek psikologis, yang dapat dirasakan sebagai kelelahan rasa kurang nyaman, kurang kewaspadaan sampai kepada pengaruh yang terberat seperti kecelakaan. Pencahayaan dalam ruangan, khususnya di area tempat kerja yang tidak memenuhi persyaratan dapat memperburuk penglihatan, pencahayaan yang terlalu terang atau pun lebih redup, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang diterima oleh mata. Berbagai permasalahan dapat timbul karena kualitas intensitas penerangan di tempat kerja tidak memenuhi standar yang ditetapkan. Intensitas penerangan yang kurang dapat meningkatkan potensi kecelakaan kerja, keluhan yang tampak dapat berupa kelelahan mata, daya akomodasi menurun, konjungtivitis.
Aktifitas pekerjaan lain yang mempunyai bahaya potensial tingkat risiko sedang adalah pemupukan. Pada kegiatan ini, aktifitas yang dilakukan adalah memberikan pupuk ke pohon sawit dengan bahaya potensial biologi terpatuk ular berbisa. Hewan berbahaya juga banyak ditemukan di perkebuanan sawit karena sengaja disebar untuk membasmi hama tikus yang akan merusak buah sawit. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan ini adalah menggunakan safety boot untuk menghindari patukan ular.Â
Selain itu dalam melakukan pemupukan harus menggunakan sarung tangan dan masker guna menghindari paparan bahan kimia dari pupuk tersebut. Identifikasi bahaya potensial adalah sebuah dasar dari pengelolaan keselamatan kerja modern. Program pengelolaan ini disusun atas berdasarkan tingkat risiko yang ada di lingkungan kerja. Gangguan kebisingan yang melebihi ambang batas dapat menyebabkan beberapa ganggaun baik berupa auditorik maupun non auditorik yang melebihi ambang hal ini bisa di minimalisasi dengan penggunaan alat pelindung diri berup ear-muff ataupun ear plug.Â
Iklim kerja yang tidak ramah untuk tubuh dan suhu panas dapat menyebabkan beberapa akibat antara lain seperti dehidrasi, badan mudah lelah, nyeri kepala dan sebagainya, hal yang dapat dilakuka untuk meminimalisasi hal ini dengan memenuhi kecukupan kalori sesuai beban kerja, asupan cairan yang banyak (minimal 8 gelas/hari), tidak terlalu dekat dengan alat yang meghasilkan uap  atau udara panas dan menggunakan pakaian berwarna terang untuk menghambat dan dan menurunkan efek panas radiasi ke tubuh. Pencahayaan yang tidak sesuai dapat menyebabkan ganguan pada penglihatan seperti kelelahan mata, daya akomodasi menurun, dan konjungtivitis, jika ini terus dibiarkan tanpa intervensi seperti penambahan lampu dengan intensitas cahaya yang disesuaikan dengan persyaratan tingkat pencahayaan, dan memastikan setiap pekerja mendapatkan penerangan yang sesuai dapat menurunkan risiko kecelakaan kerja.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Satrija B. Wibawa, menanggapi K3 harus terus ditanamkan di perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Kunci keberhasilannya tidak hanya bidang bisnis saja tetapi disiplin dilaksanakan sehari-hari di lingkungan kerja perusahaan.
"Pemahaman kerja keras di perkebunan kelapa sawit sering diartikan mendapat hasil sebesar-besarnya tetapi mengabaikan keselamatan kerja. Dengan 17 juta tenaga kerja baik langsung dan tidak langsung GAPKI akan memberi perhatian serius pada K3," ujarnya.