Mohon tunggu...
Adi Setiawan
Adi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Ilmiah

Menyalurkan Karya Tulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Puskohis UIN R.M. Said Kupas Tuntas Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021, Benarkah Bisa Melegalkan Seks?

22 November 2021   17:51 Diperbarui: 22 November 2021   18:16 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga, perlunya ada tindakan nyata dari kampus untuk memulihkan korban. Akhirnya Suroso berpesan bahwa Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 ini bukan melegalkan seks bebas, tapi ini hanya ranah publik dan privat karena menggunakan delik aduan sehingga hanya korban yang bias mengadukan.

Dalam pembahasan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 ini, dilanjutkan narasumber kedua yaitu Abd. Rahman. Beliau menjelaskan permasalahan peraturan ini terdapat pada konten dan kekentuan pasal karet sehingga menyebabkan kerancuan dalam tataran pengaplikasian.

 Belum lagi kata " persetujuan korban" menjadi dilema ketika dihadapkan dengan konteks mahasiswa kedokteran yang identik dengan praktik medis yang mempergunakan kontak fisik. Lebih lanjut, Abd. Rahman menjelaskan beberapa pasal dalam peraturan ini akan bertambah masalahnya ketika korban setuju. 

Abd. Rahman diakhir pembahasannya merekomendasikan kepada pihak terkait untuk lebih memperinci konten dan katagori kekerasan seksual dalam peraturan ini. 

Acara diskusi Publik dilanjutkan pemaparan materi dari Chintami Budi Pertiwi atau yang biasa dipanggil Cinta. Pertama, Cinta menjelaskan data kekerasan berbasis gender dari komnas perempuan di Tahun 2020 sejumlah 299.911 kasus. Menurut Cinta, data ini tidak mencerminkan semuan bentuk kekerasan seksual. Kekerasan seksual merupakan fenomena gunung es yang menyiratkan kasus-kasus yang terlihat hanya sebagai kecil saja.

Cinta mengkritik penanganan kekerasan seksual yang masih belum maksimal dan hanya sebatas kode etik saja. Keadilan sering dikorbankan demi kepentingan kampus sehingga banyak logika sesat yang mengkaburkan pemenuhan keadilan kepada korban. Cinta menambahkan banyak sex jokes yang diaggap biasa. 

Penyebab meningkatnya kekerasan seksual dikarenakan kuatnya relasi kuasa, adanya victim blaming (Menyalahkan korban), dan pelaporan ke polisi yang berbelit-belit. Diakhir pembahasan Cinta menjelaskan mengenai kunci memahami kekerasan seksual berdasarkan kriteria yang disebut dengan singkatan FRIES:

F: Freely given => Hanya berlaku dalam keadaan sadar dan tidak dibawah tekanan (punishment vs rewards)

R: Reversible => Dapat dibatalkan kapanpun. Memaksa seseorang untuk kembali memberikan consent adalah kekerasan.

I: Informed => Kita hanya dapat menyetujui sesuatu bila mengetahui dampak, resiko, konsekuensi dari tindakan tsb.

E: Enthusiastic => Pastikan consent diberikan karena ingin, bukan karena terpaksa -- Relasi Kuasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun