"Kami, Pemuda Bangka Belitung, tidak menolak pembangunan, tapi kami menolak pembangunan yang merusak. Masa depan lingkungan adalah hak kami, dan tambang laut bukanlah jawabannya. Kami berdiri teguh untuk alam yang lestari demi generasi yang akan datang."
--- Aditya Pratama
Rencana ekspansi tambang laut di Batu Beriga, Kabupaten Bangka Tengah, yang diusulkan oleh PT Timah kembali memicu perdebatan di tengah masyarakat lokal. Meskipun perusahaan dan pemerintah terus menyuarakan klaim manfaat ekonomi yang "luar biasa", masyarakat Batu Beriga, bersama pemuda Bangka Belitung, tegas menolak proyek tambang laut tersebut. Alasannya jelas: janji-janji manis tak cukup untuk mengatasi risiko kerusakan lingkungan, hilangnya mata pencaharian, dan dampak negatif jangka panjang yang mengancam keberlanjutan ekosistem.
Janji Ekonomi yang Tak Seimbang
PT Timah dan pemerintah setempat berusaha mengedepankan aspek ekonomi sebagai alasan kuat untuk mendukung tambang laut. Mereka menjanjikan peningkatan pendapatan daerah, penciptaan lapangan kerja, serta program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang dinyatakan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal. Namun, janji-janji tersebut sering kali tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Berbagai penelitian dan referensi dari jurnal menunjukkan bahwa keuntungan jangka pendek dari kegiatan tambang jarang sekali dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar. Sebaliknya, yang sering terjadi adalah ketidakadilan ekonomi di mana hanya segelintir pihak yang menikmati hasilnya, sementara masyarakat lokal harus menanggung dampaknya.
Sebagai contoh, sebuah studi yang dilakukan oleh Nugraha dan Puspita (2021) dalam jurnal Environmental Impact of Coastal Mining Activities in Indonesia menunjukkan bahwa meskipun tambang laut bisa menghasilkan pendapatan ekonomi besar dalam jangka pendek, dampak negatif terhadap ekosistem laut seperti terumbu karang dan hasil laut jauh lebih merugikan dalam jangka panjang. Kerusakan ekosistem laut akan berdampak langsung pada nelayan setempat, yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal di Batu Beriga.
Penolakan Masyarakat yang Tegas dan Terorganisir
Masyarakat Batu Beriga tidak menolak begitu saja tanpa alasan yang jelas. Bagi mereka, tambang laut di perairan Batu Beriga lebih merupakan ancaman daripada berkah. Lingkungan laut yang terancam akan mempengaruhi sumber daya ikan yang selama ini menjadi penopang ekonomi masyarakat pesisir. Siregar et al. (2020) dalam jurnal Marine Resource Sustainability and Coastal Communities in Indonesia menegaskan bahwa aktivitas tambang laut mengakibatkan sedimentasi yang tinggi, sehingga mengurangi produktivitas ikan dan memperburuk kualitas air laut. Ini tentunya berdampak langsung pada para nelayan di Batu Beriga, yang bergantung pada hasil tangkapan laut untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Penolakan ini pun tak hanya datang dari kelompok nelayan dan masyarakat pesisir, tetapi juga dari kalangan pemuda di Bangka Belitung. Pemuda setempat menegaskan bahwa mereka harus menjadi garda terdepan dalam mempertahankan kelestarian alam. Gerakan pemuda yang semakin solid dalam menolak tambang laut ini menegaskan adanya kesadaran kolektif yang semakin tumbuh, bahwa masa depan lingkungan dan keberlanjutan ekonomi tidak bisa dikorbankan demi keuntungan sesaat dari pertambangan.
Menurut Firmansyah dan Putra (2022) dalam artikel Youth Environmental Movements in Coastal Areas of Indonesia, gerakan pemuda di daerah pesisir telah menjadi kekuatan yang signifikan dalam melawan ekspansi industri ekstraktif yang merusak lingkungan. Pemuda-pemudi Bangka Belitung berperan aktif dalam menggalang dukungan publik, menyuarakan aspirasi di media sosial, dan berkoordinasi dengan organisasi lingkungan hidup untuk menekan pemerintah dan perusahaan tambang agar menghentikan aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan.
Pemerintah dan PT Timah: Mengabaikan Suara Rakyat?
Apa yang menjadi sorotan dalam kasus ini adalah bagaimana pemerintah dan PT Timah tampaknya abai terhadap penolakan masyarakat yang semakin luas. Alih-alih mendengarkan kekhawatiran mereka, pemerintah terkesan lebih memprioritaskan keuntungan ekonomi daripada memperhatikan dampak sosial dan lingkungan yang lebih luas. Padahal, kebijakan pembangunan seharusnya mengedepankan prinsip keberlanjutan serta melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
Dalam situasi seperti ini, transparansi informasi dan konsultasi publik yang nyata sangat dibutuhkan. Namun, sering kali yang terjadi adalah informasi terkait dampak lingkungan disembunyikan atau diabaikan. Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2019) dalam jurnal Environmental Transparency and Mining in Indonesia mengungkapkan bahwa banyak perusahaan tambang cenderung meminimalkan risiko lingkungan dalam dokumen-dokumen kajian mereka, dan ini semakin diperburuk dengan kurangnya pengawasan pemerintah. Hal ini jelas merugikan masyarakat lokal yang pada akhirnya harus menanggung dampak negatif yang tidak pernah mereka setujui secara sadar.
Masa Depan Lingkungan atau Uang?
Keputusan mengenai tambang laut di Batu Beriga adalah refleksi dari pilihan moral yang harus dihadapi oleh pemerintah dan PT Timah. Apakah mereka akan terus memprioritaskan keuntungan jangka pendek tanpa memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal, ataukah mereka akan mendengarkan aspirasi rakyat dan beralih pada pendekatan pembangunan yang lebih berkelanjutan?
Masyarakat Batu Beriga dan pemuda Bangka Belitung telah menunjukkan sikap yang tegas. Mereka tidak menolak pembangunan, tetapi mereka menuntut pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan berbasis pada kebutuhan serta kelestarian lingkungan. Jika pemerintah dan PT Timah tidak mendengarkan suara ini, mereka harus bersiap menghadapi perlawanan yang lebih besar lagi, baik dari masyarakat setempat maupun gerakan pemuda yang semakin terorganisir dan vokal dalam memperjuangkan masa depan mereka.
Penulis merupakan Pemuda Asli Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Pegiat UMKM dan Ekonomi, Peneliti Muda yang sedang Mengkaji Potensi Bisnis Daerah
Referensi:
- Firmansyah, A., & Putra, R. (2022). Youth Environmental Movements in Coastal Areas of Indonesia. Journal of Environmental and Social Studies.
- Nugraha, D., & Puspita, S. (2021). Environmental Impact of Coastal Mining Activities in Indonesia. Marine and Coastal Management Journal.
- Siregar, R., et al. (2020). Marine Resource Sustainability and Coastal Communities in Indonesia. Journal of Coastal and Marine Science.
- Wibowo, T. (2019). Environmental Transparency and Mining in Indonesia. Journal of Sustainable Development.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H