TAU NGGA KENAPA KALIAN MERASA GEN Z NYEBELIN “KARENA YANG MERASA NYEBELIN SUDAH TUA”, menjadi sorotan perdebatan di kalangan generasi pendahulunya. Persepsi negatif terhadap Generasi Z oleh para Baby Boomer, Gen X, dan Millennial muncul sebagai hasil dari perbedaan nilai, gaya hidup, dan pandangan yang seringkali menimbulkan ketidakpahaman di antara kelompok-kelompok generasi.
Kita bahas dari awal, kalian tau yang namanya baby boomer ?, baby boomer adalah mereka yang lahir 1946-1964 dan sekarang umur mereka sekitaran 59-77 , mereka lahir hidup di zaman perang dan sesudah perang walaupun sudah Merdeka tetapi masih ada perang,agresi militer yang dimana situasi negara kita masih kacau, sebenernya “Masih hidup aja udah Syukur” bahkan tidak pernah memikirkan yang Namanya mental health karena tidak dikejar-kejar sama penjajah aja udah bersyukur, Apalagi sekolah pada zaman itu hampir seperti mimpi karena focus mereka hanyalah bertahan hidup.
Sekarang kita sudah paham yang namanya generasi baby boomer yang sangat keras, tentu saja. Kita kalau hidup dizaman ini kemungkinan besar bakal jadi keras atau tuntutan zaman, mau hidup ya harus keras dan ciri khas generasi baby boomer adalah watak keras,pekerja keras,mental baja,loyalitas tinggi,demen sama issue politik Generasi baby boomer memiliki persepsi yang berbeda terhadap konflik kerja dibandingkan dengan generasi milenial .
Lalu lahirlah Gen-X di tahun 1965-1980 ( 43-58 tahun) hidup dari generasi ini lebih tenang karen waktu mereka lahir udah beberapa puluh tahun Merdeka, hidup masih susah tapi udah bukan susah “bertahan hidup” oleh penjajah, dan digenerasi ini susahnya lebih ke secara finansial, cari pekerjaan sangat susah dikarenakan perkantoran ngga sebanyak sekarang padahal orang jaman dahulu anaknya banyak, artinya persaingan ketat. Persaingan ketat juga bikin orang kebanyakan di generasi ini focus sama hasil tanpa peduli progress dengan cara sogok, politik kantor, mental “yang penting bos senang” sehingga udah biasa di masa itu (Jurkiewicz, 2000).
Apa itu Work Life Balance ? bisa kerja aja udah Syukur. Mau idealis mikirin mental health di zaman ini ? mau ngandalin uang ortu ? bahkan orang tua sendiri lebih miskin gimana ?. apalagi orangtua gen X kebanyakan adalah silent Generation yang hidup dijaman perang dunia 2. Didikan sangat amat keras jelas diterima oleh gen X, jadinya apa gen X lebih reserved dalam arti kurang berani mengutarakan pendapat.
Gen X adalah generasi yang mandiri,sangat amat kompetitif sampai nyaris menghalalkan segala cara, dan mental baja dan mereka suka dengan issue ekonomi.
Lalu lahirlah Generasi millennial pada tahun 1981-1996 (27-42 tahun ) Generasi milenial di Indonesia mendominasi populasi sebesar 34% pada tahun 2020, diikuti oleh 20% generasi X dan 13% generasi baby boomers, mereka lahir di peralihan masa analog ke digital. Hidup orang kebanyakan mulai stabil di zaman ini, dari segi sekolah yang tadinya cuman mimpi buat baby boomer. Lalu berubah jadi privilege buat gen X, sehingga buat millennial adalah kewajiban dari jaman sudah berubah otomatis millennial adalah kaum terdidik .
Kondisi mentalnya,ya begitulah mereka dididik dengan keras oleh orangtua mereka yang siapa lagi kalau bukan baby boomer yang berwatak keras. Bedanya, berkat akses informasi dan internet,generasi milenial kebanyakan sudah sadar ada “trauma” dalam diri mereka dan berusaha memutus rantai itu.
Millennial aktif bermain media social sejak awal kemunculannya. Apasih efeknya ? efeknya yaitu pergaulan yang bebas yang pergaulannya lebih global atau lebih luas tanpa batas jarak sehingga milenial punya pikiran yang lebih terbuka dan jauh kedepan, tetapi pikiran yang terbuka juga bikin milenial lebih berani menyuarakan pendapat mereka ke siapa aja.
Sekarang baru kita bahas yang MENYEBALKAN untuk gen X, mari kita berpikir dari gen X sendiri boro boro menyuarakan pendapat. Minta dipecat ? inget kerja aja Syukur buat gen-X dan dari segi kacamata Gen-X ini kok punya junior anak millennial “bacot” banget. Tapi itu belum apa apa buat generasi millennial karena hidup yang sudah lebih stabill, Millenial ngga sekedar kerja buat cari uang tetapi mencari “arti”. “apa arti hidup aku? Aku seneng ngga dikerjaan aku “ sehingga generasi millennial memiliki hal penting untuk mereka yaitu Work-Life balance.
Sisi gelap pergaulan millenial yang terkoneksi dengan gampang. Image menjadi hal penting untuk millennial untuk menunjukan “siapa aku”. Millennial haus pengakuan dari orang lain. Pergaulan yang sangat terbuka juga membuat millennial “menggebrak” dunia kerja. Beda sama gen-X yang berjiwa kompetitif tinggi, millennial percaya sama kekuatan kolaborasi.
Ciri khas millennial yaitu creative,senang kolaborasi, optimis, berempati tinggi, berpikiran terbuka, dan haus pengakuan. Sayangnya buat generasi sebelumnya terutama genX, Millennial ini MENYEBALKAN. Karena generasi sebelumnya sekedar “bisa hidup” dan “bisa makan” udah bersyukur. Lah ini kok millennial bawel banget segala work life balance lah, open minded lah dsb. Ribet dimata generasi sebelumnya. Justru millennial adalah bukti bahwa kualitas hidup meningkat. Bahwa hidup udah ngga sekedar hiidup dan bisa makan tetapi juga mencari arti.
Dan itu sama yang terjadi pada Generasi Z yang sekarang jadi bulan-bulanan Gen X dan Millenal, karena Gen-Z tumbuh dewasa saat dunia sudah begitu instan. Jangankan perang,mereka mau makan aja tinggal pesen pake aplikasi dan ada yang nganterin, mau nonton Doraemon ? tidak perlu yang nunggu hari minggu jam 8 di RCTI. Tinggal buka Youtube dan nonton kapan saja.
Lalu apa yang dipikirin Gen Z dalam keadaan ngga perlu mikirin perang, ngga perlu mikirin perut kosong, ngga perlu mikirin proses karen semua serba instan. Tentu saja mikirin Mental Health.sebenernya ini tanda perkembangan kualitas hidup manusia. Generasi sebelumnya “gerah” karena ini issue baru aja.
Menurut studi yang dilakukan oleh McKinsey (2018), perilaku Gen Z dapat dikelompokkan ke dalam empat komponen besar yang berlandas pada satu fondasi yang kuat bahwa Gen Z adalah generasi yang mencari akan suatu kebenaran. Pertama, Gen Z disebut sebagai “the undefined ID”, dimana generasi ini menghargai ekspresi setiap individu tanpa memberi label tertentu. Pencarian akan jati diri, membuat Gen Z memiliki keterbukaan yang besar untuk memahami keunikan tiap individu.
Kedua, Gen Z diidentifikasi sebagai “the communaholic”, generasi yang sangat inklusif dan tertarik untuk terlibat dalam berbagai komunitas dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi guna memperluas manfaat yang ingin mereka berikan. Ketiga, Gen Z dikenal sebagai “the dialoguer”, generasi yang percaya akan pentingnya komunikasi dalam penyelesaian konflik dan perubahan datang melalui adanya dialog. Selain itu, Gen Z terbuka akan pemikiran tiap individu yang berbeda-beda dan gemar berinteraksi dengan individu maupun kelompok yang beragam.
Gen Z disebut sebagai “the realistic”, generasi yang cenderung lebih realistis dan analitis dalam pengambilan keputusan, dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Gen Z merupakan generasi yang menikmati kemandirian dalam proses belajar dan mencari informasi, sehingga membuat mereka senang untuk memegang kendali akan keputusan yang mereka pilih. Gen Z menyadari pentingnya memiliki stabilitas secara finansial di masa depan. Hal ini sejalan dengan temuan survei yang mengungkapkan bahwa Gen Y dan Baby Boomer merupakan generasi yang cenderung lebih idealis, khususnya dalam konteks pekerjaan.
Gen Z dikenal sebagai generasi yang kreatif dan inovatif. Menurut survei yang dilakukan oleh Harris Poll (2020), sebanyak 63% Gen Z tertarik untuk melakukan beragam hal kreatif setiap harinya. Kreatifitas tersebut turut dibentuk dari keaktifan Gen Z dalam komunitas dan sosial media. Hal ini relevan dengan sejumlah studi yang mengidentifikasi bahwa Gen Z merupakan generasi yang erat dengan teknologi (digital native), sebagaimana mereka lahir di era ponsel pintar, tumbuh bersama dengan kecanggihan teknologi komputer, dan memiliki keterbukaan akan akses internet yang lebih mudah dibandingkan dengan generasi terdahulu.
Generasi pasca-milenial kerap disebut sebagai generasi yang menilai penting makna fleksibilitas. Kemampuan organisasi untuk menghadirkan kehidupan pekerjaan yang fleksibel dan memenuhi kebutuhan keseimbangan kehidupan pribadi dan kerja (work-life balance), menjadi faktor penting untuk memikat Gen Z. Menurut penelitian, work-life balance adalah salah satu prioritas dan preferensi utama Gen Z akan sebuah organisasi setelah karier dan kesempatan untuk berbagi dan membantu orang lain (Agarwal & Vaghela, 2018).
Yang perlu kita jaga di tiap generasi sama kok yang penting JANGAN KELEWATAN.
Untuk baby boomer: memberikan kritik tajam boleh,tapi jangan kelawetan untuk memrpalukakn orang seenaknya.
Untuk Gen-X : Berorientasi pada hasil boleh, tapi jangan kelewatan dalam menghalalkan segala cara, proses juga penting.
Untuk Millenial : Jangan salah mengartikan dan meng-abuse issue mental health sampai kelewatan ngga bisa nerima kritik sama sekali.
Untuk Gen-Z : Jangan salah mengartikan dan meng-abuse issue mental health sampai kelewatan ngga bisa nerima kritik sama sekali.
Pada akhirnya, sifat umum suatu generasi sangat dipengaruhi keadaan zaman itu. dan jangan lupa generasi sekarang yang dididik oleh generasi sebelumnya. Contohnya, Gen-X. Apa Gen-X mau complain soal Gen-Z? faktanya,Gen-X adalah orangtua Gen-Z.
SELAMAT BERPIKIR
DAFTAR PUSTAKA
http://journal.starki.id/index.php/forum/article/viewFile/1005/531
https://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=y8faDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=ke napa+gen+z+menyebalkan&ots=YZMXwsW_oh&sig=J_ttrBXdeQ6e4wEEm5VbDy0upOA
https://journal.prasetiyamulya.ac.id/journal/index.php/FM/article/view/596
https://www.gramedia.com/literasi/generasi-baby-boomers-x-y-z-alpha/ Agarwal, H., & Vaghela, P.S. 2018. Work Values of Gen Z: Bridging The Gap to The Next Generation. National Conference on Innovative Business Management Practices in 21st Century, Faculty of Management Studies, Parul University, Gujarat, India Jurkiewicz, C. L. (2000). Generation X and the Public Employee. Public Personnel Management, 29(1), 55.
https://doi.org/10.1177/009102600002900105
https://repositori.uma.ac.id/jspui/bitstream/123456789/19831/1/188600181%20- %20Ahmad%20Mu%E2%80%99arif%20Hasan%20-%20Fulltext.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H