Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (QS Al A’raf ayat 31)
“Tiada tempat yang manusia isi yang lebih buruk ketimbang perut. Cukuplah bagi anak adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya) maka hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernapas.” (HR. Ahmad) (sumber: https://islam.nu.or.id)
Makan adalah salah satu aktivitas utama dari manusia sebagai modal utama sebagai makhluk hidup untuk dapat terus hidup dan berkembang. Manusia ataupun makhluk hidup pada umumnya juga akan secara naluriah terus menerus mencari sumber makanan.
Pada prinsipnya sumber makanan di dunia ini, bisa dikatakan cukup dan mungkin di beberapa belahan dunia sedikit agak berlimpah. Namun demikian di sisi lain dunia juga kita temui sangat kekurangan sumber makanan.
Indonesia sendiri yang notabene sebagian besar wilayahnya cukup subur dan sangat cocok untuk dijadikan tempat persawahan, perkebunan dan peternakan ini, menurut penulis bisa dikatakan sebagai salah satu daerah yang (mampu) menghasilkan sumber pangan yang lebih dari yang dibutuhkan penduduknya. Persis seperti lirik lagu group legendaris Koes Plus yang bertajuk Kolam Susu yang syairnya kurang lebih sepert ini :
Bukan lautan hanya kolam susu …
Kail dan jala cukup menghidupimu …
Tiada badai, tiada topan kau temui …
Ikan dan udang menghampiri dirimu …
Orang bilang tanah kita tanah surga …
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman …
Orang bilang tanah kita tanah surga …
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman …
Keberlimpahan sumber makanan ini kadangkala disikapi dengan beragam oleh masyarakat. Ada masyarakat yang tetap menjaga pola konsumsinya sesuai kebutuhan dan mengalokasikan sisa sumber makanan yang dimilikinya untuk didistribusikan kembali entah dalam bentuk dijual kembali, atau dibagikan kepada sesama manusia dan/atau makhluk hidup lainnya.
Namun ada sebagian orang di masyarakat ini yang tingkat kepeduliannya sangat rendah dalam memanage tingkat konsumsinya. Contoh konkritnya adalah masih adanya sebagian dari kita memiliki kebiasaan mengambil makanan di luar takaran “kebutuhan perut” ketika menghadiri suatu acara kondangan, ulang tahun ataupun slametan khususnya yang model standing party.
Cara mensikapi makanan yang awalnya bertujuan untuk mempertahankan hidup telah berubah menjadi penurunan penghormatan atas makanan tersebut, dengan tidak mengkonsumsinya diluar batas kewajaran, sehingga meninggalkan sisa “yang tak termakan” menurut penulis patut untuk diluruskan kembali.