Mohon tunggu...
Adlan Almilzan Athori
Adlan Almilzan Athori Mohon Tunggu... Penulis - Sekretaris Jenderal OIC Youth Indonesia / Aktivis Muslim

Sekretaris Jenderal OIC Youth Indonesia / Aktivis Muslim

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Harapan Etnis Uyghur: Kebebasan Beragama atau Kemerdekaan?

3 Oktober 2024   11:25 Diperbarui: 3 Oktober 2024   11:25 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masyarakat Uyghur di Xinjiang, Sumber : Getty Images

Etnis Uyghur adalah kelompok etnis Turkic yang mayoritasnya beragama Islam dan tinggal di wilayah Xinjiang, China. Secara historis, wilayah ini memiliki nama Turkistan Timur sebelum dikuasai oleh pemerintahan Tiongkok pada awal abad ke-20. Dalam beberapa dekade terakhir, Uyghur menghadapi serangkaian kebijakan yang semakin ketat dari pemerintah Tiongkok, yang diklaim sebagai upaya untuk melawan terorisme dan separatisme. Namun, bagi Uyghur, kebijakan-kebijakan tersebut dianggap sebagai bentuk penindasan terhadap identitas etnis dan agama mereka. Di tengah situasi ini, muncul dua harapan utama dari masyarakat Uyghur yaitu kebebasan beragama atau kemerdekaan 


Kebebasan Beragama: Inti dari Identitas Uyghur

Islam merupakan bagian integral dari identitas etnis Uyghur. Dari cara hidup sehari-hari, makanan, hingga pakaian, agama Islam membentuk kerangka sosial dan budaya masyarakat Uyghur. Di Xinjiang, masjid-masjid dan sekolah-sekolah Islam yang dulunya berfungsi sebagai pusat kehidupan komunitas kini semakin dibatasi. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul laporan-laporan tentang penutupan masjid, larangan terhadap simbol-simbol agama seperti jilbab dan jenggot panjang, serta pembatasan ibadah seperti puasa Ramadan. Pendidikan agama bagi anak-anak juga dipersulit, sementara pengawasan ketat diterapkan terhadap praktik-praktik keagamaan lainnya.

Kebebasan beragama menjadi salah satu tuntutan utama dalam menghadapi represi bagi etnis Uyghur. Mereka menginginkan hak untuk menjalankan agama mereka tanpa campur tangan pemerintah. Berbagai kebijakan yang diterapkan oleh Beijing dianggap sebagai ancaman langsung terhadap keberlangsungan identitas Islam Uyghur. Banyak di antara mereka percaya bahwa dengan kebebasan beragama, mereka dapat mempertahankan warisan budaya dan spiritual mereka.

Namun, kebebasan beragama bagi Uyghur bukan hanya tentang ritual keagamaan; itu juga terkait dengan hak asasi manusia. Banyak laporan dari organisasi internasional menunjukkan bahwa ratusan ribu hingga jutaan Uyghur telah ditahan di kamp-kamp "re-edukasi" yang dijalankan oleh pemerintah Tiongkok. Di sana, mereka dipaksa untuk meninggalkan agama mereka dan mengadopsi pandangan ideologi yang diinginkan pemerintah. Beberapa laporan juga menyebutkan adanya pemaksaan sterilisasi, pelecehan, hingga tindakan keras lainnya yang ditujukan untuk menghancurkan identitas Uyghur. Maka dari itu, bagi Uyghur, kebebasan beragama juga berarti kebebasan dari pengawasan dan intervensi negara yang berlebihan.

Harapan Kemerdekaan: Jalan Menuju Kebebasan ?

Sementara kebebasan beragama merupakan tuntutan yang utama, ada juga sebagian kalangan Uyghur yang menginginkan kemerdekaan dari Tiongkok. Mereka berargumen bahwa hanya melalui kemerdekaan, Uyghur bisa mendapatkan kebebasan sejati, termasuk kebebasan beragama. Sejarah panjang Uyghur dalam memperjuangkan kemerdekaan dari kekuasaan asing memberi dasar bagi keinginan ini. Turkistan Timur, yang saat ini dikenal sebagai Xinjiang, pernah mengalami beberapa kali pemberontakan melawan kekuasaan asing, termasuk dinasti Qing dan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok.

Gerakan separatisme ini seringkali dibingkai oleh pemerintah Tiongkok sebagai ancaman terhadap stabilitas nasional. Namun, bagi sebagian Uyghur, kemerdekaan adalah cara untuk melindungi hak-hak mereka yang dianggap terancam oleh kebijakan pemerintah. Mereka berpendapat bahwa selama Xinjiang berada di bawah kendali Beijing, kebijakan-kebijakan yang dianggap menindas akan terus berlanjut, dan kebebasan beragama serta hak asasi mereka akan selalu berada di bawah ancaman.

Namun, perjuangan untuk kemerdekaan menghadapi tantangan yang sangat besar. Pemerintah Tiongkok memiliki kekuatan militer dan ekonomi yang sangat besar, sementara Uyghur, meskipun memiliki dukungan dari diaspora internasional, masih merupakan kelompok minoritas yang relatif kecil. Selain itu, pemerintah Tiongkok secara konsisten menolak dialog tentang kemerdekaan atau otonomi penuh bagi wilayah Xinjiang. Mereka menilai bahwa setiap upaya untuk memperjuangkan kemerdekaan akan dianggap sebagai separatisme dan terorisme, yang harus diberantas dengan cara apapun.

Kebebasan Beragama atau Kemerdekaan: Mana yang Lebih Realistis ?

Pertanyaan apakah etnis Uyghur seharusnya lebih fokus pada perjuangan untuk kebebasan beragama atau kemerdekaan adalah isu yang kompleks. Di satu sisi, kebebasan beragama dianggap sebagai hak asasi yang diakui secara internasional. PBB, Human Rights Watch, dan Amnesty International telah berulang kali menyerukan kepada pemerintah Tiongkok untuk menghentikan kebijakan penindasan terhadap Uyghur dan menghormati hak-hak mereka untuk menjalankan agama. Dalam konteks internasional, advokasi untuk kebebasan beragama lebih mungkin mendapatkan dukungan luas daripada perjuangan untuk kemerdekaan, yang sering kali dibingkai sebagai ancaman terhadap integritas teritorial suatu negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun