Gito pulang ke desa dan bertemu dengan istri Slamet. Gito menceritakan apa yan terjadi pada Slamet. Di tengah bercerita, lewatlah seorang polisi dan Gito langsung melaporkan apa yang dilakukan oleh temannya. Polisi itu langsung pergi ke rumah Sapari bersama Gito untk memproses kasus ini.
[caption id="attachment_375542" align="aligncenter" width="614" caption="Gito melaporkan Slamet kepada polisi (dokpri)"]
Sampai di rumah Sapari, polisi mengatakan bahwa ia mendapat laporan bahwa Sapari menyuruh seseorang untuk membunuh. Sapari mengaku bahwa ia memang membayar Slamet untuk membunuh. Ketika hendak ditangkap, datanglah anak buah Sapari yang lain bahwa yang dilakukan Slamet hanyalah membunuh binatang alias tukang jagal.
[caption id="attachment_375544" align="aligncenter" width="614" caption="Polisi hendak menangkap Sapari (dokpri)"]
Mendengar hal ini, polisi pun memarahi Gito atas laporan palsunya. Sebenarnya Gito tidak salah, karena Slamet memanglah seorang pembunuh bayaran. Pertunjukan pun berakhir pada pukul 01.00 WIB, Minggu (29/3) dinihari.
Bahasa yang Digunakan
Ada dua dialek Bahasa Jawa yang dipakai dalam ludruk ini, yakni dialek Arek dan Mataraman. Kedua dialek ini memang dituturkan oleh masyarakat Jawa Timur secara luas. Meskipun sama-sama Bahasa Jawa, namun aksen dan kosakata antara dua dialek berbeda sehingga terlihat sekali perbedaannya.
Sejauh yang saya ketahui selama ini, bahasa yang digunakan dalam ludruk adalah Bahasa Jawa dialek Arek khas Suroboyo. Namun dalam adegan perbincangan Gito dan Slamet, mendengar bahasa yang mereka pakai adalah Bahasa Jawa dialek Mataraman (dielek Bahasa Jawa atas pengaruh Kerjaan Mataram Jogja). Di Jawa Timur dialek ini dituturkan oleh masyarakat mulai Blitar, Kediri, Nganjuk sampai Pacitan, Ponorogo, dan Ngawi. Mungkini ini untuk menggambarkan bahwa mereka sebagai penduduk desa.
Ini bukanlah masalah yang penting memang, karena dialek Arek biasa dituturkan di sekitar Surabaya, Malang, Mojokerto, Sidoarjo, Jombang, sebagian Gresik, dan Pasuruan yang notabene adalah daerah industri, yang untuk menyimbolkan masyarakat kota.
Kesenian Tradisional Jawa Timur
Ludruk adalah hiburan kesenian asli dari Jawa Timur. Meskipun hiburan dan pertunjukkan modern terus berdatangan ke Surabaya, ludruk masih tetap bisa eksis dengan segala perjuangan yang dilakukan oleh para pengelolanya. Tengok saja harga tiket yang murah meriah, bandingkan saja dengan tiket bioskop dengan harga berkali lipat dari tiket ludruk.
Hiburan ini lebih merakyat dan mempertahankan kearifan lokal. Saya melihat penonton ludruk memang seolah hanya dinikmati oleh kalangan menengah ke bawah. Inilah hiburan yang sejatinya bisa menembus berbagai kalangan.
Mungkin diperlukan usaha dari berbagai pihak seperti budayawan, kepada daerah, dinas kebudayaan, dan para generasi muda untuk melestarikan kebudayaan Jawa Timur ini. Saya khawatir lama-lama kesenian ini hanya tinggal cerita.
Surabaya, 29 Maret 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H