Kriteria penilaian SDM mencakup Persentasi dosen berpendidikan S3, Persentase dosen dalam jabatan Lektor Kepala dan Guru Besar dan Rasio mahasiswa mahasiswa terhadap terhadap dosen.Â
Kriteria penilaian kelembagaan mencakup Akreditasi Institusi BAN-PT, Akreditasi program studi BAN-PT, Jumlah program studi terakreditasi internasional, dan Jumlah mahasiswa asing. Kriteria penilaian kemahasiswaan mencakup kinerja kemahasiswaan.Â
Terakhir kriteria penilaian Penelitian Pengabdian Masyarakat (PPM) mencakup Kinerja penelitian, Kinerja pengabdian kepada masyarakat, dan Jumlah artikel ilmiah terindeks per jumlah dosen.Â
Kriteria penilaian ini sama baik untuk Perguruan Tinggi Non Politeknik dan Perguruan Tinggi Politeknik. Kriteria yang ada sama sekali abai terhadap peran PT sebagai pencetak tenaga kerja ahli. Tidaklah mengherankan jika tidak ada perhatian terhadap peran ini.Â
Sudah sesuaikah ilmu yang diberikan di bangku kuliah dengan kebutuhan di dunia kerja, berapa lamakah waktu lulusan menganggur sebelum mendapat pekerjaan pertama, dan lain-lain. Jika peran di tingkat institusi pendidikan tinggi sudah tidak terlihat, apatah lagi di tataran dosen sebagai pelaksana. Dalam hal ini dosen tidak bisa dipersalahkan, karena untuk mengejar kenaikan pangkat yang dinilai adalah produktifitas penelitian, bukan output seberapa terampil mahasiswanya nanti ketika terjun di dunia kerja.
Padahal link and match antara PT dan industri ini sudah diutarakan sendiri tak kurang oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir saat menghadiri Penandatanganan Nota Kesepahaman Hibah Pembangungan Gedung Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro (UNDIP), Gedung Prof. Soedhart SH UNDIP, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (6/10).Â
Pada kesempatan itu beliau menyatakan bahwa fokus Kemenristekdikti adalah melakukan revitalisasi politeknik atau pendidikan vokasi, mulai dari kurikulum, penguatan kapasistas dan kapabilitas dosen hingga kompetensi mahasiswa sebagai bentuk peningkatan kualitas pendidikan vokasi kedepannya. Selain mendapatkan ijazah, syarat kelulusan bagi mahasiswa Akademi atau pendidikan tinggi vokasi adalah sertifikat kompetensi.Â
Ijazah saja tidak cukup, karena sertifikat kompetensi ini akan menentukan lulusan Akademi pada kemampuan terbaiknya. Jika anak didik berpandangan dirinya akan langsung terjun ke industri nanti, mereka harus dipersiapkan dengan pembelajaran maupun praktik yang sesuai dengan kebutuhan industri.Â
Saat mengenyam pendidikan di vokasi, maka praktik harus lebih banyak diajarkan dibandingkan dengan teori. Tujuannya agar mereka siap terjun ke dunia kerja di industri. Yang dibutuhkan memang keterampilan.Â
Mereka yang lulus dari vokasi adalah tenaga siap pakai untuk industri. Kurikulum pendidikan vokasi disusun bersama dengan kebutuhan industri sehingga program studi di pendidikan tinggi vokasi harus fleksibel. Selain memiliki keterampilan profesi, mahasiswa juga harus berpikir kreatif dan berinovatif."
Sangat mungkin hal ini disebabkan karena para pengambil kebijakan PT bukanlah dari kalangan industri. Mereka yang selama bertahun-tahun terbiasa dengan pola pikir mengorientasikan kegiatannya untuk dapat meraih "penemuan-penemuan" besar yang berguna bagi perubahan-perubahan kehidupan manusia di masa depan pastilah akan sulit menerima kenyataan bahwa yang dibutuhkan oleh dunia saat ini adalah untuk menjadi produsen sebanyak-banyaknya tenaga ahli perakit yang sangat dibutuhkan oleh industri, sebagaimana definisi Prof. Sudiyono.Â