ASEAN (Asociation of South East Asia) merupakan kumpulan kerjasama bangsa-bangsa di wilayah Asia Tenggara. Negara-negara yang tergabungnya disamakan dalam cultural, kesamaan sebagai negara dunia ketiga dan memiliki potensi sumber daya alam, pangsa pasar produk yang luar biasa besarnya. Asia Tenggara yang identik dengan frasa "sejengkal tanah surga" ini memang memiliki potensial sumber daya alam yang sangat mengagumkan.Â
Mulai dari beranekaragam mineral yang terkandung di dalam tanahnya, bahkan dilansir dari beberapa sumber menyatakan bahwa salah satu tambang emas terbesar di dunia ada di Asia Tenggara (Tembagapura, Papua, Indonesia).
Belum lagi kita bicara mengenai tanahnya yang relatif subur, sehingga begitu banyak produk pertanian dan perkebunan yang dihasilkan disana, sebut saja beras, kopi, kokoa, kelapa sawit hingga karet, merajai di dunia baik secara kuantitatif dan kualitatif.
Hal lain yang menjadi daya tarik ASEAN secara keseluruhan adalah sektor pariwisatanya yang telah diakui dunia sebagai tujuan wisata yang eksotis dan menarik untuk dikunjungi. Terbukti beberapa negara di Asia Tenggara menjadi top kunjungan wisatawan asing dari berbagai negara.
Secara ekonomi, kawasan Asia Tenggara adalah potensi pasar yang besar dengan beragam dimensi. Secara agregat living cost negara negara di Asia Tenggara terbilang murah. Potensi pasarnya yang besar dikarenakan jumlah penduduk di negara negara Asia Tenggara mengalami bonus demografi. Upah pekerja relatif murah sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi investor manufactur yang berbasis tenaga kerja manusia.
Sumber daya alam yang melimpah, upah pekerja yang relatif murah serta potensi pangsa pasar yang besar inilah yang seharusnya menjadi concern negara negara ASEAN, agar dapat diambil keuntungan komparatifnya dibandingkan dengan negara lain.
Namun kenyataannya sangatlah berbeda dari harapan dan impian, di mana pengelolaan sumber daya alam banyak dikuasai oleh korporat asing dengan sedikit keuntungan yang dibagihasilkan ke negara negara ASEAN. Masih ada potensi konflik antar negara-negara yang tergabung di ASEAN karena beragam kepentingan individu. Kasus sengketa perbatasan menjadi isu hangat diantara negara-negara di Asia Tenggara.
Hal-hal negatif inilah yang seharusnya mulai dibenahi, dicarikan win-win solution, dan mengedepankan kebersamaan dalam mengelola kawasan asia tenggara ini untuk bisa lebih mandiri sehingga mampu mengoptimalkan keunggulan komparatif yang dimiliki.
Saya rasa persatuan dan kesamaan misi ASEAN perlu untuk diperbaharui lagi semangatnya dan dibutuhkan implementasi yang konkrit, agar di masa perdagangan bebas ini, ASEAN mampu menyatukan kekuatan untuk ikut mengatur arah langkah dunia baik di bidang ekonomi, sosial maupun politik bilateral.
Selain menyatukan visi dan menyingkirkan ego sentris kepentingan individu negara-negara di ASEAN, perlu juga dibentuk semacam dewan bersama yang mampu untuk memetakan keunggulan komparatif dari masing-masing negara sehingga nantinya antar negara di ASEAN tidak saling bersaing, tapi saling mengisi dan mendukung.
Misalnya, Singapura jadi leader perdagangan jasa dan trading, Indonesia jadi leader bisnis pengelolaan pertambangan, Malaysia menjadi leader optimalisasi perdagangan hasil perkebunan, Vietnam menjadi leader ketahanan pangan, Thailand menjadi leader sektor industri kendaraan dan pariwisata, dan seterusnya.
Tahun 2023 ini ASEAN telah memilih Indonesia menjadi nahkoda yang akan diberikan tanggungjawab membawa ASEAN lebih tangguh di samudera persaingan bebas dan sangat diharapkan Indonesia sebagai salah satu negara besar di Asia Tenggara mampu merangkul negara-negara lain di Asia Tenggara untuk bisa saling bersinergi dengan asas mutualisme demi kejayaan bersama.
Dunia butuh Asia Tenggara dalam mengendalikan arah angin ekonomi, sosial dan budaya, hendaknya ini dapat ditangkap peluangnya oleh negara negara ASEAN, dan mampu maju bersama dalam menghadapi persaingan global ini.
Satu hal yang menarik lagi, adanya wacana membuat satu mata uang tunggal di negara negara ASEAN yang menurut pendapat saya ini adalah hal positif dan sebagai salah satu perekat kebersamaan langkah dan tujuan negara-negara di ASEAN, mengurangi ketergantungan terhadap mata uang asing yang dominan seperti Dollar Amerika, Yen Jepang atau Yuan China.
Hal ini akan secara tidak langsung memperkuat mata uang negara negara ASEAN secara komulatif, apalagi jika nantinya terealisir seluruh aktivitas perdagangan, bisnis dan ekonomi di negara ASEAN sudah tidak lagi menggunakan mata uang asing (selain mata uang negara ASEAN) dan mendorong penggunaan mata uang ASEAN menjadi alat tukar bersama di kawasan Asia Tenggara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H