Mohon tunggu...
Aditya Pratama
Aditya Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akademisi

Empowering Youth, Shaping Tomorrow: Positive in Action, Strong in Character

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Antara Demokrasi dan Krisis, Mengurai Dampak Sosial-Ekonomi dari Pilihan Kotak Kosong di Pangkalpinang

17 Oktober 2024   12:12 Diperbarui: 17 Oktober 2024   12:47 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut kajian jurnal tentang "Pemilihan Kepala Daerah dan Efisiensi Anggaran," anggaran yang dikeluarkan untuk pemilihan ulang dapat mencapai puluhan bahkan ratusan miliar rupiah, yang seharusnya dapat dialokasikan untuk kebutuhan masyarakat lainnya, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, atau pelayanan kesehatan .

Dalam Pilkada, kotak kosong sering kali diartikan sebagai pilihan untuk mengekspresikan ketidakpuasan terhadap calon yang tersedia. Pilihan ini mengindikasikan bahwa pemilih merasa tidak ada kandidat yang memenuhi harapan mereka. Dalam konteks Pangkalpinang, pemilih kotak kosong dapat dianggap sebagai sinyal bahwa masyarakat menginginkan perubahan yang lebih substansial.

Namun, konsekuensi dari pemilih kotak kosong ini sangat serius. Ketika suara kotak kosong mencapai angka signifikan, pemerintah daerah akan dihadapkan pada dua pilihan: melaksanakan pemilihan ulang atau melanjutkan kepemimpinan calon tunggal. Keduanya memiliki dampak yang berbeda pada anggaran daerah.

Dampak Sosial Ekonomi

Krisis anggaran pascapemilihan tidak hanya akan membebani pemerintah daerah tetapi juga masyarakat secara langsung. Alokasi anggaran yang membengkak karena pemilihan ulang berarti banyak program sosial dan ekonomi yang mungkin harus ditunda atau dikurangi. Pembangunan infrastruktur, dukungan bagi UMKM, serta program kesejahteraan sosial akan terdampak.

Dalam konteks Pangkalpinang, yang sedang mengalami transformasi ekonomi kreatif dengan berbagai program UMKM dan pariwisata, penundaan atau pengurangan anggaran ini bisa sangat merugikan. Pemilihan ulang memaksa pemerintah untuk mengalihkan fokus dari pengembangan ekonomi dan kesejahteraan warga, ke masalah pemilihan itu sendiri.

Pemilihan ulang merupakan langkah yang tidak hanya membutuhkan biaya tambahan, tetapi juga mengganggu stabilitas pemerintahan dan pengalokasian anggaran untuk program-program yang lebih mendesak.

 Sebuah studi oleh Dewi et al. (2021) menunjukkan bahwa pengeluaran untuk pemilihan ulang dapat menghabiskan hingga 30% dari anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan daerah. Hal ini jelas menjadi dilema, terutama ketika banyak kebutuhan masyarakat yang mendesak tidak terakomodasi.

Di sisi lain, jika pilkada dilanjutkan dengan calon tunggal, potensi pengelolaan anggaran yang tidak optimal juga dapat terjadi. Calon tunggal mungkin tidak memiliki dorongan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, karena tidak ada tekanan kompetitif dari lawan politik. Hal ini dapat berujung pada alokasi anggaran yang tidak efektif dan mengabaikan program-program yang sangat dibutuhkan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Pilkada dan Stabilitas Ekonomi 

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ketidakpastian politik yang berkepanjangan, termasuk pemilihan ulang, dapat memengaruhi stabilitas ekonomi daerah. Investasi dari sektor swasta mungkin tertunda karena investor ragu akan stabilitas kepemimpinan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun