Adapun kekurangan yang  terjadi terdapat pada pihak swasta yang kesulitan berinvestasi karena regulasi yang diberikan oleh pemerintah berbelit-belit atau tidak tampak keselarasan , hal tersebut juga yang membuat alur birokrasi dan rencana tata ruang belum berjalan dengan baik.
Sebagai contoh di Indonesia Public Private Partnership digunakan untuk pembangunan infrastuktur jangka panjang seperti pembangunan tol, jalan raya, pembangkit listrik, perusahan air minum dan masih banyak lagi.
Berbeda dengan India yang menerapkan skema Public Private Partnership sebagai ladang untuk menciptakan lapangan kerja.Â
Hal tersebut bisa dipertimbangkan oleh pemerintah Indonesia agar bisa memanfaatkan suatau skema Public Private Partnership sebagai ladang untuk menciptakan lapangan kerja.
Keuntungan PPP bukan hanya terletak pada masyarakat secara pengguna atau penikmat saja melainkan bisa terkena dampak sebagai pelaku dari pembangunan tersebut. Tentunya tidak asal memilih tenaga kerja saja tetapi mengkualifikasikan nya terlebih dahulu.
Jika melihat penerapan Public Private Partnership pada negara maju seperti korea selatan untuk mengakses teknologi baru yang sudah terbukti tidak asing lagi. Tetapi bagaimana jika diterapkan di Indonesia ?.
Hal lain dan tak bukan tentunya harus memilki kualifikasi tersendiri untuk memajukan teknologi jika memang kedepannya akan diterapkan di Indonesia. Tentunya dengan hadirnya teknologi akan lebih mudah dalam memajukan infrastuktur di negara kita.  Tetapi pendapatan negara ataupun peran dari pihak  swasta dalam pendanaan harus lebih dari cukup jika menerapkan teknologi pada Public Private Partnership ini.
Public Private Partnership sudah tertuang pada PP nomor 27 tahun 2014 serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.06/2014 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara tentunya dengan penerapan skema Kerjasama pemanfaatan (KSP).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H