Mohon tunggu...
Adi W
Adi W Mohon Tunggu... lainnya -

Nulis, musik, masih sekedar mengisi waktu luang. http://twitter.com/#!/wicakzh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengkritisi Pemikiran Emha A Nadjib dengan Munajah Sulfik Wahyu NH Aly

20 Desember 2011   10:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:00 6294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Melalui dua sisi kesalahan Cak Nun di atas, terlihat apabila dia ingin menjadi sosok fundamentalis di hadapan umat Islam sekaligus sebagai sosok liberal di kalangan umat yang lain, akan tetapi justru menjebak Cak Nun sendiri. Pemikiran keagamaannya yang kurang luas justru membuatnya mengintervensi agama lain. Kekurangmendalamnya pemikiran keislamannya ini, juga menjadikan Cak Nun tampak dilema; dia masuk ke wilayah yang lebih parah dari fundamentalis sekaligus terlampau jauh dari sekedar liberal. Bila cara berfikir ala Cak Nun ini diikuti, bisa jadi lebih ekstrim dari pemikiran yang dipakai teroris sekaligus bisa keluar dari ranah logika yang sedang diupayakan untuk dipakai oleh kalangan liberal dalam memahami agama ataupun Islam. Dengan demikian, pemikiran Cak Nun ini mempunyai konsekwensi atau imbas pada perdaban yang sangat panjang.

Mencoba membandingkan corak pemikiran sosok Cak Nun, mungkin lebih dekat dengan Wahyu NH. Aly. Keduanya terdapat kesamaan di beberapa hal yang di antaranya sama-sama memiliki minat di wilayah kemanusiaan, kebersamaan, keorganisasian, seni, pun keagamaan. Keduanya juga mempunyai latar belakang yang sama sebagai santri. Selain itu, dalam berolah oral karakter keduanya cenderung mirip dengan sering menggunakan bahasa yang apa adanya, yang terkadang di kalangan umum dinilai jorok, kotor, bahkan keras.

Meski demikian, keduanya juga banyak memiliki perbedaan. Di antaranya, Wahyu NH. Aly atau nama lengkapnya Wahyu Nur Hidayat memiliki latar belakang pendidikan formal nahdhiyin (NU), adapun Cak Nun berlatar belakang Muhammadiyah. Sebagaimana pengakuannya dalam pengajiannya di Mahabbah Budaya yang diselenggarakan oleh Lawang Ngajeng, latar belakang sekolah menengah atas Wahyu NH. Aly di Maarif yang telah "gulung tikar" di Kebumen dan Cak Nun berlatar belakang Muhammadiah di Jogjakarta. Secara usia pun berbeda, Wahyu NH Aly yang akrab di sapa Gus Wahyu atau Mas Wahyu selisih lebih muda cukup jauh dari Cak Nun, sekitar 30 tahun lebih.

Pun dengan pemikirannya, keduanya tampak akan perbedaannya. Dalam menganalisa pelbagai problem dari sosial sampai kenegaraan, Gus Wahyu cukup intens menampilkan pendekatan ushul fikih sedangkan Cak Nun sebagaimana beberapa sampel yang diketengahkan di atas dia lebih mengedepankan dalil ataupun kaidah umum secara parsial baik untuk teksnya ataupun konteksnya.

Perbedaan landasan berfikir dari Gus Wahyu dan Cak Nun ini, meskipun memiliki kesamaan maksud, namun berbeda dari sisi analisis dan metode keilmuan, yang tentu menjadikan output-nya serta konsekwensi dari hasilnya pun berbeda. Baik dalam skala kecil ataupun luas, baik tempo dekat ataupun panjang.

Melihat intensitas Gus Wahyu di dalam menyoroti sosial sampai kenegaraan  menggunakan pisau ushul fikih, sehingga membentuk citra pemikirannya nasionalis-islamis. Dikarenakan, ushul fikih merupakan sebuah alat yang mengangkat sebuah konteks sekaligus menarik suatu teks sehingga keduanya (teks dan konteks) bertemu tanpa ada 'pemaksan rekayasa,' baik memaksaan untuk merasionalisasikan sesuatu yang tak logis ataupun memaksakan untuk mengabstrakan sesuatu yang rasional.

Imbas perbedaan pengambilan dasar dalam cara berfikir ini, dengan menyandingkan tawaran Cak Nun perihal demokrasi yang sudah disampaikan sebelumnya akan berbeda dengan Gus Wahyu. Gus Wahyu menggunakan pisau ushul fikih, melihat bahwasanya demokrasi, khususnya demokrasi Pancasila, adalah bagian yang ditawarkan oleh agama yang dalam hal ini Islam bukan sebaliknya. Hanya saja pemikiran khas Gus Wahyu yang demikian hampir tak tersentuh oleh kebanyakan orang yang mengaku memahami Islam, yang akibatnya di antara mereka ada yang memaksakan untuk melembagakan Islam seperti sebagai negara dan sebagian juga ada yang mencoba keluar dari Islam. Bila pemikiran Gus Wahyu ini dipakai dalam menilai keduanya, antara yang berupaya melembagakan Islam dan mencoba keluar dari Islam, keduanya menjadi tampak kekeliruannya.

Menggunakan dasar yang dipakai dalam pemikiran Gus Wahyu, mengandung pemahaman apabila sesuatu itu tidak ada yang salah maka berarti sudah benar. Saat sesuatu itu sudah benar, maka tidak bisa kemudian disalahkan. Sebagaimana demokrasi Pancasila, yang di dalamnya tidak ada sesuatu yang salah dalam kacamata Islam, sehingga tidak bisa kemudian diobrak-abrik, yang terlebih lagi dengan cara-cara yang tidak islami seperti yang dilakukan oleh pelaku terorisme atau ekstrimisme.

Selanjutnya tentang pernyataan Cak Nun apabila mempelajari Islam tidaklah melulu melalui Al-Quran ataupun sunah Nabi bagi non muslim, ini berbeda dengan Gus Wahyu yang mengatakan apabila Islam harus dipelajari secara utuh atau tidak boleh parsial. Hanya saja, Gus Wahyu menegaskan, khusus mencari jalan menuju Islam itulah yang bisa lewat dari arah mana saja. Melalui pemikirannya Gus Wahyu juga, dipahami apabila di kalangan yang mengaku Islam sendiri ada atau bahkan mungkin banyak yang belum menemukan jalan menuju Islam yang benar sehingga dalam mempelajari dan mengamalkan Islam pun menjadi keliru.

Pemikiran-pemikiran lain yang memotret fenomena sosial sampai kenegaraan melalui pendekatan ushul fikih ala Gus Wahyu, misalnya dalam membuat pertimbangan dalam beribadah, dalam melihat seorang pemimpin, dalam menilai sekaligus bersosial dengan orang yang berbeda agama ataupun aliran.

Pertimbangan dalam beribadah, misalnya fenomena haji dan umroh di Indonesia. Gus Wahyu menerangkan apabila haji yang tak lagi menduduki wajib sebagaimana tertuang dalam ketentuannya seperti yang kedua kali dan umroh, apabila dilaksanakan menggunakan uang yang bisa dialokasikan untuk saudara atau tetangganya yang membutuhkan, maka hukum melaksanakan umroh tersebut terlarang. Dikarenakan, membantu kalangan yang lagi membutuhkan hukumnya wajib (fardhu) kifayah sedangkan umroh hukumnya sunah.  Mengejar yang sunah dengan meninggalkan kewajiban (baik ain ataupun kifayah), bisa saja ibadah sunahnya bukan saja tidak diterima amalnya tetapi juga bisa menjadi haram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun