Mohon tunggu...
Aditya Ramadhan
Aditya Ramadhan Mohon Tunggu... -

rigeladitya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Balada Wartawan Bayaran; Mafia Media Massa

8 Maret 2014   16:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:08 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan Joko, adalah koordinator lapangan khusus membagi-bagikan uang jale kepada wartawan lain. Ia kerap jadi tangan kananya Rosi untuk bertugas mencari uang di lapangan. Jika ada liputan yang sudah jelas kejelasannya, Joko pasti dicari-cari oleh wartawan lain. Karena uang dari liputan berbayar itu terkumpul di genggamannya.

“Boy, ada acara nih, diskusi tentang anti politik uang jelang pemilu. Dateng aja lu, nanti gua suruh reporter gua juga dateng deh,” kata Rosi tiba-tiba.

“A1 gak?”

“Tenang, udah di-listing. Lu masuk dalam list,” Rosi dengan gaya bossy menghirup kopi tubruknya dengan ketentraman akan banyak uang. Uang sogokan.

“Gue sekarang cuma mau liputan A1, atau gak listing yang ada nama gue. Males kalo A3,” Boy tak menghirup kopinya. Karena hanya tinggal cangkir yang sekarang ia jadikan asbak abu rokok.

Kode apalagi ini? Barangkali Kau bertanya. Biar kujelaskan, A1 itu tentang kepastian, A3 itu melulu tanda tanya, dan Listing adalah daftar khusus nama penerima bayaran.

“Isu pesenan dari perusahaan telko itu udah lo mainin belom, bos?” tanya Joko setelah menghirup capuccino-nya.

“Udah, itu gua running terus beritanya. Paketan dia itu mintanya dua minggu, bener-bener ngancurin pesaingnya itu,” jawab sang redaktur pencari kejelasan. Aku percaya, jika saja ia memiliki kuasa lebih besar dan lebih tinggi, sebagai wakil rakyat misalnya, ia pasti sudah korupsi besar-besaran.

“Pimred lo gak tau kan?”

“Pimred gua kan tolol, anak buahnya pada naikin isu pesenan yang bayarannya gede, doi gak tau.”

Joko tertawa hingga kepalanya menengadah ke langit-langit. “Pimred lo itu, di mana-mana isu pesenan yang dinaikin ke media itu dipegang sama pimred. Ini malah sama lo, redaktur doang, dan lebih parahnya lagi pimred lo gatau lo maen kotor.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun