Mungkin seperti ini gambaran ikhlas yang pernah aku dengar dari seorang ustadz, lakukan kemudian lupakan. Sembari memacu laju kendaraanku, aku masih terkagum-kagum dengan sifat mulianya tukang parkir sekaligus malu dengan pelitnya sifat seperti itu pada diriku.Â
Aku mencoba menghitung-hitung keuntungan yang didapatnya, melihat lahan parkir yang ia jaga tidak bisa leluasa mengingat pinggir jalan trotoar yang tergolong padat, belum lagi kalau misalnya dia harus berbagi penghasilan dengan teman seprofesinya. Tentu penghasilan yang tidak bisa ditebak, karena tergantung kunjungan dan keperluan orang-orang dengan ruko di sekitarnya.
Sekilas bensin satu gelas tentu tidak seberapa harganya tapi bagi yang berpenghasilan tidak menentu seperti tukang parkir--walau mungkin sebagian tukang parkir lainnya masih berpenghasilan cukup- sangat berarti baginya, ketulusannya membantu tanpa balasan tentu perlu dapat apresiasi yang luar biasa tidak sekedar terima kasih tapi juga doa.Â
Baginya, membantu sesama adalah panggilan jiwa, panggilan kemuliaan, menambah kebahagiaan, menjadikan hidup lebih bermakna, menjadi manusia terbaik dengan menjadi manfaat bagi sekitarnya. Dia menjadi salah satu aktor di muka bumi sebagai "sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya". (HR. Thabrani dan Daruquthni).
Dia cekatan memanfaatkan momen sedekah segelas bensin dengan mengamalkan Al Maidah ayat 2 tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Aku disentakkan dengan pengalaman berharga di atas, belajardari tukang parkir, belajar dengan segelas bensin tanpa seperserpun. Hal-hal kecil yang dibagikan dengan ikhlas akan menyentuh sanubari yang dalam.
Bukankah naluriku sering disinggung oleh "Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya" (Qs. al-Zalzalah: 7-8).
Kepekaan dengan hal-hal kecil, menyingkirkan duri di jalanan, meratakan lukisan yang terlihat miring di dinding, merapikan keset di lantai yang bergeser posisi dari sebelumnya bahkan mungkin ada tisu bekas yang tak sengaja jatuh dilantai habis dipakai kemudian dimasukkannya ke tong sampah.Â
Orang-orang yang diberi kepekaan seperti ini tidak lain hanya ingin melihat nyaman situasi di sekitarnya dan dinikmati kebahagiaan oleh orang lain yang merasakannya. Â Apalagi kepekaan yang dilakukan oleh tukang parkir di atas,ia hanya ingin merasakan kebahagiaanku ketika doronganku mulai lunglai dibayar lunas oleh segelas bensin.
Kebahagiaan tidak selalu dari hati kita yang berbunga-bunga, tetapi kebahagiaan juga bisa dirasakan oleh orang lain dengan keterlibatan dan kehadiran manfaat kita di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H