Mohon tunggu...
Adji  Prakoso
Adji Prakoso Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Manusia Pembelajar

Masih terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Eksaminasi Putusan Uji Materil Nomor 43 P/HUM/2019

21 Mei 2021   16:03 Diperbarui: 21 Mei 2021   16:16 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Eksaminasi Putusan Nomor 43 P/HUM/2019

"Uji Materi Pasal 114A Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Pihak yang mengajukan Permohonan Uji Materil

Adapun yang mengajukan permohonan uji materil Pasal 114A Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah Sarjem Bin Madres selaku Pemohon I, Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) selaku Pemohon II dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) selaku Pemohon III yang dikuasakan kepada Asfinawati, S.H. dan kawan-kawan selaku para Advokat dari Tim Advokasi Keadilan Ruang. Bahwa pihak termohon dalam uji Materil Pasal 114A Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah Presiden Republik Indonesia.

Legal Standing Pemohon

Mahkamah Agung RI sebelum memeriksa pokok permohonan uji materil terhadap peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang, dimana permohonan harus memenuhi syarat formal permohonan yakni apakah pemohon  mempunyai kepentingan untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materil, sehingga Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonan uji materil a quo sesuai ketentuan Pasal 31A Ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Pasal 1 Ayat 4 dan Pasal 2 Ayat 4 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materil.

Adapun berdasarkan ketentuan Pasal 31A Ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung  pihak yang memiliki hak untuk mengajukan uji materil peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya yakni hanya dapat dilakukan pihak atau subyek hukum yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan tersebut, antara lain  perorangan warga negara, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan ketentuan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang atau badan hukum publik/badan hukum privat. 

Demikian juga sesuai Pasal 1 Angka 4 Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 2011 menjelaskan bahwa pemohon keberatan adalah kelompok orang atau perorangan yang mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung RI atas berlakunya suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah dari Undang-Undang. Dengan demikian Majelis Hakim perkara a quo mempertimbangkan legal standing hukum pemohon harus memenuhi syarat sebagai berikut :

  • Adanya hak pemohon yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan;
  • Hak tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya suatu objek hak uji materil peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang;
  • Kerugian bersifat khusus atau spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial, yang mana berdasarkan penalaran wajar dipastikan akan terjadi;
  • Adanya hubungan sebab akibat (causal verban) dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian seperti didalilkan tidak akan atau tidak terjadi lagi;
  • Ada kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian hak seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak terjadi lagi;

Bahwa pemohon I adalah nelayan yang berdampak adanya PLTU Cirebon yang dekat dengan tempat tinggal pemohon, sehingga berpengaruh pada kualitas lingkungan hidup dan kesehatan pemohon dikarenakan polutan akibat dari PLTU Cirebon. 

Sedangkan pemohon II dan Pemohon III adalah organisasi yang terbentuk dengan tujuan pelestarian serta pengelolaan lingkungan hidup, dimana dalam Anggaran Dasarnya semua berhubungan dengan kualitas dan pelestarian lingkungan hidup sebagaimana ketentuan Pasal 92 Ayat 3 Huruf A sampai dengan C Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Adapun berdasarkan uraian tersebut Mahkamah Agung berpendapat adanya hubungan sebab akibat (Causal verband) antara Pasal 114A Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah Presiden Republik Indonesia yang merupakan objek hak uji materil dengan Para Pemohon yang berpotensi menimbulkan kerugian secara spesifik dan aktual sebagai akibat diterbitkan  objek hak uji materil yakni  hak atas pengelolaan lingkungan yang lestari dan berkesinambungan. 

Kerugian dimaksud merupakan akibat langsung dari berlakunya nama objek hak uji materil. Kerugian tersebut adalah dampak atau akibat dari dampak lingkungan hidup pengaruh  perubahan lingkungan hidup yang diakibatkan terbentuknya kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon.

Pokok Permohonan

Bahwa dalil permohonan para pemohon uji materil dalam perkara a quo sebagai berikut :

  • Penetapan Peraturan Pemerintah Perubahan RTRWN yang mengakomodir kepentingan pembangunan PLTU Cirebon tidak mengikuti prosedur Undang-Undang Penataan Ruang serta Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup seperti
  • Tidak dilakukan peninjauan kembali terhadap Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional  yang dilakukan per 5 tahun sekali;
  • Tidak dibentuk tim Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ;
  • Tidak diterbitkan berdasarkan KLHS (kajian lingkungan hidup strategis);

Dengan demikian melanggar ketentuan Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang terkait pembentukan peraturan perundang-undangan;

  • Objek permohonan ditetapkan mengacu pada Instruksi Presiden tentang Percepatan Program Strategis Nasional dan Perpres Percepatan Program Strategis Nasional, sehingga melanggar atau bertentangan dengan Pasal 7 Ayat 1 dan Pasal 12 Undang-Undang terkait pembentukan peraturan perundang-undangan;
  • Objek permohonan melanggar kewajiban pemerintah daerah untuk melaksanakan KLHS (kajian lingkungan hidup strategis) bertentangan dengan Pasal 15 Ayat 2 Huruf a dan Pasal 19 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
  • Objek melanggar falsafah dasar penataan ruang sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Penataan Ruang;
  • Objek permohonan merusak tatanan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
  • Objek permohonan menyebabkan dapat diterbitkannya izin pemanfaatan ruang yang tidak dilandaskan pada Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah sehingga bertentangan dengan Pasal 37 Ayat 7 Undang-Undang Penataan Ruang;
  • Objek permohonan merupakan bentuk pengakuan terhadap tidak adanya jenjang dalam penataan ruang sehingga bertentangan dengan Pasal 6 Ayat 2 Undang-Undang Penataan Ruang

Adapun pertimbangan Mahkamah Agung dalam perkara a quo yakni objek permohonan pemohon berdasarkan Pasal 6 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengatur penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan saling melengkapi (komplementer). Adapun objek permohonan pemohon tetap memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memanfaatkan izin pemanfaatan ruang yang belum dimuat dalam rencana tata ruang daerah selama penerbitan dilakukan atas dasar adanya rencana kegiatan pemanfaatan ruang bernilai strategis nasional dan/atau berdampak besar. Adapun kewenangan Pemerintah Pusat hanya memberikan rekomendasi. 

Demikian juga berdasarkan ketentuan 22 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yakni penyusunan tata ruang wilayah provinsi mengacu pada tata ruang nasional. Begitupun Pasal 25 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan penyusunan tata ruang wilayah Kabupaten berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, maka dapat disimpulkan perubahan tata ruang wilayah nasional dan provinsi mewajibkan rencana tata ruang wilayah daerah berubah atau menyesuaikan karena rencana tata ruang bersifat berjenjang. 

Dengan demikian dapat saling mendukung tujuan pembangunan nasional berwawasan lingkungan. Maka menurut Mahkamah Agung objek permohonan pemohon tidak bertentangan dengan Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun