Tradisi yang turun menurun dan berkembang di tengah masyarakat juga memiliki peran dalam menyumbang kebiasaan buruk masyarakat dalam memperlakukan makanan secara tidak bijak. Misalnya saja orang akan bangga dapat menyediakan beragam makanan yang melimpah di pesta-pesta adat, tanpa memperhitungkan berapa potensi jumlah makanan yang “tidak termakan” atau hanya jadi sampah makanan, demi sebuah prestise dan anggapan sebagai orang yang sukses dan dermawan.
Sudah sewajarnya jika kita kembali kepada filosofi awal yaitu makan secukupnya untuk menjaga kelangsungan hidup dan tetap menghargai makanan dengan tidak menyia nyiakan makanan, membuang makanan karena salah takar serta membiasakan diri untuk membagikan kelebihan makanan kepada siapa saja yang lebih membutuhkan, bukan hanya kepada sesama manusia namun juga kepada sesama maklhluk hidup.
Perlu kita sadari bersama bahwa dunia ini makin lama akan makin banyak penghuninya, sedangkan lahan untuk bercocok tanam, dan lautan tempat hidup biota laut luasnya tetap, bahkan semakin berkurang karena terdesak untuk direalokasi menjadi tempat pemukiman dan fasilitas umum lainnya.
Bukan tidak mungkin dalam jangka waktu menengah, dunia akan mengalami krisis lahan tempat memproduksi sumber makanan, dan ditambah lagi pola konsumsi kita yang masih tidak menghargai makanan alias masih sering menyisakan makanan dan menjadikan sampah tak berguna, maka akan semakin kompleks pertarungan manusia dalam menguasai sumber-sumber pangan.
Untuk itu dalam rangka memitigasi resiko baik jangka pendek maupun menengah, perlu diambil langkah-langkah konkrit untuk menekan kebiasaan buruk membuang makanan atau menyia nyiakan makanan dengan jalan sebagai berikut :
- Menakar seperlunya dalam mengambil makanan, sehingga meminimalisir makanan yang terbuang sia-sia atau menjadi sampah makanan.
- Mengkonsumsi makanan bukan untuk “balas dendam”, karena sudah “menyumbang” di acara-acara pernikahan/ulang tahun/slametan maka kompensasinya akan mengambil makanan dan minuman dalam jumlah diluar kewajaran. Tidak dimakan semua, kemudian ambil lagi yang lainnya, tidak sampai habis, ambil lagi yang berikutnya ….
- Bagi yang punya hajatan, dipertimbangkan untuk menyajikan makanan sesuai kebutuhan bukan sesuai keinginan agar dipandang berlebih. Sayang jika akhirnya menjadi sisa dan lebih disayangkan lagi sisa makanan yang ada berakhirnya di tempat sampah, bukan dibagikan ke mereka yang berkekurangan.
- Membiasakan untuk memberikan sisa makanan yang masih layak makan diberikan kepada tetangga tetangga kita yang berkekurangan, agar dapat dinikmati dan tentunya akan mendatangkan ridlo Illahi
- Hindari “lapar mata” ketika di restoran, rumah makan, swalayan, membeli makanan hanya karena silap mata, dan Ketika sudah dibeli atau dihidangkan ternyata melebihi takaran perut, wal hasil makanan yang telah terbeli tersebut tidak dikonsumsi secara maksimal dan sisanya berakhir di tempat sampah.
Demikian sekelumit pandangan saya tentang penghargaan terhadap makanan dan ajakan untuk mulai dari sekarang, kita mengkonsumsi makanan secara proporsional tidak berlebihan dan sesuai dengan takaran, semoga bermanfaat bagi kita semua
Aditya Nuryuslam
F0195020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H