Fenomena Aneh. Tidak wajar. Sulit diterima logika. Tidak sesuai dengan  teori ekonomi. Bertentangan dengan arus utama. Semua terbalik -balik. Yang penting dikalahin sama yang sampingan. Kebutuhan primer tergeser oleh kebutuhan  tersier. Itulah fenomena yang ada di depan kita saat ini.
Kata orang saat ini jaman susah. Mencari uang makin susah. Orang jualan susah. Yang jualan makanan mengeluh dagangannya tidak  laku.  Sisa dagangan  banyak. Yang jualan pakaian , mengeluh.Â
Sudah seminggu hanya laku satu setel pakaian. Yang jualan perabot juga berkeluh kesah. Sudah keliling ke sana kemari, keluar masuk kampung, tak ada juga yang datang menghampiri untuk membeli. Katanya karena menjamurnya  online shop. Namun nyatanya di online shop juga menunjukkan gejala yang sama.
Berbagai upaya sudah ditempuh. Harga  diturunin dari sebelumnya. Namun harga yang turun, belum  mampu juga meningkatkan penjualan.  Tetap saja warung sepi. Tetap saja toko tidak ramai dikunjungi pembeli.  Tetap saja jarum jam berputar hanya diisi dengan menunggu, dan menunggu calon pembeli. Yang tidak tahu kapan datang menghampiri.
Keadaan yang sudah susah, masih ditambah PHK dimana mana. Tetangga  yang diharapkan membeli dagangan, sekarang sudah tidak bekerja lagi. Itu hanya pertanda , sudah berkurang satu pembeli.
Kata orang  jaman lagi susah. Tapi tiket konser ludes terjual. Konser group band Sheila on 7 laris manis. Stadion konser  di beberapa kota penuh  oleh puluhan ribu  penggemar . Konser Bruno Mars di JIS membludak. Ticket VIP yang mencapai 5 juta juga dibeli. Tak menjadi masalah, meski harus merogoh kocek yang cukup dalam. Tak peduli konser digelar awal bulan atau akhir bulan.
Katanya jaman lagi  susah. Tapi yang beli Boneka La Bubu ngantri. Boneka lucu keluaran dari Pop mart.  Boneka  berkarakter peri itu bukan membuat takut  justru diburu. Meski harus mengeluarkan uang Lima jutaan rupiah.Â
Demi memiliki boneka yang dipakai sebagai bag charm  oleh Lisa member girlband Blackpink , dengan type Zimomo Originalnya. Enggak tahu karena bonekanya sendiri yang menarik atau karena pengaruh keseksian Lisa yang berdarah negeri Thailand tersebut.
Katanya jaman susah . Namun  yang beli  Iphone 16 harus open order. Yang tidak pesan tidak akan punya kesempatan memilikinya. Iphone seri terakhir yang menjadi symbol kelas elit .Â
Dan meski harus open order, calon pembeli tetap tak undur diri. Harga 25 jutaan untuk varian terendah tak membuat surut langkah . Harga 34 jutaan untuk type tertinggi tak membuat ciut nyali untuk membeli.
Lalu apa yang sebenarnya sedang terjadi ? Kata orang , karena Doom spending. Orang beli tidak ikuti kebutuhan. Orang beli ikuti kesenangan. Lapar tidak  masalah yang penting senang. Kehujanan tidak apa -apa yang penting bisa melihat artis idola kesayangan.
Kata orang, karena adanya kesenjangan sosial yang tinggi. Yang beli beli barang mewah , menonton konser itu dari kelompok berada. Mereka tak terpengaruh  kondisi susah. Meski harus berbelanja jutaan rupiah.Â
Apalah arti pengeluaran itu dibanding dengan uang yang mereka simpan di rekening bank. Sementara kelompok bawah, yang jumlahnya jutaan orang ya tetap saja susah.
Kata orang karena  Lipstick effect. Yang penting terlihat cantik menarik. Tidak peduli meski dompet terasa tercekik. Dan harus siap siap dikejar tukang kredit. Begitu deretan kebutuhan menjepit. Dan bersiap dengan seribu alasan untuk berkelit.
Ada yang karena terpengaruh  FOMO dari medsos. Yang penting ikut apa yang tengah naik daun. Ikut nebeng terkenal dan dieluk-elukan banyak  orang. Merasakan apa yang selama ini melekat dengan dunia selebriti.Â
Meski tanpa sadar pohon  penghasilan yang dinaikin tak kuat menahan beban berat pengeluaran dan akhirnya patah dan menjuntai ke bawah ke permukaan  tanah.
Itu semua karena Pinjol dan Paylater yang menjamur, kata yang lain. Orang mudah mendapatkan pinjaman uang. Akhirny meminjam bukan untuk hal yang apa yang dibutuhkan . Namun meminjam hanya untuk mengikuti yang enak dipandang  mata.Â
Mendapat pujian orang. Meski akhirnya matanya yang berbinar sementara  itu kembali harus menetsekan air mata  dalam waktu yang lebih lama. Karena pinjamantak terbayar dan  terus  berbunga.
Yang melihat dari sudut yang kelompok serba susah , mengatakan keadaan lagi tidak baik baik saja. Sementara yang melihat keadaaan ramainya tempat tempat untuk kesenangan , larisnya barang barang untuk prestise , menyimpulkan  keadaan baik baik saja.Â
Seharusnya harus dilihat dari kedua sisi. Â Biar adil dan tidak ada keperpihakkan. Tidak ada yang tersakiti perasaannya . Masa kondisi sedang susah dikatakan baik baik saja. Atau bersenang senang sebentar kemudian menderita berbulan bulan, dikatakan oke oke saja.
Atau jangan jangan, memang definisi tentang baik baik saja perlu ditafsirkan ulang. Kalau sebelumnya yang baik baik saja  adalah ketika orang-orang  bisa terpenuhi kebutuhannya sesuai urutan kebutuhan hidup manusia. Tercukupi pangannya, tercukupi  sandangnya, dan juga papannya. Lalu bisa memenuhi kebutuhan sekunder bahkan  tersiernya.
Sekarang yang dikatakan baik-baik saja  adalah Ketika banyak orang mampu memenuhi kebutuhan  sesuai apa yang disenanginya. Tidak perlu harus sesuai urutan. Tidak apa-apa lapar yang penting bisa nonton konser.Â
Tidak apa apa juga gak bisa beli pakaian baru  untuk kerja yang penting punya boneka La Bubu. Atau gak apa apa juga  nunggak  bayar uang  kontrakan  rumah yang penting bisa memiliki iphone seri terbaru.
Sepertinya memang keadaan mulai berubah. Dan perubahan itu terjadi di semua kelas ekonomi. Dan terjadi secara massif atau massal. Semua sekarang mengejar kesenangan. Mengejar  pleasure. Kelas ekonomi atas  mencari kesenangan. Kelas menengah mencari kesenangan .Â
Bahkan kelas ekonomi bawah pun mencari kesenangan. Kalau dulu ada seorang bapak dari kelompok miskin, lebih memilih membeli rokok dari pada untuk beli beras ,disebut aneh. Pun ketika seorang anak muda pekerja bangunan  lebih memilih  membeli secangkir kopi daripada beli  sarapan pagi, juga diangap aneh.
Dan sekarang ketika gaya mencari atau memprioritaskan kesenangan itu terjadi di semua lapisan kelas ekonomi di masyarakat.  Terjadi secara masal.  Akhirnya  apa yang kita katakan sebagai fenomena aneh ekonomi  saat ini menjadi  hal yang memang seharusnya  terjadi. Dan peran negara menjadi hal yang terus dinanti-nanti untuk memberi solusi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H