Mohon tunggu...
adistiputri
adistiputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi 2024, Universitas Pendidikan Indonesia. Dosen Pengampu: Mirna Nur Alia Abdullah, S.Sos.,M.Si. Anggota Kelompok 2 : 1. Adisti Putri Rahmadiani - 2409447 2. Ahmed Dipa Suparwanto - 2402923 3. Fatma Azzahra - 2401356 4. Fauziyyah Amaani - 2405037 5. Haryadi Hidayat - 2410782 6. Salisa Almudhia - 2409534 7. Siti Patimah Azzahra - 2408439 8. Ulwan Naezi Rabbani M. Noer - 2404689 9. Vila Hasya - 2406740

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

7 Unsur Pilar Kebudayaan: Mari Mengenal Lebih Jauh Suku Togutil

16 Desember 2024   19:05 Diperbarui: 16 Desember 2024   19:13 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di pedalaman hutan Halmahera Timur, Maluku Utara, ada sebuah suku yang masih memegang teguh tradisi kehidupan sederhana dan selaras dengan alam. Suku Togutil, atau yang lebih dikenal dengan sebutan o hongana manyawa, merupakan sekelompok masyarakat nomaden yang mendiami wilayah yang sebagian besar belum tersentuh kemajuan zaman. Mereka hidup dalam komunitas kecil yang tersebar di sekitar aliran sungai, dengan pemukiman yang biasanya terletak di perbukitan hutan.

Dengan rumah-rumah sederhana yang terbuat dari kayu, bambu, dan atap daun palem, mereka membangun kehidupan mereka di tengah alam yang masih asri. Meskipun dikategorikan sebagai suku terasing, kehidupan sehari-hari suku Togutil sangat bergantung pada sumber daya alam, seperti berburu, meramu, dan bercocok tanam. Lebih dari sekadar cara bertahan hidup, aktivitas ini menunjukkan kedalaman kearifan lokal mereka dalam menjaga keseimbangan dengan alam sekitar.

Namun, keunikan suku Togutil tidak hanya terletak pada cara mereka bertahan hidup, tetapi juga pada kepercayaan mereka yang kuat terhadap roh leluhur dan alam. Kearifan lokal mereka, yang mengajarkan pengelolaan hutan secara bijaksana, menjadi pedoman hidup yang tetap lestari di tengah perubahan zaman. Mari kita telusuri lebih dalam tentang kehidupan suku Togutil, dan bagaimana mereka menjaga tradisi yang telah ada selama berabad-abad.

Nah, ayo kita mengenal lebih jauh tentang apa 7 unsur kebudayaan yang ada di dalam Suku Togutil!

1. Sistem Religi dan Upacara Keagamaan

Orang  orang  suku  togutil  memiliki  kepercayaan  yang  terpusat  pada  ruh  ruh  yang menempati  seluruh  alam  lingkungan.  Mereka  percaya  akan  adanya  kekuatan  dan  kekuasaan tertinggi yaitu Jou Ma Dutu, pemilik alam semesta yang biasa disebut juga dengan o -gokiri- moi yang  berarti  jiwa  atau  nyawa. Karena kepercayaan tersebut, suku Togutil sangat menghargai alam dan telah lama memanfaatkan berbagai tanaman rempah-rempah tidak hanya  untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tetapi juga  sebagai obat  tradisional.

Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Togutil saat ini, Kristen Protestan, merupakan perpindahan dari sistem kepercayaan asli yang mulai ditinggalkan pada akhir tahun 1970an ketika masuknya penyebaran agama Kristen di daerah tersebut sebagai wilayah dimana orang Togutil penghuni awalnya tinggal. Sejak proyek pemukiman kembali masyarakat terasing pada tahun 1970, penganut agama ini semakin meningkat. Menurut informasi dari beberapa informan bahwa mereka yang masih menganut sistem kepercayaan asli atau belum memiliki agama tertentu adalah mereka yang masih tinggal jauh di dalam hutan yang sama sekali belum mendapat pembinaan dari pemerintah maupun berhubungan dengan dunia luar.

2. Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan

Masyarakat suku Togutil mempunyai sistem kekerabatan yang sangat berhubungan erat dengan etika pergaulan baik dalam menghadapi orang tua, saudara ataupun kerabat. Mereka  tidak sopan jika beranggapan tidak sopan jika seseorang menyebut nama mertuanya saat berkomunikasi dengan teman ataupun di depan banyak orang. Jika melakukannya kemudian ketahuan menyebut nama mertuanya oleh orang lain, maka akan diberikan sanksi atau membayar denda (o bobangu) dalam bentuk uang sesuai keputusan kepala adat. Budaya ini sudah berjalan lama dalam sistem kehidupan orang-orang suku togutil sehingga dalam sapaan setiap hari mereka tidak menyebut nama bagi mertua namun menggunakan sapaan meme untuk sapaan kepada mertua perempuan dan baba untuk sapaan mertua laki-laki.

Suku Togutil melakukan aktivitas meramu sagu (o peda) maupun usaha mengumpulkan bahan makanan seperti ubi-ubian, dan berburu hewan liar yang terdapat di alam bebas untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Aktivitas memukul sagu, berburu binatang di hutan seperti rusa atau o manjanga babi hutan atau o ode, dan mengambil hasil dari sungai seperti ikan atau o naoko, belut atau o goyoko dan kerang atau o tabule yang terdapat di sungai-sungai besar. Semua kegiatan  pengumpulan  bahan  makanan  tersebut sudah menjadi  rutinitas  sehari-hari,  dan  sudah merupakan sistem mata pencaharian sejak dahulu sampai dengan sekarang, yang tidak dapat mereka tinggalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun