Mohon tunggu...
Aditya Ramadhani
Aditya Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kelompok Ekstrimis Bakar Al-Quran di Depan KBRI Denmark

2 November 2023   19:11 Diperbarui: 2 November 2023   20:53 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Denmark sedang dilanda radikalisme. Kelompok Sayap Kanan Denmark, Danske Patrioter melakukan aksi pembakaran kitab suci Al-Quran. Aksi tersebut menuai kecaman dari Negara-negara Islam. Dubes Indonesia untuk Denmark, Dewi Savitri Wahab melaporkan aksi pembakaran sudah terjadi sedikitnya 7 kali di depan Kedutaan Besar Republik Indonesia Copenhagen, Denmark dari tanggal 6 hingga 12 Agustus 2023. Ia menambahkan aksi penistaan terhadap Alquran di Denmark sudah terjadi sejak Januari lalu sempat berhenti. Namun, dalam satu bulan terakhir aksi tersebut kembali masif. Bukankah hal ini sangat menggores hati kaum muslim di Indonesia?

"Danske Patrioter ini punya catatan kriminal dan memang mencari perhatian. Ini sama sekali tidak mendapatkan liputan media. Jadi kita berharap reaksi (dari aksi pembakaran Alquran) tidak berlebihan sehingga tidak mengakibatkan atau memicu tindakan kekerasan lainnya," lanjutnya saat berbicang secara virtual dengan Republika pada Rabu (16/8/2023).

Tindakan ini menjadi persoalan besar dalam keberagaman masyarakat Denmark. Pasalnya, Al-Qur’an adalah kitab suci yang dijunjung oleh umat islam. Perobekan dan pembakaran Al-Qur’an merupakan bentuk penistaan terhadap umat dengan populasi sekitar 1,8 Miliar penganut itu.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengecam keras pembakaran Al Quran yang kembali terjadi di Denmark yang dilakukan di depan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Copenhagen, Denmark. HNW meminta Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri untuk bersikap lebih tegas dalam menghentikan tindakan intoleran radikal dan islamophobia tersebut. 

Dengan adanya kasus pembakaran Al Quran di Denmark, kita tentunya harus melihat dampak yang terjadi ketika intoleransi dan radikalisme tidak dapat terbendung. Munculnya aksi radikal yang dilakukan oleh kelompok tertentu telah menimbulkan kerusakan pada tata kehidupan bangsa yang sangat majemuk. Sikap tidak menghargai dapat menimbulkan disintegrasi sosial.

Pertanyaannya, mengapa radikalisme masih marak terjadi di Denmark? Perlu diketahui, bahwa radikalisme juga bisa menjangkiti kelompok manapun. Bahkan pada kelompok sekuler sekalipun. Kelompok ultra-nasionalisme kanan di Denmark menjadikan isu superioritas ras sebagai “alasan” mereka untuk mendiskriminasi. Paham non agama ini juga mendorong kebencian terhadap kelompok lain yang berbeda, seperti kaum imigran muslim, hispanik, afrika dan lain-lain.

Tindakan penistaan agama merupakan aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai Agama dan Pancasila. Tindakan ini merupakan aksi diskriminasi. Pancasila sangat menjunjung asas kemanusiaan. Sementara, tidak ada agama manapun yang mengajarkan diskriminasi.

Dalam inti ajaran agama islam contohnya, dibawa oleh Nabi Muhammad untuk menciptakan damai, selamat, sejahtera, yang perlu direalisasikan baik dengan pribadi, dalam keluarga, masyarakat, bangsa maupun dengan komunitas dunia. Toleransi atau tasamuh adalah misi Nabi Muhammad SAW. Ini juga tercantum dalam Firman Allah dalam Al-Qur'an yang berbunyi, “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (Q.S. al-Kafirun: 6). Dapat kami simpulkan bahwa, toleransi Nabi Muhammad terhadap kaum beragama lain adalah modal utama dalam perdamaian dunia. Selain itu, Islam juga sangat menghindari sifat mencampuri dan diskriminasi terhadap antar umat beragama.

Ini juga bertentangan dengan ajaran agama Kristen. Alkitab mengajarkan untuk mengasihi Tuhan, manusia dan mengasihi sesama. (Matius 22:37) yang berbunyi “Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Ayat 39 berbunyi “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Berdasarkan penjelasan tersebut berarti bahwa ajaran Kristen mengajari untuk memiliki kasih terhadap sesama manusia.

Selain itu, aksi pembakaran Al-Quran juga melanggar salah satu sila dari Pancasila, yaitu sila pertama yang berbunyi, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, dimana terdapat dampak berupa menyinggung para penganut agama Indonesia. Ini dapat diperjelas dengan melihat butir ke-3 dalam sila tersebut, yang berbunyi “Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.

Meskipun pelakunya adalah warga asing, namun menurut kami, menghargai ras, budaya, serta kepercayaan lain merupakan hal dasar dalam membangun kehidupan sosial yang penuh perdamaian. Bahkan, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mengadopsi resolusi yang disponsori oleh 60 Negara Anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI), untuk memerangi Islamofobia dan segala jenis diskriminasi berdasarkan ras dan agama. Dengan ini, solusi dalam memerangi intoleransi dan radikalisme adalah moderasi agama.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Moderasi adalah pengurangan kekerasan atau penghindaran keekstreman. Jika dimaknai lebih dalam, moderasi agama adalah bentuk menganut suatu agama dengan menghindari kekerasan dan ekstremisme, serta mengutamakan kedamaian dalam pengimplementasian nilai-nilai agama agar dapat sejalan dengan Pancasila.

Moderasi dalam beragama memiliki esensi, yaitu menghormati harkat martabat kemanusiaan, yakni mengakui nilai-nilai dasar yang melekat pada setiap manusia, termasuk hak untuk hidup dengan martabat, kebebasan beragama, dan perlakuan adil. Moderasi Beragama lebih menekankan bahwa agama seharusnya menjadi sumber inspirasi untuk berbuat baik, mengasihi sesama, dan memajukan kemanusiaan.

Dengan adanya moderasi beragama, kedamaian antar-umat bukan hanya sekadar konsep, tetapi juga merupakan komitmen nyata untuk membangun masyarakat yang harmonis, adil, dan sejahtera. Melalui integrasi nilai-nilai ini, Indonesia bergerak maju menuju masa depan yang lebih cerah dan bermakna untuk seluruh masyarakatnya. Moderasi agama bertujuan agar umat beragama dapat berperilaku   adil   dan   seimbang dalam melaksanakan suatu permasalahan     yang berkaitan dengan agama maupun bersosial. Seseorang   tidak   bersikap   fanatik   maupun   liberal   dalam   beragama. Moderasi beragama adalah solusi   atas   munculnya   dua   kutub   ekstrem dalam beragama yakni kutub liberal dan ultrakonservatif.

Maraknya radikalisme di Denmark karena dapat menimpa kelompok mana pun, bahkan kelompok sekuler sekalipun. Kelompok ultra-nasionalis di Denmark menggunakan isu superioritas rasial sebagai alasan untuk melakukan diskriminasi terhadap kelompok lain, seperti imigran Muslim, Hispanik, Afrika, dan lain-lain. Keyakinan non-agama juga mendorong kebencian terhadap kelompok yang berbeda. Aksi pembakaran Alquran merupakan bentuk penghinaan dan diskriminasi terhadap nilai-nilai agama dan Pancasila. Hal ini juga bertentangan dengan sila pertama Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” dimana berdampak menyinggung umat agama Indonesia.

Solusi untuk memerangi intoleransi dan radikalisme adalah moderasi beragama. Moderasi dalam beragama bertujuan untuk menghindari kekerasan dan ekstremisme, mengutamakan perdamaian dalam penerapan nilai-nilai agama, dan menghormati harkat dan martabat manusia. Moderasi dalam beragama merupakan komitmen untuk membangun masyarakat yang harmonis, adil, dan sejahtera. Melalui integrasi nilai-nilai ini, Indonesia bergerak maju menuju masa depan yang lebih cerah dan bermakna bagi seluruh rakyatnya.

Melalui pendekatan moderasi agama, masyarakat dapat mencapai kesepakatan bersama untuk menjaga perdamaian dan harmoni dalam keberagaman, serta mencegah munculnya dua kutub ekstrem dalam beragama, yaitu kutub liberal dan ultrakonservatif. Dengan demikian, kita dapat bersama-sama membangun masa depan yang lebih cerah dan bermakna untuk semua warga, tanpa memandang perbedaan agama, ras, atau budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun