Kita semua paham bahwa setelah dunia diterpa badai pandemi covid-19 dan krisis global rusia ukraina yang tak kunjung menunjukkan ke arah mereda, membuat stabilitas perekonomian dunia agak terguncang.Â
Pandemi covid-19 yang telah memaksa seluruh negara negara di dunia untuk fokus pada satu titik yaitu mempertahankan diri agar tidak hancur gara-gara sebaran covid-19 di negaranya tidak bisa dibendung, secara tidak langsung menyebabkan melambatnya pergerakan perekonomian di negaranya, dan efek berantainya perekonomian duniapun selama kurang lebih 2 (dua) tahun mengalami perlambatan dan bahkan terkoreksi pada titik terendah selama hampir 7 dekade.
Pertengahan tahun 2021, dunia mulai recovery dari pandemi covid-19, dimana sudah mulai ditemukan vaksin covid-19, dan hampir seluruh dunia gencar melaksanakan vaksinasi bagi warganya.Â
Akhir tahun 2021, mayoritas negara di dunia sudah optimis bahwa tahun 2022 adalah akhir dari pandemi covid-19. Perekonomian duniapun merespon dengan sangat baik, dimana secara global ekonomi dunia menuju arah membaik, namun masih butuh waktu untuk bisa kembali pulih normal seperti sebelum adanya pandemi covid-19.
Awal tahun 2022, dikejutkan dengan konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina. Krisis yang awalnya berimplikasi kepada bilateral, namun dengan semakin memanasnya pertempuran antara Rusia dan Ukraina yang makin hari makin tidak bisa diprediksi yang akan berakhirnya ini mengakibatkan efek domino yang mengarah kepada krisis global dunia.Â
Diawali krisis energi di eropa,dikarenakan negara negara barat mendukung ukraina, sedangkan pasokan gas eropa barat berasal dari Rusia. dan ketika Rusia menghentikan pasokan energi gas alam yang menjadi sumber energi eropa barat.Â
Akibatnya eropa barat menghidupkan kembali turbin turbin listrik tenaga batubara untuk menggantikan pasokan energi gas alam rusia yang dikunci selama masih mendukung ukraina. Penggunaan batubara sebagai sumber energi di eropa mengakibatkan efek pada krisis lingkungan hidup.
Dari dua kejadian besar dunia tersebut mengakibatkan sangat sulit bagi suatu negara ataupun lembaga ekonomi internasional untuk dapat memprediksi berapa pertumbuhan ekonomi dunia ataupun pertumbuhan ekonomi suatu negara secara pasti.Â
Volatilitas ekonomi kadang pergerakannya tak terduga, salah satu contohnya adalah ketika pandemi covid-19 mulai mereda dan tingkat penyebarannya sudah melandai, ternyata pertumbuhan ekonomi tidak serta merta naik tajam.
Walaupun tingkat permintaan konsumen naik, namun sisi supply tidak dapat memenuhinya dengan cepat karena recovery di sektor industri dan jasa masih butuh waktu, alhasil terjadi kelangkaan barang yang kemudian menyebabkan harga-harga malah menjadi tak terkendali.
Kondisi yang tidak stabil, dan belum bergeraknya sistem ekonomi secara ban berjalan, menyebabkan terjadinya perubahan sikap atau behaviour masyarakat dalam mensikapinya.Â
Belajar dari kondisi ketika pandemi covid-19 yang membuat kita semua untuk mampu bertahan ditengah kondisi yang serba terbatas, membuat sebagian dari kita secara alami mulai mengatur pengeluarannya dengan mempertimbangkan skala prioritas. Sehingga kebiasaan konsumtif sebelum pandemi covid-19 dan krisis global mulai lebih tertata lagi.Â
Secara umum pola konsumsi yang selektif ini memang baik, karena pos pos pembelanjaan untuk hal-hal yang dirasa kurang berguna bisa dipotong dan digunakan untuk konsumsi yang lebih priority atau dimasukkan dalam dana cadangan yang dikumpulkan dalam bentuk tabungan atau investasi. Dampak dari seletif konsumsi ini memang dalam jangka panjang akan mempengaruhi segmentasi daya beli masyarakat.Â
Selain itu, masyarakat saat ini juga mulai belajar untuk mengantisipasi kondisi masa depan yang tidak terprediksi dengan jalan mengurangi konsumsi dan memperbanyak saving ataupun investasi. Masyarakat mulai sadar bahwa untuk bisa mempertahankan hidup kedepan, bukan hanya mengatur pola konsumsi namun juga mampu mendapatkan gain atau keuntungan dari sisa dana dari penghematan dari pos konsumsi.
Dari kacamata saya dalam melihat perspektif turunnya daya beli masyarakat, selain dari pengaruh eksternal adanya krisis global dan belum pulihnya perekonomian pasca pandemi covid-19, juga ada pengaruh dari internal manusianya sendiri yang melakukan perubahan pola konsumsi dan meningkatknya keinginan manusia untuk bisa mempertahankan kondisi finansialnya di masa depan melalui saving dan investasi.Â
Secara umum, perubahan pola konsumsi dan kesadaran investasi adalah hal yang positif. Namun demikian jika kita lihat dari perspektif daya beli masyarakat dampatnya kurang bagus untuk saat ini. Mungkin akan lebih bagus dan tidak terdampak, jika perekonomian dunia dalam kondisi baik baik saja.Â
Kondisi pasca pandemi covid-19 dan krisis global mengakibatkan peningkatan kebutuhan masyarakat - sektor industri manufaktur dan jasa membutuhkan waktu untuk recovery - demand melebihi supply - barang langka dan harga naik - masyarakat mengurangi konsumsi dan memindahkan ke investasi - sektor industri mengolah kebutuhan masyarakat yang terbatas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya - supply dan demand belum stabil - harga tidak kunjung turun - masyarakat mengurangi konsumsi dan seterusnya.Â
Kondisi saat ini boleh jadi seperti vicious circle dimana jika tidak ada yang mampu memutusnya, maka kondisinya akan terus seperti ini dan makin memperburuk kondisi untuk kedepannya.Â
Salah satu upaya untuk memutus vicious circle adalah meningkatkan peran pemerintah dalam mengintervensi pasar dan menstabilkan kondisi perekonomian melalui memperpendek jalur distribusi dan birokrasi, melakukan operasi pasar guna menstabilkan gejolak harga, dan bersama sama dengan pihak-pihak terkait untuk memotong bottle neck perekonomian sehingga antara supply dan demand dapat lebih smooth interaksinya. Konsumsi pemerintah atau government expenditure sangat diperlukan dalam kondisi krisis ekonomi seperti saat ini, dan mulai pelan-pelan melepaskan intervensinya di pasar ketika kondisi perekonomian sudah mulai membaik.
Demikian sekelumit pembahasan tentang hubungan antara turunnya daya beli masyarakat yang disebabkan oleh faktor internal (pola konsumsi masyarakat yang selektif dan gairah berinvestasi) dengan faktor eksternal (pasca pandemi covid-19 dan krisis global rusia ukraina), yang pada intinya dapat diperbaiki kondisinya dengan peran serta aktif pemerintah dalam hal perbaikan regulasi dan aksi peningkatan government expenditure guna menjaga tingkat konsumsi secara agrerat nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H