“Hhhhh…. Baiklah, bicaralah. Tapi ingat, jika yang kau katakan ini sesuatu yang mengecewakan, aku juga akan berhenti memberimu nasehat. Camkanlah itu..!!!” jawabnya.
“Hhhhhh.. Sebelumnya aku minta maaf,” aku melenguhkan nafas sejenak.
“Aku ingin mengumpulkan sebanyak-banyaknya Materi. Itulah intinya. Aku ingin memastikan bahwa aku cukup aman mengarungi bumi ini tanpa harus takut mati kehabisan energi sebelum waktunya. Aku juga tetap ingin mencerahkan dunia yang carut-marut ini, Kawan. Oleh karena itu aku ingin menjadi sesuatu yang bersifat mengumpulkan, namun masih memiliki ARTI..” ucapanku terhenti, ingin memastikan dia mengerti ucapanku.
“Lanjutkanlah, kau belum selesai. Aku bisa menebak arah pembicaraanmu itu,” ucapnya.
“Ya… Aku ingin menjadi Awan,” tegasku.
“Heh… sudah kuduga itu.” Komentarnya.
“So… well… menurutmu bagaimana, kawan… Apakah engkau mendukung tujuan baruku, atau engkau menentang dan pergi meninggalkan aku?” tanyaku
“Ok.. Menurutku itu pilihan yang bagus. Ok.. ok.. baiklah. Kudukung pilihanmu. Tapi cukup.!! Inilah pilihan akhirmu. Jangan lupakan lagi kodratmu. Kumpulkanlah materi-materi ke dalam himpunan awanmu. Jadilah awan yang besar…!!! Lalu curahkanlah Hujan, sebelum engkau terlalu besar dan meledak tanpa arah dan menimbulkan badai.. Baiklah.. Awan..”
Maka dimulailah sebuah perjalanan baru. Aku yakin seyakin-yakinnya bahwa temanku akan selalu ada di sampingku. Memberi arah yang benar, ketika Setan sudah menguasaiku dengan seluruh goda dan kepuasan yang ditawarkan nafsu…. Dialah Nurani, sahabatku…. Teman baikku… mengingatkan bahwa aku sudah terlalu jauh dari tujuanku.
Ayo kawan… Bismillahirrahmanirrahim
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H