Keberadaan media dalam menjadi suatu kebutuhan dalam menunjang berbagai aktifitas masyarakat. Dalam era digital, masyarakat Indonesia sangatlah dimudahkan dalam memperoleh hak informasi secara cepat. Media seperti halnya pesan dan isyarat, sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pertukaran informasi di dalam masyarakat.
Sebuah kondisi di mana hadirnya kemajuan teknologi media komunikasi telah berlangsung dan berhasil memainkan perannya yang cukup signifikan di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan demi perubahan silih berganti, beradu dan bernanyi seiring irama yang dikehendaki. Semua seolah menjadi bagian dari apa yang dinamakan masyarakat media.
Kemajuan sistem teknologi komunikasi dan informasi tentunya memberi suatu kemudahan dalam hal proses interaksi yang berlangsung antar umat manusia. Media sosial contohnya yang menjadi wadah momentum menyambungkan lidah dalam mewakili interaksi-interaksi kumulatif diharapkan dapat mendatangkan kemaslahatan umat manusia untuk menciptakan pola komunikasi baru.
Sejak evolusi dari penemuan di bidang teknologi media dan inovasi internet, beragam pola dan diskurs interaksi berkembang sangat cepat. Bungkamnya semua mulut telah dibuka lebar-lebar semenjak runtuhnya dinding orde baru. Orde reformasi menjadi wajah baru dengan segala perjuangan dan literasinya. Aspek kehidupan manusia, seperti komunikasi maupun interaksi juga mengalami perubahan yang tidak terduga sebelumnya.
Saat ini media sosial menjadi senjata baru dari proses interaksi sosial. Media sosial menciptakan pola yang mengikat secara erat terhadap siapa saja penggunanya untuk terus membuka atau mengakses apa yang ada di depan mata. Terkurasnya waktu dalam merawat dan menghidupi apa yang ada dalam media sosial menjadi kewajiban yang harus dipenuhi.
Masyarakat dalam akses bermedia sosial tentu bukan lagi menyangkut persoalan pribadi saja, melainkan sudah berkembang pada aksesbilitas ranah publik yang tinggi. Batas privasi seakan menjadi sampingan manakala menu perhatian ruang publik semakin meningkat. Derasnya perhatian ruang publik yang dikonsumsi menandakan demokrasi semakin menunjukan taringnya.
Eksistensi dan perhatian masyarakat terhadap apa yang menjadi kehidupan ruang publik sangat diperhatikan. Hal itu ditandai dengan penuhnya kicauan di beranda-beranda media sosial. Hegemoni ini yang menjadikan perkembangan media sosial terus berlanjut dan semakin memanjakan masyarakat dalam tren masyarakat media.
Ada yang tetap harus diperhatikan dalam eksistensi masyarakat media, layaknya interaksi di kehidupan nyata, pengguna media sosial juga perlu memiliki aturan dan etika. Etika dalam bermedia sosial harus menjadi sebuah konvensi yang diperhitungkan dan dirawat sebagai buku panduan dalam proses komunikasi di dunia maya.
Alasanya tentu memperhatikan apa yang menjadi keseimbangan antara dunia nyata dan dunia maya. Maksud keseimbangan di sini adalah memperhatikan pola interaksi yang ideal, tanggung jawab dan berkeadaban. Akhir-akhir ini dinamika sosial masyarakat Indonesia mengalami perubahan yang sangat mencolok. Perubahan tersebut dapat dirasakan dari perkembangan pola perilaku mereka dalam bermedia sosial.
Penggunaan media sosial telah masuk pada ambang kekhawatiran yang menegangkan, karena kita tahu apa yang menjadi konsekuensi yang ditimbulkannya. Seiring pula dengan permasalahan yang terjadi akibat media sosial kerap menyita perhatian publik hingga tak sedikit menjadi isu seantero bangsa Indonesia. Berbagai diskurs tentang media sosial sering menjadi perbincangan panas.
Melihat ledakan pola komunikasi media sosial itulah menjadi tugas berat bangsa Indonesia dalam menggagas dan mencanangkan solusi apa yang pas, berimbang dan berkeadilan. Pemimpin bangsa tentu harus tidak memandang remeh persoalan ini. Para tokoh-tokoh bangsa, kaum intelektual atau akademis, pengamat sosial, dan seluruh rakyat Indonesia memiliki andil bersama dalam memperhatikan ini semua.
Solusi demi solusi tentu harus diciptakan guna mengurangi ekses konflik yang berkepanjangan di tengah masyarakat. Kebingungan dan kegagapan dalam menciptakan jalan keluar mengakibatkan masalah terkait media sosial terus bergulir hingga mempengaruhi pola perilaku bangsa Indonesia.
Berbagai regulasi dan aturan telah diciptakan dalam membendung masalah bermedia sosial ini. Pemerintah dengan berbagai kebijakannya telah mengeluarkan mulai dari teguran atau surat peringatan, pemberhentian sementara, pemberian sanksi administratif, pemblokiran, hingga pencabutan izin telah dilakukan. Tidak sampai di situ, pelaku atau pengguna media sosial yang terlibat dari pelanggaran penyalahgunaan media sosial juga diberikan sanksi tegas hingga sanksi pidana.
Namun kenapa sampai sekarang, semua itu masih terjadi dan terjadi...???
Semua alternatif di atas adalah gambaran umum yang diupayakan dapat terwujud. Tidak menutup kemungkinan hal itu menjadi solusi akhir yang menjadi harapan bangsa ini agar permasalahan dalam bermedia sosial tidak semakin liar dan brutal.
Ada hal yang lupa dipikirkan bangsa ini, yaitu persoalan etika bermedia sosial. Berbagai solusi di atas adalah proyeksi dalam jangka pendek saja, tidak mampu bertahan dalam jangka lebih lama. Meskipun berhasil, jika ada gesekan yang terjadi maka akan menimbulkan eskalasi konflik yang berulang.
Satu-satunya cara adalah kembalikan pada penilaian moralitas. Kembalikan pada ukuran moral dan etika. Ukuran itu yang sebenarnya telah dipegang kuat oleh pendahulu kita. Norma etika telah mewarisi bangsa ini sesuai dengan apa yang diperjuangkan pendahulu kita. Etika antar sesama manusia telah menjadi penghormatan tinggi dalam menjalin kekeluargaan dan toleransi.
Moralitas adalah kesesuaian antara sikap dan perbuatan dengan norma yang dipandang sebagai "kewajiban". Moralitas merupakan bentuk kesadaran bahwa sikap atau perbuatan individu yang taat pada aturan atau hukum adalah sebuah kewajiban. Moral sebagai perwujudan dari tingkah laku manusia.
Moralitas bermedia sosial adalah perwujudan tentang ukuran tingkah laku manusia yang harus mempertimbangkan ukuran kebermanfaatan lebih tinggi dibanding keegoisan. Bermanfaat bagi orang lain dengan memberikan kebaikan dalam pandangan kesatuan bangsa. Kesatuan bangsa ini melahirkan kerukunan antar umatnya.
Menjadi ironis manakala media sosial sekarang digunakan bukan pada semestinya. Ujaran kebencian dan memproduksi informasi hoax adalah bentuk rendahnya kualitas etika dalam diri kita. Mengumpat atau menghina merupakan sebuah gambaran bahwa nilai etika lebih diperlukan dan harus dimiliki anak bangsa ini.
Sebab itu tentunya perlu segera dalam mencari jalan keluar terbaik. Solusi yang mempertimbangkan ukuran keadilan, keberadaban, dan usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan agar persatuan bangsa ini tercipta.
Solusi atau upaya dalam pemecahan akar masalah akibat perilaku penggunaan media atau bermedia sosial dapat dilakukan dengan beberapa hal.
Pertama, mengembalikan tatanan etika yang sesuai dengan nilai dan norma sosial dari kearifan lokal bangsa Indonesia. Kedua, berusaha untuk tidak mementingkan ego pribadi, kelompok atau golongan. Ketiga, bersatu memperjuangkan nilai bersama, yaitu bersatu hanya karena satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air. Keempat, memperbaiki kualitas demokrasi dengan meningkatkan kedewasaan cara berfikir dalam menghadapi persoalan. Seringkali dalam menghadapi persoalan, kita banyak menggunakan sentimenitalitas yang tinggi dibanding kemampuan kedewasaan dalam cara berfikir.
Selalu ada harapan yang harus diperjuangkan dalam menemukan apa yang bukan menjadi wajah kita. Kebencian dan permusuhan yang dipelihara dalam media bukanlah menjadi wajah bangsa Indonesia yang sebenarnya, karena Indonesia diwariskan dengan apa yang disebut kearifan lokal sebuah gagasan yang mementingkan persatuan dan kesatuan.
Satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air itulah yang menjadi kekuatan bangsa bersama dalam mengembalikan ukuran kebersamaan. Toleransi tersebut yang dipupuk untuk meniadakan rasa kebencian di antara kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H