Mohon tunggu...
Aditya PuteraPratama
Aditya PuteraPratama Mohon Tunggu... Diplomat - Palembang, South Sumatera

welcome to my profile

Selanjutnya

Tutup

Money

Dampak Globalisasi terhadap Kaum Buruh yang Memproduksi Produk Fast Fashion

8 Maret 2020   12:14 Diperbarui: 8 Maret 2020   12:31 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Globalisasi selalu memberikan dampak positif dan negatif dalam pelaksanaanya, salah satu dampak negatif dari Globalisasi ini sendiri adalah eksploitasi terhadap kaum buruh yang bekerja untuk Perusahaan Multinasional yang hadir karena dampak globalisasi ini sendiri. Berbicara tentang eksploitasi buruh artinya tidak lepas dari pihak utamanya, yaitu Perusahaan Multinasional (MNC). Perusahaan Multinasional merupakan perusahaan yang berbasis disuatu negara (Home Country) namun mempunyai kegiatan -- kegiatan produksi atau cabang pemasaran di negara lainnya (Host Country), yang bertujuan untuk memperluas pasar karena jenuh pada pasar dalam negeri sedangkan pertumbuhan pasar asing (Foreign market) terus meningkat dan mencari bahan baku baru atau teknologi baru ke berbagai negara untuk memenuhi kebutuhan produksi di Host Country dan melakukan efesiensi produk (Madura 2011). Kegemaran masyarakat akan produk fast fashion membuat perusahaan yang bergerak di bidang ini terus meningkatkan kegiatan produksinya untuk memenuhi kebutuhan pasar yang selalu meningkat. Pada tahun 2018 saja tercatat sekitar $278,2 miliar yang dihasilkan dari industri mode, yang artinya sama saja menyumbang pendapatan per kapita terbesar nomor 7 di dunia. Dengan tingginya pendapatan yang di hasilkan industri mode membuat munculnya arti dari fast fashion ini sendiri.

Dengan tingginya permintaan terhadap konsumsi pasar akan Fast Fashion membuat para buruh yang bekerja di Perusahaan Multinasional (MNC) yang bekerja di bidang ini merasa terbebani untuk memproduksi produk dengan jumlah yang banyak dan upah yang sedikit. Hal ini sama saja membuat ketidakadilan bagi kaum buruh. Salah satu contoh ketidakdilan terhadap kaum buruh di Indonesia adalah pada april 2015 Uniqlo menarik pemesanan produknya dari salah satu pabrik garmen di Indonesia yaitu Pt jaba garmindo, yang berakibat bangkrutnya pabrik ini dan berimbas kepada buruh yang tidak mendapatkan upah kerja, dimana para buruh yang bekerja ini berhak mendapatkan pesangon sekitar 5,5 juta dolar, dan Uniqlo tidak memberikan pesangon tersebut. Jika di lihat lagi para pekerja buruh ini kebayakan para peremupuan hal ini di lakukan karena adanya faktor ekonomi yang membuat mereka terus bekerja walaupun upahnya tidak seberapa dengan pengorbanan mereka untuk membuat beberapa potong pakaian yang di jual untuk kebutuhan pasar yang semakin bertumbuh dengan cepat.

Konsep ini sama saja seperti bentuk ekspliotasi yang dikatakan oleh karl marx yang artinya adanya ketimpangan antara kaum Borjuis dan Proletar atau terjadinya sistem kelas di kalangan Masyarkat, dalam Marxisme konflik ini terjadi karena ketimpangan keksuasaan dalam produksi kapitalis, yang membuat tenaga kerja di buat dengan tuntutan kerja yang tinggi, untuk produksi dengan jumlah yang besar. Para pelaku investor yang bergerak di bidang ini ingin memiliki pemikiran untuk melakukan efesiensi dan menurunkan resiko investasi. Pada kasus Fast Fashion ini, terjadi cepatnya putaran tren mode ini, yang artinya terus akan meningkatkan produksi, pada tahun 2018 saja konsumsi pakaian mencapai 60 miliar ton pakaian, dan di ramalkan akan naik pada tahun 2030 yang membuat kebutuhan akan produksi fast fashion akan selalu naik setiap tahunnya.

            Orientasi kapitalisme dalam hal bisnis membuat para pemilik modal mengabaikan perbedaan dan ciri khas pekerja wanita, contohnya saja kebutuhan biologis seperti kehamilan dan siklus menstruasi. Yang ini sama saja terjadi di karenakan kurangnya akses pendidikan, sumber daya, diskriminasi, dan juga artinya kaum wanita ini adalah pihak yang di rugikan dengan adanya kapitalisme ini sendiri. Belum lagi adanya kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi ketika mereka sedang berada di tempat kerja mereka yang masih banyak terjadi di kasus ini yang tiada usainya. Globalisasi memang menghandirkan kemudahan bagi siapapun untuk mempunyai sesuatu untuk di miliki, namun adanya globalisasi ini membuka jalan yang lebar bagi kapitalisme ini juga, inilah dampak negatif yang terjadi ketika kapitalisme berjalan dengan adanya globalisasi ini sendiri. Marxisme beranggapan bahwa kapitalisme sangat ingin menerapkan untung yang sebesarnya meminimalkan biaya produksi agar selalu mendapatkan untung yang sebanyak mungkin, dan salah satu cara untuk menekan biaya produksi agar murah adalah dengan cara membayar upah pekerja buruh dengan biaya yang murah dalam pelaksanaan kerjannya itu sendiri. Pada 2018 saja upah kerja buruh perempuan hanya 85% dari pendapatan kerja pria, yang dimana artinya wanita harus bekerja lebih banyak 39 hari untuk mendapatkan upah setara dengan pria. Yang artinya wanita masih mendapatkan diskriminasi dalam hal tersebut.

Relasi fast fashion antara negara, buruh dan kapitalisme artinya hal yang penting dalam pelaksanaanya. Di dalam hal ini Marxisme tidak terlalu banyak membahas tentang hal ini, namun di Neomarxisme banyak membahas tentang klasifikasi dengan fenomena ini, dimana di Neomarxisme ada sebuah teori yang bermana World-system theory, di teori ini ada 3 klasifikasi pembagian negara di dunia ini, negara tersebut adalah  a) Negara Core seperti contoh negara Amerika Serikat dan Inggris, B) Negara Semi-periphery seperti contoh negara Brazil dan Indonesia, C) Negara Periphery seperti contoh negara Bangladesh dan Bostwana. Disini menjelaska arti bahwa dunia ini saling bergantung kepada sesama negara, yang artinya negara core atau semi-periphery memiliki modal yang besar namun memiliki sumber daya yang sedikit, dan negara periphery memiliki modal yang sedikit namun memiliki sumber daya yang banyak. Artian disini memliki makna bahwa negara core atau negara periphery akan selalu melakukan sokongan untuk kegiatan perusahaan di negara periphery. Memang dalam artinya ini adalah kerja sama antar negara yang menguntungkan, namun hal ini membuat eksploitasi yang dimana membuat relasi dengan negara yang mempunyai kekuasaan yang berbeda (Wardhani, 2018). Dalam hal ini seakan -- akan negara periphery, yang dimana negara tersebut kebanyakan terletak di kawasan Asia, Afrika, Dan Amerika Selatan selalu menjadi ladang produksi bagi perusahaan besar dari negara maju atau negara core. Walaupun dalam segi ekonomi sangat menguntungkan tapi ini membuat eksploitasi dalam lingkup dunia kerja, yang dimaksud disini adalah kaum buruh yang menjadi korban eksploitasi ini. Lalu negara mendapatkan untung dari ini karena impor yang masuk, lalu dan dari perusahaan sendiri mendapatkan untung dari penjualan mereka yang menjual barang mereka ke seluruh dunia. Jika di lihat lebih mendalam lagi regulasi pemerintah dalam kasus ini seakan tidak tegas dengan hal ini, karena pemerintah mendapatka keuntungan dari para Perusahaan Multinasional ini sendiri. Ini menjadi dilema bagi negara yang mempunyai cabang dari Perusahaan Multinasional ini sendiri, jika suatu hari pemerintah protes dalam hal ini, dan misalnya hal tersebut membuat Perusahaan ini mengancam untuk memberhentikan produksinya sendiri akan membuat pengangguran di negara tersebut akan naik secara signifkan di karenakan akan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang membuat angka kemiskinan yang akan naik di negara tersebut. Karena hal tersebut membuat negara tersebut akan di anggap negara yang terbelakang, yang membuat negara tersebut menjadi negara yang sangat miskin, karena maju atau tidaknya suatu negara di lihat dari segi ekonominya yang ada di Negara tersebut. Fenomena ini banyak di bahas dalam Neomarxisme tentang perusahaan Mulitinasional, yang dimana perusahaan multinasional ini perannya mempengaruhi setara Negara. Di sini bagi Negara yang di sebut Negara periphery harus mempunyai regulasi yang kuat dan tegas terhadap Perusahaan Multinasional untuk mengurangi eksploitasi yang terjadi kepada kaum buruh ketika bekerja. Fenomena fast fashion ini menuntut pemerintahan suatu negara harus mempnyai ketegasan kepada Perusahaan Multinasional yang sedang atau akan melakukan beberapa kegiatan produksi di negara tersebut.

Salah satu hal yang menarik dalam marxisme ialah kegiatan yang menghasilkan eksploitasi yang selalu dihasilkan oleh kaum borjuis kepada kaum proletar, sehingga dengan adanya hal tersebut membuat menggerakan revolusi sosial. Mengenai revolusi sosial, di dalam fenomena fast fashion belum terwujudnya hal tersebut, namun apabila hal tersebut terjadi dimana kaum buruh melakukan protes besar besaran, hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh kaum marxisme yang dinamakan resistansi. Gerakan resistansi ini tidak hanya terjadi di lungkup kerja saja, namun apabila gerakan muncul akan ada ketertarikan yang membuat konsumen ikut dalam gerakan ini yang dimana mereka akan ikut melakaukan protes dan boilot terhadap para perusahaan - perusahaan yang memperkerjakan buruh ini sendiri. Gerakan ini juga melahirkan konsep yang bernama suistainable atau ethical fashion. Yang artinya konsep ini membuat konsep industri mode yang berusaha untuk memberdayakan dan mengutamakan kesejahtraan bagi sumber daya yang digunakan untuk kegiatan produksi ini sendiri, baik itu sumber daya alam (SDA) ataupun sumber daya manusia (SDM), termasuk juga dalam hal ini adalah buruh. Jika adanya revolusi sosial ini maka akan membuat suara yang disuarakan akan mencapai tujuan dan sampai kepada pihak pemerintah yang nantinya akan di buat regulasi agar dapat di minimalisirnya kegiatan ekploitasi buruh ini sendiri. Dan dari kehadiran suistainable atau ethical fashion membuktikan sebagai contoh industri dunia yang semakin hari semakin kapitalis, dan hal tersebut di dukung dengan keadaan pasar yang semakin mendorong keberadaan perdagangan bebas. Yang dimana setiap perusahaan di tuntut agar membuat produksi sebanyaknya dan juga mendapatkan untung sebesar -- besarnya dalam lingkung penjualannya, hal ini di karenakan jika perusahaan tersebut ingin survive atau bertahan di kondisi perdagangan global yang semakin liberal atau bebas menuntut yang berperan di sini harus menang bersaing dengan perusahaan yang lain agar dapat bertahan dan dapat menang dengan perusahaan yang lain, dan jika perusahaan tersebut memenangkan persaingan dalam sisi keuntungan dan sisi produksi maka perusahaan tersebut bisa memenangkan kompetisi perdagangan di dunia ini yang menganut konsep Neoliberalisme. Neoliberlisme mendukung bagi para Perusahaan Multinasional untuk memperluas jaringan perdagangannya, dan membuat terjadinya masih terjadinya eksploitasi kepada kaum buruh.

Biasanya Perusahaan Multinasional di bidang (Retailer) ini menjalin kerja sama dengan para pabrik garmen atau tekstil. Lalu ini adalah hal yang meyusahkan bagi para perusahaan garmin atau tekstil, karena jika mereka menolak atau memberhentikan produksi mereka bagi Retailer ini akan membuat para pekerja yang memproduksi produk tersebut akan menganggur dan tidak mempunyai pekerjaan, yang dimana membuat para perusahaan garmen atau tekstil ini mau tidak mau harus menuruti kemauan dari retailer ini dengan harga yang murah di setiap kegiatan produksinya, dan hal ini juga membuat banyak tekanan dari retailer untuk menghasilkan produksi yang di buat oleh pabrik garmen ini sesuai jadwal dan target yang di tentukan. Dan karena hal itu juga, yang membuat para perusahaan terpaksa mengikuti konsekuensinya yang membuat tidak adanya jaminan -- jaminan kerja bagi para buruh yang bekerja bagi mereka dan terjadilah eksploitasi dalam hal ini. Ada beberapa bentuk eksploitasi yang terjadi, berikut ini adalah bentu -- bentuk eksploitasi yang terjadi :

1. Eksploitasi Waktu

Dimana para buruh di tuntut menghasilkan produk sesuai target dan membuat jam bekerja mereka di tambah dan sedikitnya waktu istirahat bagi mereka.

2. Eksploitasi Jaminan Kesehatan

Dimana para buruh harus bekerja di ruangan yang bahan kimia yang membahayakan bagi pekerja dan juga tempat tinggal para pekerja buruh pabrik biasanya tidak sehat karena rumah mereka biasanya berukuran kecil dan mempunyai sanitasi air yang tidak baik dan belum lagi di lingkungan mereka rata -- rata berada di daerah padat penduduk yang kumuh.

3. Eksploitasi Jaminan Keselamatan

Dimana para buruh jika melakukan protes atas tuntutan mereka, mereka mendapatkan ancaman.

4. Eksploitasi Upah

Dimana para buruh mendpatkan upah yang sangat sedikit dari hasil mereka membuat produk  - produk Fast fashion. Dan karna bayaran sedikit itu membuat para buruh masih terjebak dalam kemiskinan karena dengan upah sedikit dengan tuntutan hidup mereka untuk membeli beberapa kebutuhan sehari -- hari.

5. Eksploitasi Pembentukan Serikat

Dimana para buruh ini membentuk serikat kerja untuk menyampaikan aspirasi atas tuntutan mereka, namnu hal ini tidak di dukung oleh pihak petinggi perusahaan.

6. Eksploitasi Kekerasan Fisik

Dimana para buruh mendapatkan kekerasan fisik secara langsung ketika mereka bekerja dari para petinggi pabrik maupun dari aparat ketika mereka melakukan aksi tuntutan mereka di dalam aksi demonstrasi yang mereka lakukan pada saat itu.

Globalisasi menghandirkan modernisasi dunia yang membuat keadaan sekitar semaking berkembang dengan maju. Namun di lihat di lain sisi globalisasi menghadirkan hal negatif bagi sebagian manusia di dunia ini, yang terkena dampak negatif tersebut adalah kaum buruh yang terpaksa harus tetap bekerja dengan keadaan upah mereka yang tidak sebanding dengan produk yang mereka produksi. Harga produk di pasaran tidak sebanding dengan keringat dan tenaga dari para buruh yang mereka korbankan untuk hasil produksi  fast fashion yang mereka buat. Kapitalisasi dari perusahaan multinasional ini yang dihasilkan akan terus membuat eksploitasi yang terjadi terhadap kaum buruh yang bekerja kepada perusahaan mereka sendiri.

Kita sebagai konsumen yang menggunkan produk fast fashion setidaknya meningkatkan kepekaan terhadap produk fast fashion yang kita gunakan dalam keseharian sehari -- hari kita, lalu pemerintah juga harusnya membantu agar memudahkan realisasi para buruh agar meringankan beban para buruh yang bekerja demi mendapatkan uang untuk kebutuhan sehari -- hari mereka, baik itu keadaan mereka yang sudah mempunyai keluarga atau belum mempunyai keluarga. Karena kesejahtraan buruh harus di realisasikan agar untuk kedepannya bisa mengurangi angka kemiskinan yang terjadi pada negara tersebut, jika angka kemiskinan dapat di tekan untuk turun maka perekonomian negara tersebut bisa mengalami kemajuan, walaupun dengan cara perlahan namun bisa memperaiki keadaan ekonomi dan kesejahtraan warga negaranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun