Mohon tunggu...
Aditya Nuryuslam
Aditya Nuryuslam Mohon Tunggu... Auditor - Menikmati dan Mensyukuri Ciptaan Ilahi

Menjaga asa untuk senantiasa semangat berikhtiar mengadu nasib di belantara Megapolitan Ibukota Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengenang Sritex Mengenang Masa Kejayaan Industri Tekstil Printing di Indonesia

13 November 2024   11:35 Diperbarui: 13 November 2024   11:36 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 80 an hingga awal tahun 2000 an, Industri manufaktur Tekstil masih menjadi salah satu penyumbang penyerapan pegawai di tanah air. Industri dengan jumlah tenaga kerja yang banyak atau biasa disebut industri padat karya ini, memang memberikan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat mulai dari tenaga kasar buruh pabrik hingga sekelas officer yang mengurusi pekerjaan klerikal manajerial.

Dengan beragam kebijakan pemerintah pada waktu itu yang memberikan berbagai kemudahan berusaha di Indonesia khususnya industri yang berorientasi pada padat karya serta berorientasi ekspor, menyebabkan industri manufaktur tekstil ini tumbuh berkembang pesat, bagaikan jamur di musim hujan. 

Sentra-sentra industri tekstil pun muncul di berbagai daerah semisal Bandung, Semarang, Pekalongan, Surabaya, Purwakarta, Subang dan Solo. Industri teksil diKota Solo atau Soloraya pada umumnya memang cukup lama berkembang, bahkan sebelum era industrialisasi Soloraya adalah rumah bagi ratusan industri tektil rumah tangga. 

Di era Orde Baru, dimana pemerintah memberikan beragam fasilitas kemudahan bagi para calon pengusaha, dimanfaatkan maksimal oleh sejumlah pengusaha di Soloraya untuk membangun industri tekstil dalam ukuran besar.

Beberapa nama besar industri tekstil di Soloraya adalah Perusahaan Tekstil Danarhadi, Perusahaan Tekstil Batik Keris, Perusahaan Tekstil DuniaTex dan Perusahaan Tekstil Sritex. Berbicara tentang Sritex, Siapa yang tidak mengenal PT. Sri Rejeki Isman ? Mayoritas orang khususnya di daerah Soloraya akan menyebut Sritex adalah salah satu Raksasa Perusahaan Tekstil di Indonesia. Sritex adalah sumber penghidupan bagi ribuan anggota keluarga yang menggantungkan hidupnya menjadi bagian dari pekerja/buruh/karyawan yang tinggal di Soloraya.

Sritex sendiri berdiri sejak Orde Baru mulai memimpin negara ini yaitu di tahun 1966 yang awalnya adalah perusahaan dagang tradisional di Pasar Klewer, Kota Solo. Tahun 1968, dengan memanfaatkan beragam fasilitas kebijakan pemerintah, Sritex mulai membuka pabrik pertamanya dengan produksi kain mori (kain putih) dan kain berwarna. 

Tahun 1978 memulai ekspansi usahanya dengan menaikkan status perusahaannya menjadi perusahaan terbatas atau PT, dan di tahun 1982 mulai membuka jenis usaha tekstil baru yaitu menghasilkan kain tenun.

Sritex mulai diperhitungkan dan menjadi calon perusahaan tekstil besar di tanah air dimulai di tahun 1992, dimana memulai langkah besar dengan membuat 4 lini produksi dari hulu hingga hilir, dari pemintalan benang hingga menjadi busana siap pakai. Sritex mulai mendapatkan kontrak penjualan dari berbagai negara salah satunya yang fenomenal adalah menjadi supplier baju tentara NATO.

Prestasi produksi ekspansi Sritex bukan hanya berimbas peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di Soloraya khususnya dan Indonesia pada umumnya, tapi juga di bidang-bidang lain seperti mengalirnya bantuan CSR ke sejumlah Pemda di Soloraya, dan yang paling fenomenal adalah membangun stadion basket berstandar internasional sekaligus menjadi kandang tim elite basket bhinneka di tahun 2000 an.

Sayangnya sepeninggal sang pendiri Sritex, Bapak HM Lukminto Sritex mengalami masa kemunduran. Walaupun sudah berusaha dipertahankan oleh sang putra mahkota Iwan S Lukminto, lambat laun usaha Sritex makin menurun dan tenggelam dalam persaingan global. 

Beberapa hal yang mungkin saja menjadi kehancuran Sritex adalah tidak adanya calon pemimpin perusahaan yang memiliki kapabilitas sekelas pendahulunya. 

Perubahan besar dalam dunia pengelolaan menajemen perusahaan, tidak bisa diserap dengan baik dalam masa transisi kepemimpinan, boleh jadi pemimpin pengganti masih mempertahankan model manajemen lama yang kemungkinan tidak fit dengan kondisi pasar kerja dan karyawan. Walaupun sudah berupaya untuk menarik modal melalui pasar saham dan go public, manajemen kurang agile dalam memanage hot money dari pasar saham yang bisa sewaktu waktu hilang karena adanya pelepasan saham dalam skala besar. 

Selain itu juga, sudah tidak adanya lagi insentif kebijakan pemerintah sebagaimana yang pernah dinikmati pendahulunya, juga membuat penerusnya harus berfikir keras untuk membuat efisiensi di berbagai lini usaha dengan tidak mengurangi kualitas produksinya. 

Dan tidak kalah pentingnya adalah adanya resesi global dan pasca pandemi adalah pukulan keras yang bagi para pengusaha adalah penentuan apakah setelahnya bisa survive atau tidak, dan Sritex sang raksasa Tekstil itupun tumbang dalam kepailitan meninggalkan kenangan manis yang mewarnai industri tekstil tanah air.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun