Nama        : Aditya Wiratama
NIM Â Â Â Â Â Â Â Â : 2204069
Narasumber   : Muslikha Ayu
Transkip Tanya Jawab Dalam Proses Wawancara
1. Kenapa memutuskan untuk terjun ke dalam dunia perfilman ?
Jawaban : "Karena saya menyukai nonton film sedari duduk di bangku SMP. Namun dulu saya suka menonton film hanya sebagai hiburan, teruta menonton film komedi. Karena yang dicari hiburannya, kalau kaya drama itu males nangis-nangisnya dan kalau nonton horror males magernya. Menonton film juga bisa menambah wawasan, kaya film yang menceritakan di luar negeri, disana kita bisa melihat bagaimana orang-orang hidup disana, budaya disana, dan banyak hal yang bisa dapat dipelajari. Â Akhirnya dari sana menjadi salah satu dorongan saya untuk terjun ke dunia perfilman."
2. Apakah Muslikha sendiri jarang menonton film bergenre action dan film-film yang mengangkat suatu isu atau bisa dibilang semacam film festival ? yang akhirnya menonton film hanya untuk hiburan semata bagi Muslikha ?
Jawaban : "Kalau dulu memang saya lebih menyukai menonton film sebagai hiburan saja. Sampai sekarang juga saya masih senang menonton untuk hiburan, tapi semenjak sering melakukan produksi film, semenjak mengenal teman teman yang terjun ke dunia film dari kota lain, semenjak saya senang menonton film pendek, akhirnya saya menyukai film-film festival yang akhirnya mengankat sebuah isu tertentu. Seperti film-film yang mengankat isu tentang trangender dan kehidupan keluarga.Â
Jadi film yang sangat tematik dan festival menjadi tontonan yang enjoy untuk saya tonton, Karena karakteristik film festival sendiri berbeda dibanding film yang memang tujuannya dibuat hanya untuk hiburan."
3. Kenapa memilih menjadi Produser ?
Jawaban : "Karena sejauh ini yang bisa saya lakukan adalah produserial. Kalau terjun ke teknis, jelas tidak bisa karena tidak mempunyai basic disana. Sebenarnya saya juga ingin menjadi script writer, karena memang basicnya senang menulis dan saya juga sangat ingin bisa menulis naskah. Namun untuk sekarang masih belum bisa. Lalu saya juga ingin terjun ke penyutradaraan dan ingin sekali bisa mendirect sebuah film.Â
Karena saya iri dengan perempuan-perempuan yang bisa mendirect sebuah film, seperti Kamila Andini dan Gina S. Noer. Bahkan saya juga iri dengan perempuan yang bisa menyutradarai film pendek "Lalu" yang disutradarai oleh seorang perempuan. Salah satu penyebab juga saya tidak berani menjadi sutradara adalah karena saya sendiri masih memiliki mindset bahwa sutradara harus memahami teknis, padahal nggak juga.
Padahal sutradara itu, selama dia bisa menyampaikan apa yang dia inginkan kepada crew yang lain. Tapi karena mindset saya selalu mengkhawtirkan teknis, bagaimana saya bisa menyampaikan apa yang saya inginkan ? bagaimana saya bisa mendeskripsikan pengambilan gambar yang saya inginkan ?
Akhirnya produserial menjadi hal yang paling memungkinkan untuk saya pelajari. Pada saat awal bikin film saya di tempatkan di manager produksi oleh sutradara, akhirnya seiring perjalanan waktu yang saya pelajari hanya seputar produksi. Semakin kesini semakin luas yang saya kerjakan seperti marketing film, mendevelop film dan memproyeksikan film ini kemana saja. Dan ternyata hal tersebut menjadi hal yang menyenangkan bagi saya.
Setahun lalu, "Berdoa, Mulai" adalah film pertama yang saya sebagai produser. Karena sejauh ini biasanya saya hanya menjadi manager produksi dimana pekerjaan saya sudah selesai di produksi dan distribusi bukan menjadi urusan saya. Pada "Berdoa, Mulai" saya mengikuti dari awal, seperti development naskah, casting talent, distribusi dan banyak hal yang akhirnya saya mengetahui banyak hal tentang film ini.
4. Kenapa memutuskan untuk mengankat isu tentang toleransi ?
Jawaban : "Karena toleransi adalah hal yang dekat dan banyak menjadi perbincangan di sekitar kita. Mulai di sosial media, waktu dekat dengan pemilu, hari raya natal dan lainnya. Pembahasan toleransi akhirnya tidak pernah selesai. Toleransi akan lebih sulit kalau dibahasa secara teori daripada penerapannya. Karena Toleransi harusnya akan lebih sederhana kalau langsung dipraktekan."
5. Kenapa berani untuk mengankat isu yang cukup sensitif ?
Jawaban : "Karena ini terjadi pada teman-teman kita dan sekitar kita. Pada cerita ini juga barangkali banyak yang relate. Lalu isu ini akhirnya perlu untuk disampaikan. Ajaibnya film itu karena menjadi salah satu media dimana kita bisa ngomongin soal toleransi, tapi tidak harus membicarakan toleransi dari dialog. Namun, bisa dibangun dari cerita yang dibangun dan simbol-simbol yang ada film tersebut. Jadi film ini mengajak toleransi orang yang menonton tanpa menggurui."
6. Mengapa mengambil perspektif orang non muslim sedangkan anda sendiri adalah muslim ?
Jawaban : "Karena perspektif muslim sudah banyak diketahui oleh masyarakat umum. Karena muslim menjadi mayoritas di negara ini. Namun sedangkan dari sudut pandang minoritas, mungkin banyak yang belum tau bagaimana mereka menerima hal-hal yang diluar dari ajarannya. Mereka ngomong Insyaallah, Alhamdulillah, dan Bismillah merasa biasa saja. Tidak seperti kita (mayoritas) membicarakan tentang mengucapkan natal saja menjadi pembahasan tidak ada habisnya. Jadi film ini membicarakan bagaimana perspektif minoritas melihat toleransi dan bagaimana rasanya menjadi minoritas."
7. Adakah kesulitan selama melakukan pembuatan film ?
Jawaban : "Untuk Pra produksi kesulitannya ada pada mencari talent, lalu pada akhirnya menggunakan teman untuk memainkan peran tersebut. lalu kesulitan untuk alat-alat karena di Cirebon sendiri jarang menyewakan peralatan untuk syuting film. Untuk lokasi, ada kendala dimana berbenturan schedule dengan kegiatan lain sehingga harus mengubah jadwal. Pada produksi, terdapat kendala dimana tempat yang dilakukan syuting sedang ada pembangunan. Akhirnya dilakukan voley dan dubbing untuk gangguan suara yang masuk.
Lalu ada adegan di masjid, yang seharusnya diperankan oleh anak kecil harus diganti oleh kriteria lain yaitu remaja. Pada post produksi terdapat kendala di sound dimana harus dilakukan dubbing dan voley. Lalu banyak continuity yang berantakan pada saat scene di meja makan."
8. Apa hal baru yang didapat dari pembuatan film ini ?
Jawaban : "Banyak hal baru yang di dapat. "Berdoa, Mulai" dari segi produksi adalah produksian yang paling bisa dinikmati prosesnya sejauh ini. Lalu bisa melakukan produksi bersama teman yang juga sudah terjun ke dunia film dan mempunyai pengalaman lebih. Lalu pada distribusi film saya mendapatkan banyak hal baru juga karena di film ini, saya pertama kali melakukan distribusi."
9. Apakah pernah menjadi minoritas dalam kehidupan pribadi ?
Jawaban : "Lebih di pertemanan karena kebanyakan teman-teman saya sendiri laki-laki. Namun hal itu bukan jadi pembeda atau pembatas dalam saya bergaul."
10. Usaha apa yang dilakukan hingga film "Berdoa, Mulai" berada di berbagai festival dan pemutaran alternatif ?
Jawaban : "Karena saya rajin mengikuti informasi dari akun-akun yang berkaitan dengan festival film dan penayangan alternatif di sosial media. Dan berdasarkan informasi disana, saya sering mensubmit."
11. Bagaimana cara menanggapi sebuah kegagalan pada sebuah kompetisi atau festival ?
Jawaban : "Pada awalnya memang sangat merasa patah hati karena tidak lolos submisi. Banyak pikiran seperti mempertanyakan apakah film saya jelek ? tapi suatu saat saya berbincang dengan teman saya, dan mengatakan barangkali buka filmnya yang jelek. Barangkali submisinya ditolak karena tidak cocok dengan tema festival yang diangkat.
12. Bagaimana perasaannya ketika filmnya ditonton oleh banyak orang ?
Jawaban : "Setiap film saya ditonton, apalagi pada saat saya berada di penayangan tersebut saya merasa bahagia ketika melihat reaksi penonton yang takjub atau sebagainya ?
13. Apa pencapaian yang paling berkesan atau tertinggi pada film ini ?
Jawaban : "ada banyak, diantaranya ada 'Panasonic Young Filmmaker', 'Genflix Film Festival', 'Jakarta Film Week', dan juga 'Madani International Film Festival'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H