Mohon tunggu...
aditya putra tri anggara
aditya putra tri anggara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Hobi bermain tennis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gen Z Menyebalkan dengan Issue Mental Healthnya

8 Januari 2024   15:37 Diperbarui: 8 Januari 2024   15:55 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Ciri khas millennial yaitu creative,senang kolaborasi, optimis, berempati tinggi, berpikiran terbuka, dan haus pengakuan. Sayangnya buat generasi sebelumnya terutama genX, Millennial ini MENYEBALKAN. Karena generasi sebelumnya sekedar “bisa hidup” dan “bisa makan” udah bersyukur. Lah ini kok millennial bawel banget segala work life balance lah, open minded lah dsb. Ribet dimata generasi sebelumnya. Justru millennial adalah bukti bahwa kualitas hidup meningkat. Bahwa hidup udah ngga sekedar hiidup dan bisa makan tetapi juga mencari arti.

 Dan itu sama yang terjadi pada Generasi Z yang sekarang jadi bulan-bulanan Gen X dan Millenal, karena Gen-Z tumbuh dewasa saat dunia sudah begitu instan. Jangankan perang,mereka mau makan aja tinggal pesen pake aplikasi dan ada yang nganterin, mau nonton Doraemon ? tidak perlu yang nunggu hari minggu jam 8 di RCTI. Tinggal buka Youtube dan nonton kapan saja. 

Lalu apa yang dipikirin Gen Z dalam keadaan ngga perlu mikirin perang, ngga perlu mikirin perut kosong, ngga perlu mikirin proses karen semua serba instan. Tentu saja mikirin Mental Health.sebenernya ini tanda perkembangan kualitas hidup manusia. Generasi sebelumnya “gerah” karena ini issue baru aja. 

Menurut studi yang dilakukan oleh McKinsey (2018), perilaku Gen Z dapat dikelompokkan ke dalam empat komponen besar yang berlandas pada satu fondasi yang kuat bahwa Gen Z adalah generasi yang mencari akan suatu kebenaran. Pertama, Gen Z disebut sebagai “the undefined ID”, dimana generasi ini menghargai ekspresi setiap individu tanpa memberi label tertentu. Pencarian akan jati diri, membuat Gen Z memiliki keterbukaan yang besar untuk memahami keunikan tiap individu.

Kedua, Gen Z diidentifikasi sebagai “the communaholic”, generasi yang sangat inklusif dan tertarik untuk terlibat dalam berbagai komunitas dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi guna memperluas manfaat yang ingin mereka berikan. Ketiga, Gen Z dikenal sebagai “the dialoguer”, generasi yang percaya akan pentingnya komunikasi dalam penyelesaian konflik dan perubahan datang melalui adanya dialog. Selain itu, Gen Z terbuka akan pemikiran tiap individu yang berbeda-beda dan gemar berinteraksi dengan individu maupun kelompok yang beragam. 

Gen Z disebut sebagai “the realistic”, generasi yang cenderung lebih realistis dan analitis dalam pengambilan keputusan, dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Gen Z merupakan generasi yang menikmati kemandirian dalam proses belajar dan mencari informasi, sehingga membuat mereka senang untuk memegang kendali akan keputusan yang mereka pilih. Gen Z menyadari pentingnya memiliki stabilitas secara finansial di masa depan. Hal ini sejalan dengan temuan survei yang mengungkapkan bahwa Gen Y dan Baby Boomer merupakan generasi yang cenderung lebih idealis, khususnya dalam konteks pekerjaan. 

Gen Z dikenal sebagai generasi yang kreatif dan inovatif. Menurut survei yang dilakukan oleh Harris Poll (2020), sebanyak 63% Gen Z tertarik untuk melakukan beragam hal kreatif setiap harinya. Kreatifitas tersebut turut dibentuk dari keaktifan Gen Z dalam komunitas dan sosial media. Hal ini relevan dengan sejumlah studi yang mengidentifikasi bahwa Gen Z merupakan generasi yang erat dengan teknologi (digital native), sebagaimana mereka lahir di era ponsel pintar, tumbuh bersama dengan kecanggihan teknologi komputer, dan memiliki keterbukaan akan akses internet yang lebih mudah dibandingkan dengan generasi terdahulu. 

Generasi pasca-milenial kerap disebut sebagai generasi yang menilai penting makna fleksibilitas. Kemampuan organisasi untuk menghadirkan kehidupan pekerjaan yang fleksibel dan memenuhi kebutuhan keseimbangan kehidupan pribadi dan kerja (work-life balance), menjadi faktor penting untuk memikat Gen Z. Menurut penelitian, work-life balance adalah salah satu prioritas dan preferensi utama Gen Z akan sebuah organisasi setelah karier dan kesempatan untuk berbagi dan membantu orang lain (Agarwal & Vaghela, 2018). 

Yang perlu kita jaga di tiap generasi sama kok yang penting JANGAN KELEWATAN.

Untuk baby boomer: memberikan kritik tajam boleh,tapi jangan kelawetan untuk memrpalukakn orang seenaknya. 

Untuk Gen-X : Berorientasi pada hasil boleh, tapi jangan kelewatan dalam menghalalkan segala cara, proses juga penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun