Dalih mengurai kemacetan dan memangkas birokrasi hukum namun menambah beban ekonomi bagi masyarakat pengguna jalan dengan kendaraan pribadi adalah Kekeliruan yang nyata, Preseden buruk bagi Pemerintah apabila memberi akses layanan yang seolah memudahkan namun berbasis pembebanan biaya bagi masyarakat.
Masyarakat harus dipaksa membayar untuk lewat dan melintas menggunakan fasilitas jalan, ini seperti halnya sistem penjajahan ekonomi rakyat.
Jalan Berbayar adalah kemaksiatan dalam progres kebijakan pembangunan dan layanan masyarakat, jalan raya merupakan akses percepatan masyarakat dalam beraktifitas multisektoral untuk meningkatkan taraf hidup dan mendukung percepatan perkembangan ekonomi Nasional.
ERP bukan solusi terbaik, mengingat ada hal yang biasa dilakukan Satlantas Polri melalui strategi peralihan jalur adalah langkah tepat dalam merekayasa lalu lintas.
Negara tidak etis berbisnis dengan rakyatnya, apalagi mengganggu kantong ekonomi masyarakat, dengan memaksa masyarakat mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar menggunakan jalan yang dibangun melalui anggaran belanja negara,ini merupakan sistem penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam skala rumah tangga menengah kebawah ini kebijakan ini sangat mengganggu dan terasa tidak adil.
Bertentangan dengan nilai pancasila, Tidak tepat diterapkan di Jakarta dan secara umum di IndonesiaÂ
Karakteristik ERP justru tidak mendidik dalam hal penegakan hukum (law enforcement), menyebabkan disfungsional kinerja lembaga seperti Dishub dan Lantas Polri, dan ini merupakan program yang bersumber dari kedangkalan berpikir kebijakan publik yang cenderung menyusahkan dan membebankan ekonomi masyarakat, serta merupakan hal konyol dengan mengalihkan hak publik terhadap akses jalan sebagai sistem monopoli jalan karena bisnis oriented.
Electronix Road Pricing (ERP) atau Jalan Berbayar Elektronik, Tidak tepat diterapkan di Jakarta dan secara umum di Indonesia, Diskriminasi Fasilitas Akses Jalan untuk masyarakat akibat kemandegan berpikir dalam mencetuskan ide kebijakan guna mengatasi solusi kemacetan Ibu kota dan kota besar.
Sistem ini Bertentangan dengan nilai pancasila dan cenderung menetapkan sistem kapitalis yang dapat mengeruk dana dari masyarakat.
Solusinya terbaik adalah mengganti Gubernur terkait dengan orang yang berpotensi dan mampu merumuskan penguraian kemacetan tidak berbasis pungutan sebagai pelayanan bagi masyarakat secara luas. Karena ini sangat bertentangan dengan "nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" dan diduga merupakan perbuatan melawan hukum karena menerapkan kebijakan yang tidak berbasis kesetaraan bagi umat manusia pada umumnya.
Mengingat Jalan raya tidak diperuntukkan hanya untuk orang dan kalangan tertentu.
Hal terbaik lainnya adalah dengan menutup akses produksi dan pabrikasi kendaraan, daripada menghambat publik menikmati akses perjalanan yang dibangun dari pungutan pajak mereka. Karena Negara bertanggung jawab atas pelayanan dan perlindungan bagi kesejahteraan rakyatnya, terobosan terbaik adalah menyediakan fasilitas layanan transportasi gratis yang disisipkan dari pajak sehingga masyarakat dapat beralih pada sektor transportasi publik, tidak akan menimbulkan keresahan masyarakat meskipun akses jalan ditutup untuk kendaraan pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H