Yang kedua, Pasal 27 Ayat (3) UU ITE juga kurang tepat diterapkan dalam kasus ini yang mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik, yang berbunyi "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) dalam penerapannya harus mengacu kepada ketentuan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP yang mengatur mengenai pencemaran terhadap individu. Artinya, pasal tersebut hanya dapat dikenakan terhadap pencemaran yang ditujukan terhadap orang perseorangan, bukan terhadap institusi ataupun organisasi.
Dalam HAM, Seharusnya setiap manusia bebas untuk berpendapat dan bebas berkomentar terlebih lagi di negara demokrasi. Namun, hukuman yang diterima Jerinx adalah hal yang kurang tepat. Jerinx hanya menyampaikan pendapatnya lewat sosial media namun mendapatkan hukuman sebuah kurungan penjara.
Menurut Pakar Hukum Pidana UII Prof. Mudzakkir yang menyatakan bahwa kritik seharusnya tidak dipidana karena, dalam bahasa hukumnya orang menyampaikan kritik tidak bisa dipidana karena kritik adalah hak konstitusional warga negara, Maka dia tidak dapat dipidana. Tindakan Jerinx merupakan kritikan terhadap kebijakan penanganan Covid-19 saat ini, sehingga seharusnya kritikan harus dibalas dengan argumentasi atau pembenahan kebijakan, bukan dibalas dengan kriminalisasi.
Media sosial menjadi salah satu media yang sangat digandrungi oleh masyarakat. Karena media sosial sangat berperan penting dalam proses komunikasi, Komunikasi adalah proses penyampaian informasi (berita, ide, gagasan). Segala informasi dapat menyebar dengan cepat dan dalam skala besar di media sosial. Saat ini, siapa pun bisa membuat informasi dan menyebarkanya di media sosial. Selain itu, media sosial juga kerap digunakan masyarakat untuk menyuarakan pendapatnya baik itu kritik maupun saran tentang penanganan Covid-19 di Indonesia. Sehingga fenomena misinformasi tidak dapat dihindari.
Perkembangan media sosial akhir-akhir ini sangatlah pesat. Karena banyak orang yang menggunakan media sosial tetapi kurang memahami arti dari media itu sendiri. Salah satu media sosial yang digunakan adalah Instagram. Instagram adalah aplikasi media jejaring sosial yang dapat menghasilkan dan memposting foto secara instan. Perkembangan media sosial secara langsung mempengaruhi tatanan perilaku manusia, tidak hanya sebagai sarana informasi, tetapi juga sebagai sarana sosialisasi dan interaksi antar manusia. Media sosial seolah menjadi wadah untuk menyebarkan segala aktivitas yang seringkali mengesampingkan etika dalam media sosial. Hal ini terlihat pada penggunaan bahasa yang kasar dalam berkomunikasi. Etika yang baik di media sosial adalah tidak menggunakan kata-kata kasar, provokatif, pornografi atau SARA, tidak memposting artikel atau status palsu, tidak mengcopy paste artikel atau gambar berhak cipta, dan memberikan pendapat maupun komentar yang baik dan relevan.
Dari kasus Jerinx dapat menjadi pelajaran bagi kita semua agar selalu berhati-hati dalam menyampaikan kritik ataupun pendapat di media manapun. Setiap tulisan, kritik, ataupun pendapat yang diunggah tentunya memiliki konsekuensinya tersendiri sehingga tanggung jawab sangat diperlukan. Semoga masyarakat bisa lebih cerdas dan bijak dalam memberikan kritik di media sosial dengan menjunjung tinggi rasa hormat dan menghargai satu sama lain.
Aditya Dwi Rachmad - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H