Mohon tunggu...
Aditya Komara
Aditya Komara Mohon Tunggu... profesional -

saya cuma pengen nulis. itu aja. diapresiasi itu bonus. dikomentari itu anugerah. diajak ngobrol dalam suasana hangat dan kepala dingin, itu asik!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sentilan Dahlan Ajarkan Kita Berdisiplin

21 Maret 2012   04:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:41 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13323019881919089204

Ada yang menggelitik waktu saya baca berita Selasa (20/3) kemarin, apalagi kalau bukan tentang Menteri BUMN kita, Dahlan Iskan, yang “ngamuk” di tol gara-gara antrean panjang. Mr. Dahlan yang saat itu langsung galau turun dari mobilnya. Dari 4 loket tol yang ada ternyata cuma 2 yang beroperasi; 1 loket manual, 1 loket otomatis. Karuan hal ini bikin Dahlan galau level 5, karena katanya dia sudah berulang kali memperingatkan pihak terkait untuk bisa mengatasi kemacetan di pintu tol.

"Padahal saya sudah menginstruksikan berpuluh-puluh kali bahwa antrean paling panjang 5 mobil," gitu katanya. Tapi yang bikin Mr. Dahlan makin galau level 10 (ini galau apa makan Keripik Maicih??) karena kemudian diketahui bahwa ternyata petugas tol yang seharusnya mengisi loket-loket itu datang terlambat. Reaksinya mungkin berlebihan, karena dia membuang kursi yang ada di loket-loket kosong itu. Tapi kemudian reaksi itu ngga bikin Dahlan dibenci, justru sebaliknya (liat deh tanggapan orang-orang di internet), karena memang itulah gambaran buruknya pelayanan publik di negara kita ini.

Saat itu juga, Dahlan yang mau ke Cengkareng buat rapat koordinasi dengan PT Garuda Indonesia Tbk, langsung membuka pintu-pintu tol yang masih tertutup. Pikirnya, what the hell-lah mobil-mobil yang lewat itu ngga bayar yang penting jalanan lancar. "Kalau Jasa Marga merasa dirugikan, suruh tagih ke saya. Saya bayar," kata Dahlan ngancem (like this deh pak!).

Begitulah Dahlan, sosok yang selalu menjadi buah bibir sejak mantan Dirut PLN ini diangkat menjadi menteri. Sikap dan keputusan-keputusannya kadang nyeleneh, tapi bisa aja menyentil pihak-pihak berwenang di negeri ini, bahkan di pemerintahan sendiri, utamanya dalam hal ini untuk lebih maksimal dan efisien dalam bekerja.

Kejadian ini juga langsung jadi perbincangan banyak orang. Sore harinya, saya lihat di Metro TV, Direktur Operasionalnya Jasa Marga ngga berkutik saat dihujani pertanyaan si anchor dan menanggapi pernyataan Dahlan yang disuarakan langsung via phone, karena si menteri lagi di Beijing. Cuma kata "maaf", "terima kasih", "perbaikan", dan "segera", yang saya inget dari tiap jawabannya.

Reaksi Dahlan ini dipicu karena buruknya pelayanan publik dan lemahnya tingkat kedisiplinan para pelaku terkait. Alasan telat datang itu lho yang bikin saya sebel! Isu tentang buruknya pelayanan publik di negeri ini emang bukan rahasia lagi. Hanya saja lebih banyak orang yang (akhirnya) “menerima” keadaan seperti itu dibandingkan berani menentang dan mengubahnya. Ya iyalah, bayangin aja kalo orang yang buka gerbang tol itu orang-orang biasa yang jabatannya cuma staff di perusahaan swasta mana gitu. Kalo ngga digondol ke kantor polisi, ya dimaki petugas, boro-boro jadi berita dan ditanggapi positif begini.

Hari itu emang apes banget dah buat Jasa Marga, karena emang kebetulan aja yang iseng lewat itu sang menteri yang punya pandangan kritis. Andai saja lebih banyak orang berani seperti Mr. Dahlan, mungkin pemaksimalan berbagai bidang di negeri ini bisa berjalan cepat. Amin.

Lemahnya manajemen pengelola jalan tol tersebut dalam hal kedisiplinan waktu dan pengawasan (controlling) para pegawainya, jadi hal yang paling mengganggu saya. Keterlambatan mereka mengisi dan membuka loket justru menambah masalah di ibukota yang emang kepadatan lalu-lintasnya udah parah. Lha ini ditambah pada datang telat! KENA DEH!!

Oleh karena itu sebagai karyawan, baik yang bekerja di BUMN maupun bukan, sudah selayaknya kita bercermin, karena bagaimanapun juga yang kita kerjakan itu untuk orang lain. Apalagi BUMN yang jelas-jelas menyangkut hajat hidup orang banyak. Masyarakat tentunya bergantung pada mereka.

Nah, di sini disiplin waktu tentu jadi salah satu hal penting. Mungkin ngga kepikiran sebelumnya sama kita bahwa produktivitas kerja bisa meningkat kalo kita bisa disiplin menggunakan waktu. Atau sebetulnya selalu kepikiran tapi selalu kita jadikan excuse?

Tahu Michael Jordan dong? Memangnya pemain basket legendaris Amerika itu bisa berhasil karena dia emang berbakat dan sudah takdirnya? Kalau Anda baca profilnya, mungkin Anda akan terkejut betapa banyaknya kegagalan dan penolakan yang ia dapatkan waktu dia mulai menjajal buat jadi pemain profesional.

[caption id="attachment_177511" align="alignleft" width="157" caption="image via http://bit.ly/GCy2Ap"][/caption]

Tapi dari berbagai kegagalan itu, dia lalu berkompromi dengan waktu. Dia menggunakan lebih banyak waktu untuk berlatih. Seperti banyak diceritakan, Jordan selalu pergi lebih awal ke sekolahnya untuk latihan basket. Bahkan saat timnya kalah pada pertandingan terakhir di suatu musim pertandingan, setelah pertandingan jam demi jam ia lewatkan untuk melatih lemparannya. Dia bilang, "Gue mau menyiapkan diri buat season berikutnya.".

Disiplin waktu dan kerja keras jadi modal Jordan sampai bisa berhasil di dunia basket. Kebesaran namanya bahkan sempat bikin gereget NBA hilang dia memutuskan pensiun. Mungkin ini sama kondisinya saat nanti kita ngga lagi lihat Valentino Rossi di Moto GP. Sebegitu besarnya peranan kedisiplinan dalam hidup pemain basket yang pernah main bareng sama Bugs Bunny ini.

Menumbuhkan disiplin/ kedisiplinan emang ngga instan sifatnya. Hari ini rajin, besok udah kelihatan hasilnya, ya belum tentu. Disiplin itu investasi jangka panjang. Makanya itu dibutuhkan ketekunan saat kita berkomitmen untuk mendisiplinkan diri, bukan cuma urusan kerjaan lho tapi juga urusan peningkatan kualitas pribadi.

Hal ini juga yang kemudian bisa memicu perubahan positif yang mungkin sebelumnya ngga pernah kita bayangkan. Atau mungkin selalu kita bayangkan, tapi ketidakdisiplinan dan ngga ada komitmen kuat yang akhirnya bikin semuanya tertunda, atau (sengaja) kita tunda-tunda.

Ini mengingatkan saya juga sama salah satu prestasi Joko Widodo atau yang populer disapa Jokowi, yang berhasil menekan waktu pembuatan KTP menjadi cuma 1 jam. Menurut keterangannya, dulu bikin KTP bisa makan waktu 2 minggu, tergantung amplop katanya. Sampai akhirnya dia menemukan fakta bahwa sebetulnya bikin KTP itu cuma butuh 8 menit.

Saking ngototnya mengimplementasikan hal ini, bahkan Jokowi harus mencopot 3 lurah dan 1 camat. Ini semata-mata karena mereka ngga mendukung proses percepatan layanan tersebut, yang faktanya bisa lebih cepat. Ibarat di perahu yang musti didayung bareng-bareng. Ada salah satu aja yang ngga mendayung, ya cuma jadi beban di perahu itu, mending tendang aja ke laut. Ini salah satu wujud disiplin yang terbukti menciptakan perubahan positif terkait efektivitas waktu.

Begitulah ketegasan dan kedisiplinan yang perlu sama-sama kita miliki. Jangan sampai ditegur orang lain atau pimpinan dong! Tegurlah diri kita sendiri! Apakah waktu yang kita luangkan untuk berkarya sudah cukup? Apakah waktu makan siang kita lama-lamain karena alasan tempat makannya jauh, terus pulangnya macet? Apakah kita puas dengan keadaan yang sekarang dan tidak berusaha untuk lebih lagi? Ingat lho! "Di atas langit masih ada langit," kata orang bijak (entah siapa, saya juga dapat dari orang-orang yang hobi ngumpulin kata-kata mutiara).

Dengan kata lain, sebetulnya ngga ada batasan-batasan dalam hidup ini. Artinya untuk mendisiplinkan diri jangan dulu membatasi dengan ini-itu. Satu-satunya batasan yang saya sadari ada dan yang justru seringkali menghalangi saya adalah diri saya sendiri. Apa Anda juga merasa begitu? Kalau begitu mari jangan saling menghalangi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun