Mohon tunggu...
Adi Triyanto
Adi Triyanto Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sebuah Perusahaan swasta Di Tambun- Bekasi-Jawa Barat

Lahir Di Sleman Yogyakarta Bekerja dan tinggal Di Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Diary

Gerbong Neraka Kereta Jatinegara- Solo Mei 1998 (Part 2)

25 Mei 2024   08:42 Diperbarui: 25 Mei 2024   08:47 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Mendekati waktu tengah hari , stasiun mulai terlihat ramai. Banyak calon penumpang mulai berdatangan ke stasiun. Dengan tujuan yang sama , pulang kampung. Keluar dari kota Jakarta. Menghindari keadaan yang sedang rusuh. Nanti balik lagi setelah kondisi mulai kondusif dan aman kembali.

Makin dekat jam keberangkatan kereta , stasiun makin dipenuhi orang orang yang mau keluar dari Jakarta. Dan ruangan -ruangan tunggu di stasiun mulai penuh. Bahkan mulai meluber ke area area peron tempat naik gerbong kereta.

Anto dan temannya yang baru pertama naik kereta , mulai khawatir. Apakah nanti bisa dapat tempat duduk. Orang begitu tumpah ruah. Semua sudah bersiap di dekat jalur kereta. Begitu kereta datang, semua bersiap untuk masuk.

Berdesakan Dan Kepanasan

Dan mimpi buruk itupun dimulai. Bayangan bisa naik kereta dengan duduk tenang hilang seketika. Berganti dengan kekhawatiran. Bisa dapat tempat duduk atau tidak. Dan harus berdiri di tengah gerbong, sambil berpegangan besi yang melintang sebagai pegangan tangan bagi penumpang.

Dari arah barat, kereta terlihat memasuki stasiun. Para penumpang pun segera bergerak mendekat ke peron. Begitu kereta berhenti, orang orang segera berlarian menuju ke pintu masuk kereta. Dan terjadilah tumpukan orang orang di dekat pintu masuk. Semua berlomba menjadi yang terdepan. Pintu pintu kereta menjadi pusat kerumunan orang. Semua berlomba menjadi yang pertama memegang pintu kereta . Tak peduli harus mendorong. Berdesakan. Merangsek maju. 

Baju tertarik orang dibelakangnya.. Tas tertarik orang disebelahnya. Semua tak dipedulikan yang penting bisa masuk ke kereta duluan. Badan masuk, tetapi tas masih tertahan badan orang lain tidak boleh marah. Dalam situasi ini yang kuat yang berkuasa. Yang punya karcis saja namun fisik lemah, harus sabar menunggu yang kuat masuk duluan. Dan harus rela juga ketika akhirnya tidak mendapatkan tempat duduk.

Yang perginya berombongan dan mau kerjasama , bisa jadi pemenang juga. Temannya yang sudah masuk, segera menuju ke dekat jendela , minta temannya melemparkan tasnya ke dalam. Lalu ditaruh di kursi untuk menghalangi orang yang mau duduk. Kursi sudah ada yang menempati. Bahkan ada juga yang nekat masuk lewat jendela.

Setelah berjuang keras , Anto dan teman-temannya berhasil masuk ke gerbong sepert yang tertera di Ticket kereta yang dibeli . Namun ternyata semua kursi sudah terisi. Tidak ada lagi kursi yang kosong. Bahkan area antara kursi kursi yang berhadapan dan di area di antar kursi kanan dan kiri kereta juga sudah terisi penumpang. Penumpang masih terus bertambah. Ruangan tengah antar kursi sudah terisi penuh penumpang . Bahkan lorong lorong di sambungan gerbong juga diisi orang. Gerbong dan sambungan gerbong tak ada yang kosong. Bahkan kamar mandi pun juga diisi penumpang. Full booked. 

Tidak ada ruangan kosong sama sekali di dalam kereta. Bahkan di bagian luar lokomotif pun banyak orang yang duduk dan berdiri di area area yang bisa ditempati. Mirip pemandangan lokomotif dipenuhi penumpang di India ataupun Bangladesh. Meski ini sangat berbahaya. Dengan taruhan nyawa kalau sampai terjatuh. Mereka tak punya pilihan lain. Satu keinginan semua penumpang yang ada di kereta , keluar dari kota jakarta secepatnya.

Anto yang harus berdiri sambil menggendong tasnya masih merasa bersyukur masih bisa berada di dalam gerbong. Namun perasaan nyaman perlahan mulai hilang , ketika hawa dalam gerbong sudah mulai menghangat, karena penumpang yang membludak. Semua berkumpul di dalam gerbong tanpa melihat asal usul dan pekerjaan. Ada buruh pabrik, ada pedagang, ada pegawai . Ada juga pensiunan tentara. Meski berbeda beda, sekarang keienginan sama, kereta segara berangkat agar hawa menjadi lebih segar. Angin bisa berhembus dari luar. Lewat jendela jendela gerbong yang dibuka.

Kereta itu pun mulai bergerak perlahan meninggalkan stasiun Jatinegara. Menuju ke tujuan akhir stasiun Balapan Solo di Jawa tengah. Penumpang mulai lega. Namun itu ternyata baru awal dari Horor Perjalanan yang akan dijalani para penumpang.

Kereta mulai bergerak makin kencang . Dan kereta itupun berhenti di stasiun stasiun kecil untuk menaikan dan menurunkan penumpang. Ketika, kereta mengurangi kecepatan , penumpang yang berdiri terhuyung ke arah depan . Penumpang pun terdorong ke arah depan. Yang diiringi suara erangan penumpang yang merasa berat menahan bobot badan penumpang lain yang terhuyung ke arahnya. Anto pun tidak terlepas dari dorongan penumpang di sebelah dia berdiri. Hingga membuat posisi berdiri Anto tidak bisa tegak kembali seperti semula. Gerakan dorongan tidak kembali ke semula. 

Anto pun harus berdiri , tangannya berpegangan di besi atasnya sambil menahan tubuhnya yang miring . Penumpang berhimpit tanpa bisa bergerak bebas lagi. Penumpang usai lanjut mulai keteteran fisiknya. Akhirnya satu persatu , menyerah dan berusaha duduk di celah sempit tempat di mana kakinya sebelumnya berdiri. Ibu --ibu pun mulai ikut untuk duduk meski posisinya juga tidak nyaman. Itu lebih baik katanya. Daripada harus berdiri , dengan kondisi kaki yang sudah tak tahan menahan bobot tubuh. Kereta terus bergerak ke arah timur. Para penumpang pun terus diuji daya tahan tubuhnya untuk bertahan. 

Satu harapan dari para penumpang setiap kereta berhenti di stasiun berikutnya adalah ada penumpang yang turun. Sehingga kondisi lebih nyaman. Namun ternyata itu harapan kosong. Di stasiun di Timur Jakarta, justru penunpang masih bertambah. Setiap berhenti, penumpang yang di pimtu masuk selalu bersuara, kereta sudah penuh. Tidak bisa masuk. Namun ada saja calon penumpang yang tetap nekat mau masuk . Setelah merasa tidak dapat berdiri dengan nyaman dan berbahaya , mereka pun turun kembali.

Penderitaan para penumpang makin bertambah, ketika para pedagang asongan tetap berusaha menjajakan daganganya. Padahal untuk bergerak di tempat saja di dalam gerbong sudah susah . Apalagi untuk berjalan jalan. Setiap pedagang asongan bergerak , harus ada penumpang yang menggeser atau beringsut dari posisi awal badannya, agar bisa dilewati. Teriakan para penumpang agar pedagang asongan tidak berjalan jalan , tidak dihiraukan para pedagang. Mereka tetap memaksakan diri tetap berjalan di antara sela sela tubuh penumpang yang saling berdesakan. Meski setiap kali pedagang asongan melangkah mau menginjak lantai gerbong,tak jarang terdengar suara orang berteriak kesakitan karena terinjak. Ternyata ada orang yang sedang duduk di lantai gerbong terinjak.

Penderitaan penumpang belum juga berakhir di situ. Selain harus berdiri mereka juga harus memegangi atau memanganggul tas bawannya. Karena tempat menaruh barang di rak di atas tempat duduk paling pinggir sudah tersisi penuh semua. Mau ditaruh di lantai gerbong juga tidak bisa karena dipenuhi penumpang. Maka ketika kereta mengerem lajunya untuk berhenti, selain terdengar derit kereta , juga sering terdengar orang mengerang sakit karena tertindih tubuh orang di sebelahnya . Ada juga yang mengaduh karena tertimpa tas atau barang bawaan yang jatuh dari atas tempat barang. Di sini berlaku siapa yang kuat yang akan bertahan untuk berdiri sampai ke tujuan. Salah satunya adalah seorang pensiunan tentara yang berada di sebelah Anto berdiri. Seperti penumpang yang lain, pensiunan tentara itu pun harus berdiri berpegangan kepada pegangan besi di tengah gerbong, sambil tangan yang satunya memegang tasnya yang dipanggul di pundak. Fisiknya yang terlatih tidak terlihat letih sedikitpun.

Dan yang lebih memilukan adalah penderitaan anak-anak kecil. Penumpang yang rapat berhimpitan dan udara yang panas, membuat mereka tersiksa. Ketika kereta berjalan angin masih mengalir meski pelan dalam gerbong. Mereka masih merasa nyaman Tapi setiap kereta berhenti di stasiun stasiu kecil, terdengar tangisan anak anak yang mengeluh karena kesulitan untuk bernafas. Berbagai aroma tercium. Dan juga kepanasan. Suara yang selalu terdengar setelah bunyi deret suara rem kereta selesai adalah tangisan anak-anak kecil.

Penderitaan penumpang seolah belum berhenti. Satu kebutuhan penumpang perjalanan jarak jauh adalah ke toilet untuk buang air kecil . Dan penumpang yang penuh sesak menghambat kebutuhan itu untuk disalurkan. Jangankan untuk bebas pergi ke kamar kecil untuk buang air kecil, untuk berdiri dan bergerak ke arah kamar kecil saja mereka kesusahan. Harus melewati orang orang yang rapat berdiri di tengah jalur gerbong kereta. 

Dan yang lebih menderita lagi adalah ketika kamar kecil untuk kencing pun ternyata diisi penumpang. Karena ada yang merasa nongkrong di ruang sempit di toilet itu masih lebih nyaman daripada berdiri berhimpitan di gerbong atau di sambungan gerbong. Dan tak jarang banyak penumpang, yang justru menyalurkan hajat kencingnya dengan turun dari kereta dan kencing di semak semak di pinggir jalur kereta. Sekalian mencari dan menghirup udara yang lebih segar. Seperti itulah pemandangan yang terjadi di setiap stasiun stasiun pemberhentian kereta dari Jakarta hingga ke dekat perbatasan dengan Jawa tengah.

Ditengah suasana sulit menyalurkan hasrat ke kamar kecil itu pun masih ada ibu-ibu pedagang telur dari Solo yang berseloroh. " Suasana seperti ini, memang enak menjadi laki laki. Tinggal bawa plastik, bisa kencing di tempat. Tidak perlu ke kamar kecil . Beda dengan perempuan " Yang disambut tawa para penumpang meski sambil menahan rasa lelah berpegangan besi di tengah gerbong kereta.

Perjalanan panjang dari Jakarta ke tujuan ke jawa Tengah, membuat para penumpang bercengkerama dengan penupang di dekatnya. Pembicaraan yang bisa sedikit meredakan tekanan tidak nyamannya perjalanan. Sekaligus menyalurkan kebiasaan orang jawa yang terkenal dengan keramahtamahannya. Selalu menyapa kepada yang ada di dekatnya.

Dari pembicaraan mereka , ada ibu-ibu pedagang jamu. Ada pedagang telor asin . Ada buruh yang diliburkan. Ada juga pensiunan tentara yang hendak pulang ke kampungnya di Jawa Tengah. Dan ada juga bapak bapak seorang Guru dari Solo yang habis menengok anaknya yang sedang kuliah di Jakarta. Dia memastikan bahwa kondisi anaknya baik baik saja. Namun di perjalanan itu juga, Bapak itu dan para penumpang mendengar ada berita bahwa di Solo sedang terjadi kerusuhan juga ada aksi pembakaran . Yang mendekati ke daerah pemukiman bekas Menteri penerangan Bapak Harmoko. Bapak Guru itupun menjadi lemas tubuhnya. Karena dia membayangkan kondisi di kampung halamannya yang ikut menjadi korban kerusuhan. Padahal sebelumnya saat ditinggal pergi masih aman dan damai.

Horor di Atap Kereta

Kondisi penumpang yang penuh sesak, berdiri berhimpitan, menahan hasrat untuk ke kamar kecil, ternyata masih belum cukup. Ketika hampir semua penumpang , terfokus untuk usaha bertahan agar sampai ke tujuan, dari tempat duduk penumpang dekat jendela tiba-tiba terdengar suara . "Jangan, jangan. Jangan ditarik . Ini jacket ku". Suara perempuan muda itu mengejutkan banyak penumpang . Merekapun segera menoleh ke arah asal suara itu. Terlihat seorang perempuan muda itu masih tarik menarik jacket dengan seseorang di atap gerbong kereta. Namun tarikan perempuan muda itu kalah kuat dan dia harus merelakan jacket kesayangannya itu diambil orang. Penumpang lain pun tidak bisa berbuat banyak. Kecuali berteriak. Kejadiannya begitu cepat . Ruangan yang penuh sesak menjadi penghalang untuk bangkit dan mengejarnya..

Peristiwa itu memunculkan pikiran liar dalam kepala Anto. Keadaan yang sedang kacau , orang orang susah dikendalikan menjadi pemantik pikiran liarnya . Jangan jangan kereta ini disabotase. Suasana malam yang gelap dan kondisi yang tegang, membawa lamunan Anto dalam visualisasi salah satu adegan film Lebak Membara. Yang mengisahkan perjalanan kereta dari Lebak Banten menuju Jakarta. Yang dibintangi aktor laga George Rudy.

Namun bayangan pikiran Anto tidak menjadi nyata. Setelah kejadian sabotase jacket itu tidak disusul kejadian lain yang lebih heboh. Suasana kembali tenang. Kereta tetap melaju ke arah Timur tanpa gangguan. Kejadian itu hanya ulah sekelompok orang yang berusaha mencari keuntungan pribadi saja.

Yang membuat Anto dan temannnya agak tenang adalah bahwa di gerbong itu ada seorang pensiunan tentara. Meski hanya pensiunan , namun sudah memberikan dampak keadaan di gerbong menjadi lebih aman dalam suasana yang masih diliputi suasana kerusuhan.

Kereta kini mulai masuk ke daerah Jawa Tengah. Namun penumpang seperti tidak jua berkurang. Hingga sampai ke beberapa stasiun awal di daerah jawa Tengah pun para penumpang masih harus berjuang untuk bertahan di posisinya seperti ketika baru berangkat dari Jakarta. Anto yang memiliki fisik yang lebih bagus di banding teman temannya terlihat masih sanggup bertahan. Lain halnya dengan ketiga temannya yang berasal dari Wonosobo. Ketiga temannya itu perawakannya kecil. Mereka terlihat sangat tersiksa selama perjalanan . Apalagi yang umurnya masih muda sekali, baru lulus sekolah menengah. Makanya temannya itu menjadi karyawan termuda di perusahaan, masih 17 tahun kurang beberapa hari ketika masuk kerja.

Karena sudah tidak tahan lagi, ketiga teman Anto akhirnya turun di stasiun Purwokerto. Mereka terlihat lemas. Dan kalau dipaksa ke turun ke stasiun Kutoarjo, bisa bisa pingsan di kereta . Meski waktu masih tengah malam, mereka turun, agar bisa segera beristirahat. Menghirup udara segar. Dan besok paginya berangkat ke Wonosobo dengan kendaran bus trayek pertama.

Dan ternyata penumpang yang turun di Purwokerto juga hanya sedikit, sepertinya memang mayoritas penumpang adalah tujuan Solo. Dengan tiga temannya turun , Anto dan satu temannnya lagi terasa lebih nyaman posisi berdirinya. Mereka berduapun berjuang bertahan menuju tujuan sebagaimana rencana awal berangkat yaitu Anto turun di stasiun Tugu dan temannya yang satu lagi turun di stasiun Kutoarjo.

Kereta terus bergerak ke timur. Kini telah memasuki stasiun Kutoarjo. Di sini teman Anto yang berasal dari daerah Magelang turun. Meski orang ini juga fisiknya tidak terlalu kuat, tapi memaksakan diri turun di stasiun Kutoarjo. Karena kalau turun di stasiun Purwokerto takut , karena masih dini hari dan tidak hafal dengar jalur kendaraan sambungannya ke Magelang.

Akhirnya, jam lima kurang kereta mulai masuk ke stasiun Tugu, Yogyakarta. . Anto merasa tenang karena penderitaan segera berakhir. Dan bisa segera melepas keletihan. Begitu kereta berhenti sempurna, Anto segera bergegas menuju pintu keluar dan turun bersama beberapa penumpang yang lain. Setelah turun dari kereta dia segera mencari tempat yang agak nyaman dan dia pun menyandarkan tubuhnya di sebuah tiang . Meluruskan kakinya yang terlihat bengkak di lantai ruangan yang agak lega itu. Dia ingin melepaskan rasa lelahnya sepuasnya. Sambil menunggu bus kota yang memulai jalur trayeknya untuk pertam kali. Dan dilihatnya kereta jurusan Solo itu pun kembali berjalan melanjukan ke tujuan akhir stasiun Balapan di Solo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun