Abstrak :
Serat Wedhatama merupakan teks karangan Mangkunegara IV yang di dalamnya memuat nilai-nilai luhur kebudayaan nasional. Budaya luhur ini kemudian harus ditransformasikan dalam diri setiap individu melalui pendidikan, khususnya dalam upaya pencegahan tindak korupsi. Hal ini merupakan bagian dari proses penelitian dan pengembangan dengan menggunakan model Borg & Gall menuju pengembangan masyarakat yang bebas dari tindakan korupsi. Serat Wedhatama berbasis nilai untuk meningkatkan etika, tata krama, dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
Kisah hidup KGPAA Mangkunegara IV :
Silsilah atau asal usul keluarga KGPAA Sri Mangkunegara IV merupakan cicit dari Kepala Suku Mangkunegaran, tepatnya Pangeran Sambernyowo (KGPAA Sri Mangkunegara I). Dia adalah anak dari KPH. Hadiwijoyo I dan Raden Ajeng Sekeli, lahir di Surakarta pada Minggu Legi malam, tepatnya tanggal 8 bulan Sapar Jumakir (1738) atau bertepatan dengan tanggal 3 Maret 1811. Dengan namanya Raden Mas Soediro. Kakeknya, KGPAA Mangkunegara II, setelah Raden Mas Soediro lahir, langsung mengangkatnya. Raden Mas Soediro yang saat itu masih anak-anak diasuh oleh mbok Ajeng Dayaningsih, selirnya.Raden Kecil Mas Soediro dikenal sebagai anak yang cerdas dan cerdas. Pada usia 10 tahun, Raden Mas Soediro diserahkan kepada pamannya, Kanjeng Pangeran Rio , untuk dibesarkan. Pangeran Rio merupakan penerus takhta KGPAA II. Sudah menjadi tradisi di Kerajaan Mangkunegara bahwa putra-putra kerajaan yang telah mencapai umur tahun akan ditempatkan pada pendidikan militer. Raden Mas Soediro, berumur 15 tahun pada tahun , menjadi prajurit infanteri Legiun Mangkunegara. Setelah menyelesaikan pelatihan militer selama 1 tahun, ia dipromosikan menjadi perwira baru kompi 5. 3 tahun kemudian ia dipromosikan menjadi kapten. Pada masa tersebut, Raden Mas Soediro selalu menemani ayahnya, Raden Mas Rio, dalam menjalankan misi perang yang ditugaskan oleh KGPAA Mangkunegara II. Keberhasilan Raden Mas Soediro dalam perang memberinya banyak penghargaan dan mampu naik pangkat dengan cepat. Saat menjabat sebagai mayor infanteri, ia diangkat oleh ayahnya sebagai asistennya sekaligus gubernur Mangkunegara. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi Pangeran bergelar KPH Gondokusumo dan menikah dengan Raden Ayu Semi. Beliau mempunyai 14 putra dan putri. Pada saat KGPAA Mangkunegara III meninggal dunia, Raden Mas Soediro diangkat menjadi pemimpin berikutnya dan diberi gelar KGPAA Mangkunegara IV. Ia diangkat menjadi kepala suku pada usia 47 tahun . Masa pemerintahannya dimulai pada tahun 1853 hingga tahun 1881. Pada masa kepemimpinannya, kerajaan Mangkunegara mengalami masa keemasannya. KGPAA Mangkunegara IV dikenal sebagai seniman, pengusaha, negarawan, dan filsuf besar. Kemampuannya di bidang seni dan filsafat itulah yang pada akhirnya meninggalkan warisan yang sangat berharga tidak hanya bagi keluarga Mangkunegara tetapi juga bagi masyarakat luas di luar Mangkunegara. KGPAA Mangkunegara IV meninggal dunia pada usia 72 tahun dan dimakamkan di Astana Girilayu. Semasa hidupnya, KGPAA Mangkunegara IV menulis satu karya yang berjudul Serat Wedhatama yang berisikan petuah-petuah atau nasihat.
Pengertian Serat Wedhatama :
Secara harfiah Serat Wedhatama berasal dari kata: helai dimana berarti tulisan; wedha berarti doktrin atau pengetahuan; dan tama berasal dari kata hand yang berarti kebaikan.Oleh karena itu, Serat Wedhatama berarti karya yang berisi ajaran atau nasihat moral yang baik. Serat Wedhatama merupakan karya sastra yang berbentuk lagu, sebagaimana dikemukakan di awal kitab yang berbunyi: sinawung resmi kidung, artinya: dihiasi lagu-lagu indah (tembang). Lagu Serat Wedhatama digolongkan ke dalam lagu macapat. Terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian tembang macapat. Pertama, nyanyian macapat dibacakan dengan empat Wanda (suku kata) untuk setiap bait. Bait terakhir, jika tidak ada empat tongkat pun, akan dibacakan tersisa tongkat.
Secara garis besar, Serat Wedhatama memiliki tema/ gagasan yang terdiri atas 5 pupuh yaitu :
- Pangkur : Pupuh Pangkur merupakan salah satu bentuk tembang (lagu) dalam tradisi sastra Jawa kuno. Lagu Pupuh Pangkur mempunyai ritme atau genre khusus yang disebut "pangkur". Pupuh ini sering digunakan untuk mengungkapkan emosi atau isi hati dan sering digunakan untuk menyampaikan pesan moral atau ajaran bijak. Secara keseluruhan lagu Pupuh Pangkur mempunyai struktur yang khas dengan pola genre pangkur yang melibatkan rangkaian nada atau simbol musik tertentu. Pupuh ini sering digunakan dalam pertunjukan wayang kulit, pertunjukan wayang orang, dan upacara adat Jawa. Pupuh Pangkur merupakan bagian dari warisan sastra Jawa yang kaya dan mendalam, mencerminkan kearifan lokal dan tradisi budaya masyarakat Jawa. Secara umum lagu-lagu Jawa mengangkat berbagai topik, antara lain cinta, hikmah, dan kehidupan sehari-hari.
- Sinom : Pupuh Sinom merupakan salah satu jenis pupuh dalam tradisi sastra Jawa yang menggunakan pola irama sinom. Pupuh ini memiliki ciri khas pola atau simbol musik tertentu. Seperti pupuh-pupuh lainnya, Pupuh Sinom sering digunakan dalam berbagai bentuk seni pertunjukan tradisional Jawa seperti wayang kulit, wayang orang atau dalam rangka upacara keagamaan dan budaya. Pupuh Sinom sering digunakan untuk menyampaikan berbagai pesan antara lain pesan moral, ajaran bijak atau untuk menggambarkan keindahan alam dan kehidupan sehari-hari. Sifatnya yang fleksibel membuat Pupuh Sinom dapat beradaptasi dengan berbagai tema dan situasi. Pupuh Sinom, sebagaimana pupuh lain dalam tradisi sastra Jawa, merupakan bagian dari kekayaan budaya dan seni Jawa yang mempunyai nilai sejarah dan estetika tinggi.
- Pocung : Pupuh Pocung merupakan salah satu jenis pupuh dalam tradisi sastra Jawa. Pupuh Pocung mempunyai pola irama yang disebut "pocung", oleh karena itu dinamakan demikian menurut pola tersebut. Pupuh Pocung sering digunakan untuk menyampaikan pesan moral atau ajaran hikmah. Seperti pupuh lain dalam tradisi sastra Jawa, Pupuh Pocung dapat digunakan dalam berbagai bentuk pertunjukan tradisional, seperti wayang kulit, wayang orang atau dalam rangka upacara keagamaan dan budaya. Setiap pupuh mempunyai strukturnya masing-masing, baik dari segi irama maupun isi liriknya. Pupuh Pocung sendiri mencerminkan keragaman ekspresi seni sastra Jawa, kaya akan nilai budaya dan spiritual.
- Gambuh : Pupuh Gambuh adalah salah satu jenis pupuh dalam tradisi sastra Jawa. Pupuh ini mempunyai ciri pola ritme atau alur yang disebut "gambuh". Pupuh Gambuh sering digunakan dalam seni pertunjukan tradisional Jawa seperti wayang orang. Pupuh Gambuh sering digunakan untuk menceritakan kisah-kisah epik atau legenda dengan gaya dramatik. Lagu-lagu Gambuh dapat mencakup berbagai tema, termasuk kisah heroik, mitologi, atau religi. Pertunjukan wayang Gambuh melibatkan penggunaan tokoh-tokoh wayang dan tari sebagai bagian integral dari pertunjukan.
- Kinanthi :Pupuh Kinanthi ini mempunyai ciri pola ritme atau alur yang disebut "kinanthi". Seperti pupuh lainnya, Pupuh Kinanthi digunakan dalam seni pertunjukan tradisional Jawa seperti wayang kulit, wayang orang atau dalam berbagai konteks ritual keagamaan dan budaya. Lagu-lagu ini mungkin mencakup topik-topik seperti kisah cinta, kebijaksanaan, atau kisah sejarah. Struktur dan ritme Pupuh Kinanthi memberikan nuansa tersendiri pada pementasannya dan menambah keindahan sastra Jawa. Pupuh Kinanthi mencerminkan kekayaan keberagaman sastra dan seni tradisional Jawa. Pertunjukan yang melibatkan Pupuh Kinanthi sering kali menampilkan keterampilan artistik termasuk pertunjukan musik, tari, dan teater, menjadikannya bagian integral dari budaya Jawa.
Mangkunegara IV menegaskan, kekuatan finansial merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup manusia.Pengaruhnya meliputi keberadaan manusia dimana dia akan dihormati dan dihargai bahkan melalui kemerdekaan. Oleh karena itu menurut Mangkunegara IV, manusia harus bekerja menghidupi dirinya sendiri agar dapat mencapai kehidupan sejahtera lahir dan batin. Ajaran ini kemudian dituangkan dalam bentuk motivasi melalui konsep Tri Ugering ngaurip. Konsep susunan ngaurip dalam kamus dapat diartikan sebagai "tiga hal yang menjadi tonggak penunjuk jalan kehidupan".