Tentunya Colorism memiliki dampak yang negatif bagi orang kulit berwarna. Orang kulit berwarna yang mengalami diskriminasi colorism sering kali merasa tidak dihargai dan tidak diterima. Hal ini dapat menyebabkan masalah psikologis, seperti rasa rendah diri dan depresi.
Selain itu, stigma colorism juga dapat menyebabkan diskriminasi dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pekerjaan, pendidikan, dan hubungan sosial. Orang kulit berwarna yang mengalami colorism sering kali memiliki peluang yang lebih kecil untuk mendapatkan pekerjaan, pendidikan, dan pasangan.
Pemaksaan melakukan pemutihan kulit adalah praktik dengan penggunaan produk-produk yang dapat membuat kulit menjadi lebih putih dan terang. Praktik ini banyak dilakukan di negara-negara non-Barat, di mana orang kulit berwarna sering kali merasa bahwa kulit yang lebih terang lebih diinginkan.
Padahal pemutihan kulit memiliki risiko yang serius, termasuk kerusakan kulit, kanker kulit, dan masalah kesehatan lainnya. Selain itu, pemutihan kulit juga dapat memperkuat standar kecantikan Barat yang diskriminatif tanpa dasar yang jelas.
Colorism adalah bentuk diskriminasi yang masih banyak terjadi di dunia, termasuk di Indonesia. Colorism memiliki dampak yang negatif bagi orang kulit berwarna, baik secara psikologis maupun sosial, khususnya bagi kaum perempuan.
Pemerintah dan masyarakat perlu membangun kesadaran dan bekerja sama untuk melawan colorism. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan edukasi tentang colorism dan mempromosikan penerimaan terhadap berbagai warna kulit. Bahwa Putih adalah cantik merupakan Hoax terbesar dalam perjalanan sejarah umat manusia yang muncul dari proses Penjajahan diatas dunia oleh bangsa barat. Sesungguhnya Kulit yang sehat dan bersih tanpa penyakit serta jiwa yang baik adalah kecantikan yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H