Taksonomi merupakan proses langkah penamaan dan klasifikasi pelabelan sebagai upaya manusia memberi Kodifikasi obyek dan temuan.Taksonomi juga merupakan identitas yang bersumber ketidak tahuan manusia dalam suatu eksistensi kebendaan yang berada di alam semesta.
Penamaan pada mula dianggap karena munculnya beragam jenis dan motif yang dianggap baru bagi suatu genus dan spesies.
ini merupakan pertanda bahwa keberagaman telah terjadi sebelumnya karena proses taksonomi bukanlah bersumber dari satu individu dan kelompok masyarakat pada wilayah tertentu saja, tetapi dapat terjadi pada belahan bumi lainnya, tentang proses pemberian nama dan pelabelan obyek yang sedang diamati dan diteliti dimasing-masing ruang berbeda.
Sumber bukti dan cara kerja akal dan pikiran, Akhir dari proses penghayatan dialektika filsafat
Aristoteles yang mengusung filsafat alam pun masih meraba tentang apa isi di dalam alam pikiran sehingga ia mengusung rasionalisme dalam filsafat tanpa dalil rasional darimana sumber akal itu bermula.
Plato yang mengusung idealisme, mengupas sumber ilmu yang bersumber dari pikiran-pikiran juga belum pernah membuktikan pikiran menghasilkan ilmu, ilmu yang bersumber dari pikiran dalam bahasan Plato terbatas pada bahasan tentang pikiran manusia, namun sumber pikiran manusia Plato tidak membahas secara signifikan mengenai sumber bukti dan cara kerja pikiran.
Kelemahan ini berasal dan bermuara pada obyektifitas yang tidak obyektif sehingga nalar manusia hanya terbatas pada penghantar tentang apa yang telah tersedia untuk manusia dengan segala bentuk sumber kebutuhan untuk hidup.
Rekomposisi pertarungan ideologi sudah dipahami secara mendalam oleh bangsa Indonesia sejak lama bahwa rambut boleh sama hitam tetapi isi pikiran yang membedakan, kita kerap menganalisis perbedaan isi pikiran namun belum menarasikan konklusi bahwa dari banyaknya isi pikiran merupakan sebuah karya cipta dari pencipta asal dari pikiran itu sendiri.
Lalu bagaimana dengan warna rambut berbeda dengan perbedaan mendasar, secara sederhana kita mengulas bahwa yang berambut sama hitam saja belum tentu memiliki kesamaan isi pikiran, jika dikomparasikan pada rambut berbeda maka akan ditemukan jawaban serupa meski "berbeda".
Filsafat Yunani telah memiliki Akhir dari proses penghayatan dialektika filsafat yang ada dimuka bumi, modernisasi dan penalaran sains menjadi tolak ukur bahwa keberlangsungan filsafat Yunani semakin tergradasi oleh ruang dan waktu.
pencerahan yang belum tentu menyatakan sebuah kebenaran sejati
Progresifitas keilmuan dengan kriteria ilmiah semakin menjauhkan pikiran berbasis materialisme dan empiris serta rasionalisme, kedua entitas filsafat yang tergerus oleh arus perubahan zaman, kecuali masih linier dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan zaman itupun hanya berikatan dengan klasifikasi material dan immaterialisme karena adanya pendekatan secara fisika dan metafisika.
Yang belum rampung dan hingga saat ini filosof yunani masih gagal mengupas tuntas eksistensi teologis secara utuh dan ilmiah. Meskipun secara empiris bukti-bukti telah bertebaran di jagad raya langit dan bumi. Mitologia para dewa Yunani merupakan hasil rekayasa pikiran filusuf berdasarkan ketegorial sifat dasar manusia, yang belum tetap menjangkau kebenaran dan hanya memberikan keasikan dan keunikan tersendiri, meskipun tidak dapat dibuktikan melalui cara berpikir dengan pola filsafat Yunani itu sendiri perihal keberadaan terkait mitologi para dewa Dewi Yunani yang justru kini menjadi semakin meragukan.
Pandangan Pemikiran para filosof Yunani hingga saat ini menjadi seperangkat cara yang tidak menghantarkan pada pandangan-pandangan teoritis secara tradisional yang dipertahankan, meski tanpa perlu pertahanan dengan  relativitas berdasarkan fragmentasi individual yang berkelompok.
Namun tidak dapat dijadikan tolak ukur ilmiah dalam perkembangan zaman dengan perubahan industri dan teknologi yang cepat, mengingat percepatan senantiasa menghasilkan sesuatu yang berubah-ubah dan inkonsistensi dalam pandangan hingga memunculkan banyak teori dan termakan dalam arus zaman dan terberangus oleh teori yang paling update, berupa tesis yang di antitesis dan melahirkan sintesa, pencerahan yang belum tentu menyatakan sebuah kebenaran sejati, hanya membuktikan bahwa keduanya telah meraih posisi dan berakhir sampai disini akibat pembaruan keilmuan dan temuan-temuan yang menjauhkan pandangan bijak yang dianggap telah usang tergerus dalam nilai-nilai Universalitas.
Pengejaran manusia terhadap realitas dan pembaharuan
Manusia yang cenderung fleksibel menerapkan alur pikirnya akan cenderung menegasikan hal yang absurd dalam kenyataan dan cenderung menyimpan dalam-dalam perihal keyakinan. Teori Klasik di era modern bukanlah hal unik melainkan perulangan dari teori-teori yang tidak tertuliskan pada zaman sebelum mengenai pengenalan simbol dan aksara huruf yang digunakan untuk menuliskan sejarah ilmu dan pengetahuan selanjutnya.
Kesinambungan originalitas sebelum dan sesudah temuan (before and after) pengetahuan dari sumber keilmuan yang sebelumnya menjadi petunjuk bagi umat manusia sepanjang zaman. yang dijadikan sebagai alat dan perangkat dukung mendukung teori, padahal jika kita menilik mitologi sebagai hasil pengetahuan yang berangkat dari khayalan, dan khayalan merupakan perangkat yang ada dalam isi pikiran yang bersumber dari pencetus utama yakni pencipta pikiran berdasarkan sistem kerjanya hanya dengan kunci "Kun Fayakun".
Pengejaran manusia terhadap realitas dan pembaharuan tidak akan pernah berhenti Sepanjang kehidupan umat manusia hingga kemusnahannya kelak, namun Kontemplatif manusia akan menghasilkan pencerahan bahwa tidak ada keabadian kecuali Yang Maha Abadi sang pencipta keabadian.
Keniscayaan hidup dengan segala temuan dan nikmat yang ada
Sudah semestinya kita tidak terjebak dalam krusial teoritis Epistemologi, Empirisme, Aksiologi yang membahas setiap unsur-unsur Material dan Immaterial tanpa berkesudahan tentang pandangan-pandangan yang bersumber dari manusia yang menutup diri dari pandangan Yang Maha Melihat dan Maha berkuasa.
Kembali pada Proses Taksonomi yang menyajikan suatu kesadaran bahwa ketidak tahuan manusia menjadi penegasan meski tanpa pengakuan bahwa dari serangkaian pengadaan obyek dan subyek pengetahuan dan berkembangnya Ilmu pengetahuan adalah peran serta Yang Maha berpengetahuan.Â
Sepantasnyalah manusia berserah diri menjalani proses dengan segala keniscayaan hidup dengan segala temuan dan nikmat yang ada dengan pikiran dan perasaan sehat untuk tidak melupakan-Nya, karena terjebak dalam pikiran yang menjadi buah khuldi bagi dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H