“Ya kan—“
“Udah deh. Sini gue yang nulis. Diandra yang typing laporan aja. Dan lo, lo nge-dikte gue aja. Dengan syarat gak pake nge-gas.” potong Aileen membagi tugas. Mumpung dirinya sedang mood, ada baiknya dia sok bijak dulu, rebahan lagi kemudian.
“Hm, oke.” balas Diandra singkat lalu mengambil laptop yang masih tersimpan di tasnya. Sementara Gadis terlihat bersungut-sungut.
“Udah deh, Dis. Lo gak kalah kok. Bacotnya nanti aja kalo udah selesai. Dikte cepetan,” perintah Aileen dan Gadis pun menurut.
“Gue lanjutin yang tadi. Cos a sama dengan samping per miring, sama dengan b per c,” dikte Gadis sembari menetralkan napas dan juga emosinya.
“Sama dengan, b, per, c.” lirih Aileen mengulangi ucapan Gadis sembari menulis.
“Next, tan a, sama dengan, depan per samping,”
Detik terus berjalan seiring mereka mengerjakan tugas. Aura di kamar itu berubah menjadi dingin. Suara sinetron Indosiar kesukaan Diandra pun tak mampu memecah kekakuan di antara mereka. Sesekali terdengar suara Gadis yang membuat suasana memanas.
Setelah dua jam lamanya mereka, akhirnya tugas mereka rampung. Ada rasa lega di hati mereka, namun ada rasa tak nyaman pula di hati mereka. Selama dua jam tak ada gurauan sedikit pun seperti biasanya. Malah terkesan seperti tiga orang asing yang dipaksa akrab.
“Ndra! Lo yang kirim laporannya, ya. Biar gak usah transfer file, ribet.” ucap Gadis sembari mengemasi barang-barang.
“Hm,” gumam Diandra.