Saat ini, kehidupan masyarakat Indonesia sangat erat kaitannya dengan teknologi digital. Persebaran perangkat digital di Indonesia, khususnya smartphone, mencapai 370 juta unit hingga awal tahun 2022. Angka tersebut melebihi jumlah total penduduk Indonesia yang mencapai 277 juta jiwa, atau mencakup 133% dari jumlah total penduduk.Â
Begitupun dengan jumlah pengguna media sosial yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hingga awal tahun 2022, pengguna media sosial di Indonesia mencapai 191 juta jiwa, bertambah 12,6% dari tahun sebelumnya (BPS, 2022; Data Reportal, 2022).Â
Angka tersebut sebenarnya tidak mengherankan, mengingat saat ini populasi Indonesia didominasi oleh digital natives (BPS, 2022), yaitu generasi yang lahir, tumbuh dan menghabiskan seluruh hidupnya dengan dikelilingi atau menggunakan teknologi. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap perangkat digital dapat dilihat dari lamanya waktu yang dihabiskan untuk mengakses internet, mencapai lebih dari 8 jam sehari (Data Reportal, 2022).Â
Pengguna menghabiskan waktu tersebut untuk mengakses berbagai platform digital, termasuk aplikasi digital yang digunakan untuk mempermudah aktivitas sehari-hari.Â
Aplikasi digital telah menjangkau hampir ke segala aspek kehidupan penggunanya, termasuk dalam aspek kesehatan. Saat ini, layanan aplikasi smartphone mulai banyak menyediakan berbagai macam aplikasi terkait kesehatan. Pengguna menggunakan aplikasi tersebut untuk menunjang gaya hidup sehat, termasuk mendukung aktivitas olahraga yang digemari. Tulisan ini mencoba untuk menganalisis bagaimana sebuahÂ
aplikasi kesehatan mampu menciptakan tren gaya hidup sehat dalam masyarakat melalui berbagai fitur yang dimilikinya, salah satunya fitur yang mampu menjadikan aktivitas olahraga sebagai konten media sosial.
Tren kesehatan digital, termasuk penggunaan aplikasi kesehatan, memang disinyalir akan terus meningkat dan bertahan lama. Hal tersebut seiring adaptasi pengguna terhadap kemajuan teknologi digital dan komunikasi, termasuk dalam dunia kesehatan. Aplikasi kesehatan mulai berkembang pada akhir periode 1990an atau awal tahun 2000an, muncul bersamaan dengan euforia pasar kapital dan optimisme teknologi (Wamsley & Chin-Yee, 2021).Â
Selama beberapa dekade terakhir, aplikasi digital semakin berkembang secara dramatis setelah munculnya teknologi seluler dan big data yang mampu memperluas jangkauan dari penggunanya.Â
Tren penggunaan aplikasi digital semakin terakselerasi ketika terjadi pandemi COVID-19. Pandemi memaksa orang untuk melakukan berbagai aktivitasnya secara daring serta membuat masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesehatan. Ketika mulai memasuki era kenormalan baru, tren penggunaan aplikasi kesehatan digital diprediksi akan tetap bertahan dan bahkan terus meningkat, khususnya penggunaan fitness apps (aplikasi kebugaran).Â
Para peneliti melihat aplikasi kebugaran sebagai sebuah tren yang berkembang hanya karena pandemi, tetapi lebih disebabkan karena adaptasi pengguna terhadap kombinasi antara teknologi yang semakin canggih, pemantauan kesehatan yang dipersonalisasi, serta pengalaman media digital yang terintegrasi (Wetzler, 2021).
Aplikasi kebugaran masuk dalam kategori health & fitness apps dalam layanan aplikasi smartphone. Health & fitness apps sendiri terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain aplikasi penyedia layanan kesehatan dan informasi kedokteran, aplikasi manajemen penyakit atau diagnosis mandiri, dan aplikasi untuk manajemen gaya hidup sehat dan bugar. Jenis aplikasi yang terakhir adalah yang paling banyak tersedia dalam platform digital pada saat ini (Boulos et al., 2014).
Aplikasi kebugaran memiliki berbagai varian sesuai dengan fitur yang diinginkan oleh pengguna, mulai dari aplikasi terkait kesehatan wanita, Â menjaga berat badan, membangun otot, hingga aplikasi yang digunakan untuk menunjang aktivitas olahraga fisik secara general. Contoh aplikasi penunjang aktivitas olahraga yang saat ini cukup populer adalah aplikasi kebugaran Strava. Aplikasi ini cukup populer di kalangan penggemar olahraga lari atau bersepeda dan telah diunduh 76 juta pengguna di seluruh dunia.Â
Strava dapat digunakan untuk menunjang berbagai aktivitas olahraga yang dilakukan, mulai dari tracking dan analisis, sharing aktivitas di media sosial, terkoneksi dengan teman, hingga membentuk komunitas dan saling berkompetisi. Strava juga mampu diintegrasikan dengan berbagai perangkat digital mulai dari smartphone, smartwatch, hingga digital armband. Konsep integrasi perangkat digital tersebut semakin memudahkan pengguna untukÂ
menjadikan aktivitas olahraganya sebagai konten media sosial dan membagikannya di dunia maya. Pengalaman beraktivitas olahraga dan bermedia sosial pengguna menjadi terhubung dengan mudah dan cepat melalui perantara aplikasi kebugaran.
Kemampuan Strava untuk mengintegrasikan aktivitas kebugaran dengan aktivitas media sosial menyebabkan olahraga dalam era digital tidak lagi hanya terkait kesehatan, melainkan juga tentang gaya hidup serta bagian dari kehidupan sosial. Pada tahun 2021 tingkat aktivitas di dalam aplikasi Strava terus meningkat, dengan lebih dari 37 juta unggahan perminggu serta penambahan anggota sebanyak 2 jutaÂ
pengguna perbulan (Strava.com). Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa sebuah aplikasi kebugaran cenderung mampu mempengaruhi animo masyarakat, khususnya pengguna media digital, untuk mengikuti tren berolahraga.
Motivasi pengguna aplikasi seperti Strava mungkin tidak murni untuk menjaga kesehatan atau kebugaran saja, namun juga untuk bersosialisasi atau menjadikan aktivitas olahraganya sebagai konten media sosial (Kim, 2022). Selain terhubung dengan berbagai media sosial yang sudah eksis terlebih dahulu, aplikasi kebugaran Strava juga telah dikembangkan menjadi media sosial mini.Â
Strava dapat menghubungkan para pengguna yang memiliki kegemaran olahraga sama, seperti lari atau bersepeda, melalui fitur posting konten. Konten yang dibagikan tentu saja adalah konten terkait dengan kebugaran dan kesehatan yang dianggap dapat memotivasi serta menginspirasi para penggunanya.
Selain dapat memberikan motivasi untuk ikut berolahraga, tren menjadikan aktivitas olahraga sebagai konten media sosial melalui perangkat yang terintegrasi juga mampu meningkatkan kepopuleran aplikasi kebugaran itu sendiri. Pengaruh sosial terbukti menjadi faktor penting yang mempengaruhi kredibilitas sebuah aplikasi kesehatan, termasuk aplikasi kebugaran (Kanthawala et al., 2016).Â
Rekomendasi dan pengaruh persuasif yang diberikan teman atau keluarga menjadi faktor yang memotivasi individu untuk mengadopsi dan menggunakan sebuah aplikasi kesehatan.Â
Sharing berbagai aktivitas fisik dan olahraga melalui sebuah aplikasi kebugaran yang terhubung dengan perangkat dan media sosial juga terbukti mampu berkontribusi positif dalam membangun tren gaya hidup sehat di masyarakat (Huang et al., 2022).Â
Postingan konten media sosial seorang pengguna terkait aktivitas olahraga yang dilakukan cenderung mampu memotivasi pengguna lain untuk ikut berkompetisi atau mencapai level kebugaran dari role model yang diikuti (Kim, 2022).
Aspek gamifikasi memiliki dampak yang cukup besar terhadap motivasi dan keterlibatan pengguna untuk mencoba atau terus menggunakan aplikasi kebugaran (Kim & Lee, 2022). Kompetisi dan gamifikasi dalam aplikasi kebugaran mungkin tidak hanya terkait capaian tingkat kebugaran yang ingin diraih, melainkan juga tentang tingkat eksistensi pengguna dalam media sosial.Â
Hanya saja pengguna harus tetap menyadari tentang konsekuensi dari penggunaan aplikasi kesehatan digital. Data kesehatan pengguna mungkin dapat direkam oleh penyedia layanan sehingga dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, misalnya menjadikan pengguna sebagai konsumen tertarget dari produk komersial.Â
Apalagi jika aplikasi tersebut terintegrasi dengan berbagai platform media sosial dari pengguna, maka akan semakin banyak data pengguna yang dapat ditambang oleh penyedia aplikasi.
Pengguna harus lebih bijak dalam menggunakan berbagai aplikasi digital, termasuk meluangkan waktu untuk membaca term & condition terkait konsekuensi apa yang akan didapat jika menggunakan aplikasi tersebut. Sebuah aplikasi digital, khususnya yang dapat digunakan secara gratis, hampir selalu memiliki konsekuensi yang harus dibayarkan oleh pengguna meskipun tidak secara langsung atau secara material (Anderson, 2009).
Namun apapun tujuan penggunaan dan konsekuensi yang menyertainya, pada akhirnya aplikasi kebugaran terbukti mampu berkontribusi dalam membangun gaya hidup sehat di masyarakat, khususnya para digital natives yang tinggal di perkotaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H