Baru-baru ini kita dikejutkan atas berita pembunuhan sadis di kota pelajar Yogyakarta.Â
Pembunuhan ataupun penganiayaan secara sadis yang diistilahkan sebagai klithih ini memang mulai meningkat lagi intensitasnya di tengah masyarakat, seolah sudah menjadi budaya yang wajar atas tindakan yang diluar norma kemanusiaan ini.Â
Klithih sendiri memang sudah ada sejak dulu di seputaran Yogyakarta, namun intensitasnya semakin menurun seiring dengan kemajuan jaman. Namun demikian kasus klithih ini mulai muncul lagi dalam beberapa tahun terakhir ini.
Fenomena yang tidak wajar ini, memang cukup menarik untuk diulas dan dibahas lebih detail, apa sebenarnya yang menjadi pemicu budaya klithih ini yang sudah lama terpendam oleh kemajuan jaman bisa muncul kembali di tengah masyarakat.Â
Apakah kondisi jaman yang modern ini secara tidak langsung memunculkan kembali klithih akibat kesenjangan ekonomi, ketidakpuasan atas kondisi atau juga pengaruh modernisasi teknologi yang tidak dapat disaring secara bijak?
Setidaknya dari beberapa hipotesa diatas dapat kita dalami seberapa signifikan pengaruh masing-masing elemen terhadap munculnya klithih kembali di tengah masyarakat
1. Imbas Negatif Globalisasi dan Modernisasi
Tidak disangkal adanya kemajuan jaman saat ini selain memberikan dampak positif bagi kehidupan juga mengandung residu-residu negatif yang cukup fatal bagi manusia, salah satunya adalah munculnya game-game online dalam satu dekade terakhir.Â
Dampak positifnya pastilah ada yaitu semakin menumbuhkan ide kreatif orang untuk dapat membuat fitur fitur game baru yang semakin bagus dan canggih, selain itu pula juga menjadi lahan wiraswasta bagi sebagian orang mulai sebagai content creator hingga yang menyewakan lapak untuk bermain game online.Â
Sisi negatifnya adalah adanya game game yang secara tidak langsung atau dibawah sadar mengajarkan tentang kekerasan dan sadisme.Â
Konten semacam ini, jika dimainkan oleh orang yang kurang berilmu atau kurang kuat pondasi mentalnya, akan merasuki pikiran dan keyakinannya, sehingga menganggap kekerasan dan sadisme adalah hal yang biasa.Â
Dampak negatif inilah yang bisa saja mempengaruhi orang untuk bertindak diluar nalar termasuk kekerasan yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Dari jaman dahulu, kondisi ini memang senantiasa menjadi salah satu trigger kuat terjadinya crash baik antar individu, kelompok bahkan bangsa. Di era modern ini memang tidak bisa kita pungkiri terjadi pelebaran gap antara si kaya dan si miskin.Â
Si Kaya dengan faktor produksi yang dia miliki akan mampu mengembangkan asetnya hingga berlipat ganda, sedangkan di sisi lain, si Miskin masih berjuang setengah mati untuk dapat survive atau hidup serta mempertahankan aset yang dimiliki walaupun jumlahnya sangat terbatas.Â
Kesenjangan ekonomi ini juga menjadi bumbu mujarab untuk melakukan provokasi dan agitasi, seperti kita lihat di beberapa pemberitaan bahwasanya ada kejadian dimana karena emosional yang dilatarbelakangi kesenjangan ekonomi, menyebabkan hilangnya nyawa orang yang tidak berdosa.
Semua itu akibat provokasi dan emosi sesaat yang boleh jadi dilandasi dari kesenjangan ekonomi. Klithih pun bisa saja didasarkan sebagai akibat adanya kesenjangan ekonomi yang sedemikian lebar, seperti saat ini.
3. Ketidakpuasan dengan Kondisi
Saat ini kita dihadapkan pula dengan budaya konsumerisme yang menurut saya sudah kebablasan, budaya pamer kekayaan seolah olah ajang pembuktian kesuksesan dan eksistensi diri di dunia maya, membuat sebagian orang yang melihatnya sebagai suatu penghinaan kepada mereka yang tidak punya.Â
Kemarahan atas kondisi yang menurutnya tidak adil dan tidak sesuai dengan harapannya, akan memicu mudahnya emosi tersulut meskipun triggernya adalah hal yang sepele.Â
Di sebagian orang akan melampiaskannya pada hal-hal yang negatif atau bahkan bisa melakukan hal-hal yang sifatnya mengerikan salah satunya dengan klithih Â
4. Sektarian
Hipotesa sektarian ini, menurut saya adalah yang paling berbahaya, karena bibit-bibit sektarian inilah yang menyebabkan persatuan dan kesatuan bangsa dapat tercabik-cabik. Merasa paling unggul, merasa paling memiliki suatu wilayah atau merasa kelompoknya paling di dzolimi ini juga mampu mengacak acak tingkat emosi seseorang.Â
Belum lagi ketika ada trigger kuat, semisal ada anggota kelompoknya dianiaya oleh kelompok lain, tanpa memandang benar atau salah, valid atau tidak bisa saja menjadi alasan pelampiasan kemarahan dengan menyerbu kelompok yang dituduhkan. Klithih pun bisa saja muncul ditengah menguatkan sektarian, guna memuaskan balas dendam terhadap suatu kelompok.
5. Terkikisnya Moral
Kembali lagi, semua kejadian diatas, akhirnya akan bermuara kepada terkikisnya moral. Kemajuan jaman yang tidak diimbangi dengan penguatan moral baik agama ataupun norma norma sosial, akan lambat laun menggerus pondasi moral manusia.Â
Pendangkalan moral, akibat budaya hedonisme membuat sebagian masyarakat sudah mulai cuek dengan norma norma sosial, akibatnya terjadi gesekan di tengah masyarakat, yang tentu saja menyebabkan keresahan, kemarahan dan dendam tiada ujung.Â
Moral yang selayaknya menjaga untuk tenggang rasa, saling menghormati, saling mengasihi, tergerus dengan individualistik, hedonisme dan budaya pamer kekayaan.Â
Moral yang dangkal, kadang membuat sebagian dari kita tidak dapat mengontrol emosi. Emosi yang tidak terkontrol akan melahirkan kekerasan dan salah satu kekerasan itu bisa saja berupa klithihÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H