Minang Kabau berasal dari kata Minang dan Kabau, dimana "Minang" memiliki arti menang dan "Kabau" artinya kerbau. Penamaan minang kabau ini tidak terlepas dari seajarah yang ada, nama Minangkabau berasal dari sebuah peristiwa adu kerbau antara kerajaan Pagaruyung dengan kerajaan Majapahit didalam pertandingan adu kerbau tersebut dimenangkan oleh kerbau Minang sehingga disebutlah sebagai Minangkabau. Minang kabau sering juga disebut dengan Minang, kata Minang sangat identik dengan provinsi Sumatera Barat. Provinsi Sumatera barat terletak disepanjang pesisir pulau Sumatera.
Di Minangkabau terdapat satu ungkapan yang hingga saat ini dijadikan sebagai pegangan teguh masyarakatnya yaitu " Adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah" yang memiliki makna adat yang didasari oleh hukum Islam, hukum islam mengacu kepada kitab yang diturunkan Allah.Â
Didaerah Minang memiliki lima ciri khas yang sangat melekat dalam masyarakatnya, lima ciri khas tersebut yaitu Masyarakat minang manganut sistem matrilineal dimana garis keturunan melalui jalur ibu atau perempuan, Memiliki rumah adat yang dikenal dengan rumah gadang berupa rumah panggung dengan atap menyerupai tanduk kerbau, Keluarga perempuan menetap tinggal dirumah sedangkan keluarga laki-laki yang sudah beristri tinggal dirumah istrinya, Budaya merantau kaum laki-laki diminang, dan Ketetapan bahwa masyarakat yang satu suku tidak diperbolehkan untuk menikah. Berikut akan dijelaskan mengenai tiga hal yang menjadi ciri khas tersebut.
1. Masyarakat Minang menganut sistem Matrilineal (keturunan jalur ibu)
Matrilineal adalah suatu adat atau kebudayaan masyarakat Minang yang mengatur garis keturunan berasal dari pihak ibu. Sistem ini cukup unik karena di Indonesia hanya masyarakat Minang yang menganut sistem ini, daerah lain menetapkan garis keturunan berasal dari ayah atau pihak laki-laki. Sistem ini menyebar keseluruhan wilayah Sumatera Barat, sistem ini berfungsi untuk mengatur garis keturunan dan akan memudahkan Masyarakat Minang mengetahui garis keturunannya.
Dalam sistem matrilineal ini perihal membagi harta warisan juga memiliki ketetapan yang berbeda, dimana perempuan berhak mendapatkan harta warisan lebih banyak dari pada laki-laki. Hal ini sudah menjadi ketentuan dalam masyarakat Minang sehingga jika ada permasalahan mengenai membagi harta warisan itu sudah ada ketentuannya yang bisa dijadikan pedoman, sehingga pewaris laki-laki tidak dapat memberontak akan haknya yang ingin memiliki lebih. Jika seorang ibu punya banyak anak perempuan, harta akan dibagi secara merata kepada mereka. Karenanya, makin banyak garis keturunan sang ibu, maka harta waris yang didapat kian sedikit. Nah, jika seorang ibu tak memiliki anak perempuan sama sekali, maka garis keturunan di keluarga itu akan terputus dan harta waris harus diberikan kepada saudara dekat sesuku.
2. Memiliki Rumah Adat yang disebut dengan Rumah Gadang
Setiap provinsi tentunya memiliki rumah adat masing-masing, begitu juga dengan Provinsi Sumatera Barat memiliki rumah adat. Masyarakat Minang biasa memanggilnya dengan rumah gadang atau rumah bagonjong. Rumah gadang adalah nama panggilan untuk rumah tradisional diminangkabau yang banyak dijumpai diseluruh wilayah Sumatera Barat. Rumah gadang ini sering juga disebut sebagai rumah bagonjong atau rumah baanjuang karena memiliki bagian atap yang berbentuk runcing menjulang. Bentuk Rumah Gadang sendiri menyerupai bentuk kapal, yaitu kecil di bawah dan besar di bagian atas nya. Bentuk atapnya melengkung ke atas seperti setengah lingkaran, dan berasal dari daun Rumbio (nipah). Yang biiasanya Rumah Gadang digunakan sebagai tempat musyawarah oleh masyarakat Minangkabau.
Rumah gadang yang menjadi rumah adat masyarakat provinsi Sumatera Barat ini memiliki karakteristik tertentu yang juga memiliki makna tersendiri dalam pembangun dan pemahaman masyarakatnya, diantaranya yaitu :
- Jumlah kamar, rumah gadang dikenal dengan "Rumah Gadang Nansambilan Ruang" pada dasar rumah gadang memiliki ketentuan tersendiri dalam membuat jumlah kamarnya. Jumlah kamar pada rumah gadang dibuat berdasarkan jumlah perempuan yang tinggal dirumah tersebut dan biasanya dilebihkan satu kamar untuk lansia atau anak gadis. Karena hanya disediakan kamar untuk anak perempuan, laki-laki biasanya tidur diruang luar dan jika sudah beranjak dewasa sebagian masyarakat memiliki adat untuk tidur disurau dan dianjurkan untuk merantau.
- Atap Rumah, salah satu hal yang unik pada penampilan rumah gadang ini adalah pada bagian atapnya biasanya terbuat dari ijuk dan membentuk tanduk kerbau meruncing yang sekaligus melambangkan kemenangan masyarakat Minang dalam perlombaan adu kerbau.
- Ukiran, hal yang unik lainnya pada rumah gadang selain atapnya yaitu ukiran. Ukiran pada rumah gadang sangat unik dan biasanya dipenuhi dengan warna yang mencolok sehingga menarik perhatian. Motif pada ukurannya yaitu flora dan fauna yang memiliki makna keselarasan antara masyarakat dan alam sekitarnya, karena diminang terdapat istilah " Alam Takambang Jadi Guru"
3. Budaya Merantau di Suku Minangkabau
Budaya merantau merupakan sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh laki-laki suku Minang yang sudah beranjak dewasa. Budaya merantau merupakan imbas dari adat matrilineal, dimana harta keluarga akan dikuasai oleh pihak perempuan dan menyebabkan pihak laki-laki tidak memiliki modal harta sama sekali. Oleh karena itu, sebagian besar lelaki suku Minang yang sudah beranjak dewasa akan pergi dari kampungnya untuk merantau yang bertujuan untuk bekerja dan mencari uang. Selain itu, budaya merantau merupakan konsekuensi bagi laki-laki suku Minang yang sudah beranjak dewasa untuk menemukan pasangan yang berasal dari luar sukunya.
Laki-laki suku Minang yang merantau sebenarnya dilarang untuk kembali ke tanah kelahiran sebelum menjadi orang yang sukses. Oleh karena itu, banyak sering kita temui orang dari suku Minangkabau yang menghuni kota-kota besar di Indonesia, khususnya Jawa, untuk mencari penghasilan dengan menjadi wirausahawan. Contoh usaha suku Minangkabau yang sering ditemui adalah membuka rumah makan atau restoran Padang.
4. Strata Masyarakat Suku Minangkabau
Sistem strata yang diterapkan dalam suku Minangkabau merupakan hal penting yang menjadi acuan untuk penggolongan masyarakat serta pengatur jalannya sebuah pernikahan. Adapun strata masyarakat di suku Minangkabau:
- Kamanakan Tali pariuk yang merupakan golongan bangsawan dan bergelar bangsawan, serta dianggap mempunyai keturunan langsung dari urang asa.
- Kamanakan Tali Budi merupakan golongan perantau atau pendatang yang mempunyai kekayaan dan kesuksesan yang setara dengan suku Minang.
- Kamanakan Tali Ameh merupakan golongan pendatang yang merupakan orang biasa.
-Kamanakan Bawah Lutuik merupakan rakyat jelata yang menghamba pada urang asa.
Selain strata diatas, terdapat pula 3 golongan dalam suku Minangkabau yang dibagi menjadi golongan bangsawan, golongan biasa dan golongan rendah.
5. Adat Pernikahan Suku Minangkabau
Adat pernikahan dalam suku Minangkabau sebenarnya berlandaskan agama Islam, namun terdapat adat yang masih dijunjung tinggi oleh suku tersebut. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk melangsungkan pernikahan adalah kedua calon pengantin harus beragama Islam, kedua calon pengantin bukan merupakan suku yang sama, kedua calon mempelai harus menghormati dan menghargai keluarga besar kedua belah pihak, calon suami diwajibkan memiliki penghasilan.
Setelah semua syarat terpenuhi maka akan dilakukan beberapa tradisi yang menjadi keharusan bagi suku Minangkabau, yaitu maresek, maminang, mahanta siriah, babako-babaki, malam bainai, manjapuik marapulai, penyambutan di rumah anak Daro, prosesi akad nikah, basandiang di pelaminan dan tradisi lain yang digelar pasca akad nikah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H