Dalam pendekatan teori Marxis, sastra dianggap sebagai alat yang sangat efektif untuk mengkritik ideologi sosial dan ekonomi, khususnya karena kemampuannya dalam menyampaikan realitas sosial, mengeksplorasi pengalaman manusia, dan menggambarkan konflik yang muncul dari ketidakadilan struktural. Teori Marxis berpendapat bahwa sastra tidak hanya mencerminkan kenyataan tetapi juga dapat mengkritisi dan mengubahnya. Berikut beberapa cara sastra bisa digunakan sebagai alat kritik sosial dan ekonomi melalui pendekatan Marxis:
1. Mengungkap Ideologi yang Mendominasi
Sastra dapat mengkritik ideologi sosial yang berlaku dengan menggambarkan cara-cara di mana ideologi itu mengontrol dan membentuk kehidupan masyarakat. Dalam pendekatan Marxis, ideologi dominan sering kali diciptakan dan dipertahankan oleh kelas penguasa untuk mempertahankan status quo dan menghindari perlawanan dari kelas bawah. Dalam karya sastra, ideologi ini bisa diungkapkan melalui karakter yang tunduk atau dipaksa tunduk pada aturan-aturan yang tidak adil, atau melalui konflik internal yang menunjukkan ketidakpuasan terhadap sistem yang berlaku. Contohnya, dalam novel 1984 karya George Orwell, ideologi totalitarianisme yang menindas dieksplorasi sebagai bentuk kontrol ideologi yang absolut. Novel ini menunjukkan bagaimana pemerintah mengendalikan pemikiran dan tindakan rakyat untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Meskipun karya ini bukan analisis ekonomi Marxis secara langsung, namun memperlihatkan cara-cara ideologi dominan bisa mengontrol masyarakat dan menghalangi perlawanan.
2. Menunjukkan Ketimpangan Kelas dan Eksploitasi Ekonomi
sastra dapat berfungsi sebagai cermin yang memperlihatkan ketidakadilan yang dialami kelas pekerja atau kaum tertindas. Dengan menggambarkan kehidupan kelas bawah dan perjuangan mereka melawan eksploitasi, sastra menawarkan kritik terhadap sistem ekonomi yang didasarkan pada kapitalisme, yang dianggap oleh teori Marxis sebagai sumber utama dari ketidakadilan kelas.
Misalnya, novel The Jungle karya Upton Sinclair menggambarkan kerasnya kehidupan buruh di industri pengolahan daging di Amerika Serikat, di mana para pekerja mengalami eksploitasi yang parah dan hidup dalam kondisi yang tidak layak. Karya ini mengungkapkan bagaimana sistem kapitalis mengeksploitasi kelas pekerja demi keuntungan maksimal, sehingga mengundang simpati pembaca dan membuka mata terhadap ketimpangan kelas.
3. Menggambarkan Kesadaran Kelas dan Perlawanan
Kesadaran kelas adalah kemampuan kelas pekerja atau kaum tertindas untuk menyadari posisi mereka dalam struktur kelas dan mengakui adanya penindasan dari kelas penguasa. Sastra dapat berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran kelas, baik melalui karakter yang mulai menyadari ketidakadilan yang mereka alami, atau melalui konflik yang terjadi antara karakter dari kelas berbeda. sebagai contoh, dalam Les Misrables karya Victor Hugo, tokoh-tokoh seperti Jean Valjean dan Marius mewakili berbagai aspek dari perjuangan kelas dan penindasan. Novel ini menunjukkan bagaimana sistem yang berlaku mempengaruhi kehidupan mereka dan memicu mereka untuk melakukan perlawanan atau mencari keadilan. Dalam konteks Marxis, ini adalah cara sastra dapat memicu kesadaran kelas di antara pembaca.
4. Mengkritik Konsumerisme dan Komodifikasi
Marxisme juga mengkritik bagaimana masyarakat kapitalis menjadikan segala sesuatu sebagai komoditas, termasuk manusia, hubungan sosial, dan kebudayaan. Sastra bisa mengungkap kritik terhadap konsumerisme yang membuat manusia menjadi tidak lebih dari "alat" untuk memperoleh keuntungan. Dengan menggambarkan karakter yang mengalami keterasingan atau kehilangan makna hidup karena pengejaran kekayaan dan status, sastra dapat memperlihatkan dampak buruk dari komodifikasi.
Novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald, misalnya, mengkritik budaya konsumerisme Amerika Serikat pada era 1920-an. Karya ini menggambarkan dampak negatif dari pengejaran kekayaan dan status yang kosong, serta keterasingan yang dialami individu di masyarakat yang hanya menghargai materi.
5. Mempertanyakan Moralitas Kelas Berkuasa
Sastra juga dapat mempertanyakan moralitas atau legitimasi kelas penguasa. Teori Marxis melihat kelas berkuasa sebagai pihak yang sering kali mempertahankan kekuasaan mereka melalui cara yang tidak adil, termasuk kekerasan, manipulasi, atau propaganda. Dalam karya sastra, karakter dari kelas atas dapat digambarkan sebagai orang yang korup atau tidak peduli pada penderitaan orang lain, sehingga karya ini menjadi kritik terhadap legitimasi kekuasaan mereka.
Contoh lain adalah Hard Times karya Charles Dickens, yang menggambarkan para pemilik pabrik dan kelas atas sebagai orang yang tidak peduli terhadap kesejahteraan kelas pekerja. Dickens mengkritik cara pandang kelas penguasa yang menganggap pekerja sebagai alat produksi tanpa memikirkan kehidupan dan kesejahteraan mereka.
Kesimpulan
Sastra Marxis tidak hanya memotret ketidakadilan sosial dan ekonomi, tetapi juga memicu refleksi dan perlawanan. Karya sastra menjadi cara untuk menyampaikan kritik terhadap ideologi kapitalis dan sistem sosial yang memunculkan penindasan serta ketimpangan. Dalam pandangan Marxis, sastra bukan hanya media hiburan, melainkan sebuah alat untuk menyadarkan dan menggerakkan perubahan sosial melalui penyadaran terhadap ketidakadilan yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H