Selain faktor politik internal, kepentingan geopolitik dan ekonomi memainkan peran penting dalam penindasan Muslim Uyghur. Xinjiang adalah wilayah strategis bagi China karena posisinya sebagai jalur utama dalam proyek Belt and Road Initiative (BRI), yang bertujuan untuk menghubungkan China dengan Asia Tengah, Eropa, dan Timur Tengah. Pemerintah China berusaha memastikan stabilitas di wilayah ini agar proyek ekonomi ambisius mereka tidak terganggu oleh separatisme atau pemberontakan. Kepentingan ekonomi ini juga memengaruhi respons internasional terhadap isu Uyghur. Banyak negara, termasuk negara-negara Muslim, enggan mengecam China secara terbuka karena ketergantungan ekonomi mereka pada Beijing. China merupakan mitra dagang utama bagi banyak negara Muslim, terutama melalui proyek-proyek infrastruktur besar yang didanai oleh China. Akibatnya, negara-negara seperti Pakistan, Arab Saudi, dan Turki cenderung diam terhadap penindasan Uyghur, meskipun bukti-bukti pelanggaran hak asasi manusia sudah jelas.
Solidaritas Masyarakat Muslim yang Lemah
Salah satu faktor yang memperparah situasi umat Islam di berbagai negara adalah kurangnya solidaritas yang efektif di antara negara-negara Muslim. Organisasi Kerjasama Islam (OKI), yang seharusnya menjadi platform utama untuk memperjuangkan kepentingan umat Islam, sering kali gagal memberikan tanggapan yang tegas terhadap isu-isu penindasan terhadap Muslim di seluruh dunia. Konflik politik, kepentingan ekonomi, dan aliansi geopolitik sering kali menghalangi tercapainya konsensus dalam isu-isu krusial seperti penindasan Uyghur.
Kurangnya solidaritas ini juga terlihat dalam respons negara-negara Muslim terhadap isu Uyghur. Meskipun ada beberapa seruan dari masyarakat sipil dan kelompok hak asasi manusia di negara-negara Muslim, tanggapan dari pemerintah-pemerintah Muslim cenderung lemah dan tidak efektif. Kepentingan ekonomi dengan China sering kali mengalahkan solidaritas agama, yang menyebabkan ketidakmampuan untuk memberikan tekanan diplomatik terhadap Beijing.
Umat Islam terus menjadi korban di era modern karena kombinasi faktor historis, geopolitik, ekonomi, dan sosial. Warisan kolonialisme, Islamofobia global, dan kepentingan strategis negara-negara besar memainkan peran penting dalam penindasan terhadap Muslim di berbagai belahan dunia. Kasus Uyghur di China adalah contoh nyata bagaimana umat Islam dapat menjadi korban dari kebijakan represif yang didorong oleh narasi global tentang keamanan dan stabilitas. Untuk menghentikan siklus penindasan ini, diperlukan solidaritas global yang lebih kuat dan komitmen untuk menegakkan hak asasi manusia bagi semua umat Islam, tanpa memandang kepentingan politik atau ekonomi yang sempit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H