Mohon tunggu...
Adinda Sekar Nur Affiah
Adinda Sekar Nur Affiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Nama : Adinda Sekar Nur Affiah Nim: 43222010043 Jurusan: Akuntansi Kampus: Universitas Mercu Buana Dosen pengampu: Prof. Apollo Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 2 - Diskursus Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV pada upaya pencegahan korupsi

11 November 2023   13:21 Diperbarui: 11 November 2023   13:21 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dibuat oleh penulis

Sebelum membahas Diskursus Kepemimpinan Sarat Wedotomo KGPAA Mangkunegara IV pada Upaya Pencegahan Korupsi, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu Serat Wedhatomo? siapa KGPAA Mangkunegara IV? dan bagaimana cara beliau mengajarkan kepada kita Upaya pencegahan korupsi pada Serat Wedhatomo.

  • KGPAA Mangkunegara IV

KGPAA Mangkunegara IV, yang serta dikenal sebagai Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara, merupakan Raja Mangkunegara keempat yang memerintah dari tahun 1853 sampai 1881 di Kesultanan Mangkunegaran, Surakarta, Jawa Tengah. Beliau mempunyai nama spesial ialah R.M Sudira.

KGPAA Mangkunegara IV merupakan penguasa yang adil, bijaksana dan terkenal akan kepeduliannya terhadap rakyatnya. Beliau berfokus pada kemajuan ekonomi, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur di wilayah Mangkunegaran. KGPAA Mangkunegara IV sendiri memiliki visi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan mempertahankan kemerdekaan serta otonomi wilayah Mangkunegaran. Selama masa pemerintahannya, KGPAA Mangkunegaran IV tetap kuat dan berkembang meskipun berada di bawah kekuasaan Belanda.

Semenjak KGPAA MAngkunegara IV memimpin, perekonomian Mangkunegara sangat stabil karena, pada masa pemerintahan Mangkunegara IV beliau dapat mendirikan 2 pabrik gula di daerah Malang Jiwan yang terletak di sebelah barat wilayah Mangkunegara pada tahun 1861 dan daerah karanganyar yang terletak di sebelah timur wilayang Mangkunegara pada tahun 1871. Kedua pabrik gula tersebut memiliki peranan yang penting alam pengembangan produksi gula di pulau jawa saat masa itu, tidak hanya mendirikan pabrik gulu Mangkunegara IV serta mendirikan Kebun teh, kopi, cengkeh di lereng gunung Lawu untuk menciptakan keuntungan berlimpah. KGPAA Mangkunegara IV pula mengawali Pembangunan Stasiun Solo Balapan selaku bagian dari pengembangan jalan kereta api arah Solo -- Semarang, stasiun balapan pula tersambung dengan stasiun -- stasiun bernilai semacam Purwosari, Sriwedari serta Jebres.

KGPAA Mangkunegara IV juga memiliki kontribusi besar dalam melestarikan seni dan budaya Jawa. Beliau adalah pelindung dan pemelihara seni wayang. Beliau senantiasa menunjang pertunjukan wayang, baik wayang kulit ataupun wayang orang, serta mendorong pelatihan dan pengajaran seni wayang kepada generasi muda. Selain itu, beliau juga membuat beberapa karya sastra jawa yang berisi tentang moral moral dalam kehiupan salah satunya yaitu Serat Wedhatama. Karya-karyanya tidak hanya memberikan manfaat kepada rakyat Mangkunegaran pada saat itu, tetapi juga meninggalkan warisan dan inspirasi bagi generasi mendatang. KGPAA Mangkunegara IV adalah tokoh yang dihormati dan diingat karena kontribusinya dalam menjaga dan memajukan Mangkunegaran dalam perekonomian, Pendidikan, serta kebudayaan Jawa.

  • Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV

Gambar dibuat oleh penulis
Gambar dibuat oleh penulis

Apa yang maksud dengan Serat Wedhatama? Serat serta Wedhatama mempunyai makna yang signifikan, Serat berarti tulisan ataupun karya yang berupa tulisan, sebaliknya Wedhatama sendiri mempunyai makna, yakni kata" wedha" berarti ilmu serta" tama" berarti utama, hingga wedhatama merupakan pengetahuan yang utama. Serat Wedhatama ialah salah satu kitab Jawa Kuno (kitab piwulang dan piweling) yang sangat popular digolongan warga Jawa pada masa dulu, apalagi Serat Wedhatama ini sangat di kenali oleh warga Mangkunegara ataupun warga Yogyakarta, bahkan Serat Wedhatama pula diketahui serta dihafal hingga sebagian pelosok desa di jawa. Dalam Serat Wedhatama ada piwulang serta piweling luhur yang berisi tentang konsep ketuhanan, kemasyarakatan serta kemanusiaan.

Serat Wedhatama sebenarnya tidak dimaksudkan menjadi karya yang bertujuan mengajarkan kepemimpinan Jawa. tetapi, dari makna istilah "wedhatama" yang berarti pengetahuan buat mencapai keutamaan serta keluhuran hidup, bisa ditinjau bahwa Serat Wedhatama berisi pengetahuan yang dapat dijadikan bahan pengajaran pada mencapai keutamaan serta keluhuran hidup dan  kehidupan umat manusia.

Namun, Serat Wedhatama merupakan salah satu karya sastra penting yang dikaitkan dengan KGPAA Mangkunegara IV atau Raja Mangkunegaran keempat karena Karya ini merupakan sebuah manuskrip yang ditulis oleh beliau sendiri. Serat Wedhatama berisi ajaran dan nasihat moral yang memberikan panduan kehidupan yang baik dan bijaksana. Dalam karya Serat Wedhatama mencerminkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh beliau, seperti etika hidup, kejujuran, dan rasa saling menghormati. Serat Wedhatama menjadi pedoman bagi masyarakat Mangkunegaran dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Karya sastra ini tetap dihargai dan dianggap sebagai karya yang bernilai hingga saat ini, karena pesan-pesannya yang relevan dan dapat diaplikasikan dalam berbagai konteks kehidupan. Beliau juga menekankan pentingnya menghormati Tuhan serta menjalin hubungan yang baik dengan sesama manusia. Serat Wedhatama menjadi bukti bahwa beliau adalah pemimpin yang peduli akan pembinaan moral dan spiritual masyarakatnya.

Tujuan Mangkunegara IV menulis Serat Wedhatama artinya menyampaikan nasehat serta bimbingan kepada para ahli waris untuk memakai serta lebih mengamalkan ilmu kepercayaan  yang diwariskan secara turun temurun oleh para kerabat kerajaan yaitu "Agama ageming aji" merupakan kepercayaan  yang disandang para bangsawan. Nasehat ini diberikan pada empat bab, setiap bab memiliki contoh ayat sesuai dengan isi panduan, nasehat utama merupakan pedoman sikap akhlak Masyarakat.

Dalam serat wedhatama, terdapat 4 sembah yang terdiri dari: (1)Sembah raga, yang dimaknai dengan perlunya olahraga untuk Kesehatan. (2)Sembah cipta, yang dimaknai sebagai memberi pelajaran yang nyata misalnya ilmu pengetahuan,seni budaya atau pengalaman hidup. (3)Sembah jiwa, yang dimaknai sebagai menambahkan kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa dengan cara menganut agama. (4)Sembah rasa, yang dimaknai sebagai tujuan akhir dalam kehidupan.

Serat Wedhatama merupakan sebuah karya sastra dalam Bahasa Jawa yang ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV pada abad ke-19. Struktur Serat Wedhatama terdiri dari 100 bait yang dibagi menjadi 5 macam tembang atau pupuh, yaitu Pangkur, Sinom, Pucung, Gambuh dan Kinanthi. Urutan kelimanya memiliki makna tersendiri

Berikut makna dari 5 pupuh Serat Wedhatama:

     1.Pangkur

Pupuh pangkur mengandung pesan tentang kebijaksanaan dalam menghadapi kehidupan. Makna Karya ini mengajarkan tentang prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan yang baik, etika, dan nilai-nilai moral yang harus dipegang teguh oleh individu dalam menjalani kehidupan.

     2. Sinom

Pupuh sinom membawa makna tentang kebahagiaan dan kegembiraan. Pesan yang terkandung dalam pupuh ini untuk mendorong keseimbangan dan keselarasan dalam segala hal. Mencakup seimbangnya hubungan antara manusia dengan alam, serta keselarasan antara pikiran, kata-kata, dan perbuatan. Contohnya seperti pentingnya menjalani kehidupan dengan sukacita, menghargai keindahan dunia, dan bersyukur atas setiap nikmat yang diberikan.

     3. Pocung

Pupuh pocung berisikan pesan mengenai kesederhanaan dan ketenangan hidup, dengan etika dan tata krama yang mengatur perilaku manusia dan alam yang berinteraksi satu sama lain.

    4. Gambuh

Pupuh gambuh memuat makna tentang keindahan seni dan budaya selain itu karya ini juga menekankan pentingnya pendidikan dan kebijaksanaan sebagai kunci dalam mencapai kehidupan yang sukses dan harmonis.

     5. Kinanthi

Pupuh kinanthi mengandung pesan tentang asmara dan hubungan antarpribadi. Maknanya menyoroti pentingnya memiliki hubungan yang harmonis, saling pengertian, dan didasari oleh kasih sayang dalam menjalani kehidupan berpasangan.

Kelima pupuh dalam Serat Wedhatama didasarkan pada ajaran filsafat Jawa yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kehidupan yang penting dan bermanfaat bagi manusia, dengan fokus pada upaya mencapai kebijaksanaan, keselarasan, dan kesempurnaan dalam kehidupan sehari-hari.

Serat wedhatama juga memiliki tipe kategori dalam leardership (kepemimpinan), yaitu :

  • Nistha: Nistha merupakan sebuah kata dalam bahasa Sanskerta yang secara umum dapat diartikan sebagai ketekunan, keyakinan, atau kesetiaan terhadap suatu keyakinan atau ajaran spiritual. Dalam konteks keagamaan atau kebijaksanaan, istilah ini merujuk pada tingkat kesetiaan, kepercayaan, atau fokus yang sangat tinggi terhadap prinsip atau praktik spiritual mikir diri sendiri, dan kelompoknya sendiri.
  • Madya: Tahu kewajiban, dengan baik, dan haknya dia ambil.
  • Utama: istimewa, tidak ada pamrih apapun, melampaui keutamaannya.

Metode pembinaan akhlak dalam Serat Wedhatama, yaitu:

     1. Mengendalikan hawa nafsu

Dalam pupuh pertama Serat Wedhtama di jelaskan bahwa hal terbesar dalam diri ini adalah pengendalian diri dari nafsu. Pengendalian nafsu dan pengembangan kematangan emosi hendaknya dilakukan dengan menganjurkan hal-hal baik dan mencegah perbuatan buruk. Dalam mengendalikan hawa napsu kita bisa melakukan beberapa cara seperti berpuasa, bertapa dan semedi.

     2. Meneladani leluhur

Dalam Serat Wedhatama bait 10 dan bait 21 di jelaskan bahwa meneladani leluhur sangat penting, sebab hal tersebut sangat penting bagi seseorang untuk menjalani kehidupannya dengan benar yang mengikuti atau meneladani seseorang yang dianggap sebagai panutan.

     3. Membiasakan membersihkan jiwa

Dalam Serat Wedhatama bait 31 di jelaskan bahwa membersihkan jiwa sangat penting seperti penyakit hati, penyakit hati bisa disembuhkan dengan membiasakan jiwa diantaranya seperti bertindak rendah hati, berdzikir dan mendekatkan diri kepada tuhan yang maha esa.

Hidup manusia ada itu ada 3 perkara:

  • Wirya (keluhuran): wirya dalam konteks ini merujuk pada keluhuran atau keutamaan dalam hidup. Ini mencakup sifat-sifat mulia seperti kebajikan, etika, integritas, dan sikap yang luhur.
  • Arto (kekayaan dan kemakmuran) : arto mengacu pada kekayaan dan kemakmuran materi yang melibatkan sumber daya yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup, kesejahteraan ekonomi, serta kesempatan dan akses terhadap kehidupan yang layak. 
  • Winasis (ilmu pengetahuan) : Winasis menunjukkan pada ilmu pengetahuan atau pengetahuan yang mendalam. Ini mencakup pengetahuan, pemahaman, dan kebijaksanaan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pengetahuan spiritual, ilmu pengetahuan, dan kebijaksanaan praktis.

Serat Wedhatama juga mengajarkan moral tentang mental, berikut 5 tatanan moral mental:

  • Aja Dumeh : Jangan semena -- mena
  • Aja Gumunan : Jangan mudah kagum atau takjub paa apapuun itu,kita harus menyikapi sikap tersebut dengan bijaksana.
  • Aja Kagetan : Jangan mudah terkejut
  • Prasojo/Prasaja : Mengajarkan kita untuk bersikap berkecukupan
  • Manjing Ajur Ajer : mengajarkan kita untuk tulus pada semua manusia tanpa memandang bulu.

Etika yang diajarkan dalam Serat Wedhatama pada Pupuh Kinanthi:

  • Eling lan waspada (selalu wspada) : Dalam konteks ini digunakan sebagai peringatan untuk meminta seseorang agar tetap berhati-hati dan waspada terhadap suatu situasi atau risiko tertentu.
  • Awya Mematuh Nalutuh (menghindari Tindakan marah) : Dalam konteks ini dugunakan untuk selalu sabar dalam menghadapi apapun dan mampu menghindar dari Tindakan marah.
  • Gonyak-ganyuk ngelinhsemi (tidak boleh berprilaku tidak sopan didepan umum): Dalam konteks ini  pemimpin seharusnya mampu menjaga perilaku yang baik saat rapat di hadapan umum..
  • Bangkit Ajur Ajer (tulus) : Dalam kontrks ini pemimpin mampu untuk bergaul tulus tanpa membedakan kelas manusia.
  • Mung Ngenaki Tyasing Lyan (jujur dan bersikap baik) : Dalam konteks ini pemimpin mampu untuk memakai pengetahuannya benar dan jujur serta harus bersikap baik
  • Den bisa mbusuki Ujaring Janmi : Artinya untuk perlu kadang-kadang pura-pura bodoh, menghadapi orang bodoh dengan cara baik.

Dalam ajaran Serat Wedhatama sangat mempengaruhi kehidupan sehari hari dan memiliki fungsi yang beragam untuk Masyarakat, berikut fungsi yang ada dalam ajaran Serat Wedhatama:

     1. Fungsi sosial

Keterkaitan fungsi sosial dengan Serat Wedatama bisa memengaruhi kehidupan manusia sebagaimana mahluk sosial. manusia sebagai mahluk sosial bergantung pada orang lain, membuat gerombolan  menggunakan pemahaman, tujuan, serta visi yang sama. Adanya Serat Wedatama dapat mensugesti kehidupan sosial masyarakat, khususnya masyarakat Jawa. oleh sebab itu, menghubungkan pengalaman batin menggunakan karya sastra Serat Wedatama akan memerankan fungsi sosialnya.

     2. Fungsi Religius

Religius artinya bersifat religius, bersifat religius dan berkaitan dengan agama (Tim, 2008: 1159). Ketika manusia sadar akan keberadaan dirinya, manusia mulai berpikir untuk menemukan tujuan hidupnya dalam kaitannya dengan keberadaan kebenaran, kebaikan dan Sang Pencipta yaitu Tuhan. Hal ini terlihat jelas pada cerminan kehidupan masyarakat Jawa yang berupa norma, adat istiadat, mitos dan agama.

     3. Fungsi Pelestarian Budaya

Serat Wedatama merupakan karya budaya yang tergolong sastra Jawa yang mengandung hikmah yang mengakar dalam masyarakat. KGPAA Mangkunegara IV pada awalnya bermaksud agar ajaran yang terkandung dalam Serat Wedatama mempunyai akhlak yang mulia bagi putra dan keturunannya. Namun seiring berjalannya waktu, doktrin ini berkembang untuk memenuhi kebutuhan yang lebih universal pada saat itu. Artinya Serat Wedhatama dapat diteliti oleh siapa saja dan selalu bermanfaat. Hal ini sesuai dengan pandangan Malinowski Yudabakti dan Watra (2007: 24) bahwa kelangsungan atau keberlanjutan suatu sistem budaya disebabkan oleh berfungsinya budaya tersebut dalam masyarakat. Ki Hajar dalam Dewantara Wiana (1987: 75) menyatakan bahwa agar budaya keagamaan tidak membeku dan mati serta kehilangan identitasnya sendiri, diperlukan tiga gerakan, yaitu sebagai berikut:

  • Continuitas : artinya kelanjutan baik unsur-unsur sejarah tradisi yang masih bisa dilestarikan di zaman ini maupun pada masa yang akan tiba, serta unsur-unsur tersebut bisa timbul seiring dengan terus berkembangnya kebudayaan.
  • Convergensi : artinya tidak menolak pengaruh baik dari luar, tetapi selektif dalam menerima, memperkaya dan memperkuat kebudayaan seseorang.
  • Consentrisitas tidak hanya menarik pengaruh, tradisi, tetapi juga inovasi dari alam dan era baru.

Permasalahan ini menjadi keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesinambungannya atau membawa tradisi bangsa ke dalam masyarakat masa kini dan masyarakat masa depan terutama cara berpikir, kepercayaan, adat istiadat, pengalaman sejarah, keindahan, bahasa dan bentuk kebudayaan. Oleh karena itu, serat Wedatama harus dijaga secara dinamis sesuai kondisi zaman dalam kondisi dan waktu.

Nilai-nilai dan ajaran yang terdapat dalam Serat Wedhatama memiliki hubungan yang signifikan dengan pendidikan dalam konteks layanan bimbingan dan konseling. Nilai-nilai yang ditemukan dalam ajaran Serat Wedhatama dapat dikelompokkan berdasarkan aspek pribadi, sosial, pembelajaran, dan karier, dengan tujuan membentuk peserta didik yang memiliki karakter unggul sesuai dengan nilai-nilai budaya Jawa.

Nilai -- nilai Pendidikan akhlak dalam serat wedhatama :

     1. Mengendalikan diri dari sifat egois

Dalam Serat Wedhatama banyak dijelaskan pendidikan akhlak, terdapat bait untuk mengajarkan kita agar tidak bersikap egois dan haus akan pujian dari orang lai. Karena, egoois merupakan sikap buruk yang dikendalikan oleh alam bawah sadar dan tidak mengenal moral apapun.

     2. Pengendalian diri dari sifat sombong

Pada bait awal hingga bait kedelapan dalam Serat Wedhatama, Mangkunegara IV menggambarkan kisah seseorang yang sombong dan enggan mengalah, selalu mengejar keunggulan. Meskipun terlihat seperti hal yang positif, perilaku tersebut sebenarnya merugikan, karena dapat membawa kerusakan pada kehidupannya dengan penuh kegelapan dan berbagai masalah yang menghampiri. Individu yang terlalu sombong, walaupun mungkin merasa superior, pada kenyataannya menghadapi kegagalan karena tidak mampu mengendalikan hasrat rakusnya.

     3. Rendah hati

Rendah hati adalah sikap yang dimana seseorang memiliki kesadaran akan keterbatasan dan kekurangan diri sendiri, serta tidak bersikap sombong, arogan atau merasa lebih baik dari orang lain. Dalam Serat Wedhatama bait ke 10 dijelaskan bahwa manusia harus bersikap rendah hati tanpa menjatuhkan dirinya sendiri.

    4. Sabar

Sabar adalah sifat seseorang yang mampu menghadapi tantangan, kesulitan atau cobaan dengan tenang tanpa kehilangan control emosi. Dalam Serat Wedhatama bait ke 5 bahwa manusia harus memiliki kemampuan untuk tetap sabar dalam menghadapi situasi di mana mereka dihina atau disebut bodoh tanpa merasa marah atau tersinggung., kemampuan ini merupakan bentuk kebijaksanaan yang sejati.

Bagaimana pedoman Serat Wedhatama mencegah korupsi?

Meskipun ajaran dalam Serat Wedhatama memiliki nilai moral yang baik, tidak terdapat referensi yang secara khusus dalam pengaplikasikannya pada upaya pencegahan korupsi. Pencegahan korupsi melibatkan langkah-langkah untuk memberantas tindak pidana korupsi melalui penyelidikan, dan persidangan di pengadilan.

Namun dalam pembahasan Serat Wedgatama sangat di ajarkan untuk memiliki sikap kepemimpinan yang baik dan bermanfaat bagi Masyarakat, tidak hanya itu saja, pemimpin juga di nasihatkan untuk menerapkan beberapa hal yang ada dalam Serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV, seperti menerapkan nilai - nilai yang terkandung dan sifat-sifat kepemimpinan seperti rendah hati dan sabar yang terdapat dalam Serat Wedhatama bertujuan untuk menciptakan pemimpin yang meminimalisir korupsi dalam pemerintahan dan masa KGPAA Mangkunegara IV.

Kepemimpinan memiliki peran krusial dalam kelangsungan suatu negara dan masyarakat, namun Indonesia menghadapi tantangan terkait kepemimpinannya. Pemimpin-pemimpin cenderung merasa ragu dalam memilih tipe kepemimpinan yang sesuai untuk memimpin negara ini. Di sisi lain, semua orang menginginkan pemimpin yang dapat dipercaya dan mampu menciptakan perubahan positif. Krisis kepemimpinan di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk tingginya tingkat korupsi di kalangan pemimpin saat menjabat. Secara faktual, korupsi telah menjadi masalah umum di Indonesia.

Konsep kepemimpinan dalam Serat Wedhatama memiliki dasar pada tiga hal yaitu wirya, arta, dan winasis. Pesan yang diwariskan oleh leluhur adalah pesan yang luhur. Jika dilihat dari segi urutan, konsep tersebut direkonstruksi menjadi winasis, wirya, dan arta.

Winasis adalah tingkat kebijaksanaan yang diperoleh melalui proses pembelajaran yang sungguh-sungguh. Ketika seseorang mencapai tingkat winasis yang tinggi, akan lebih mudah bagi mereka mencapai wirya, yang mencakup kekuasaan, keluhuran, dan keperwiraan. Seorang pemimpin yang mencapai puncak kekuasaannya diharapkan memiliki kemampuan untuk menjalankan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya. Terakhir, terdapat arta, yang biasanya diartikan sebagai uang atau kekayaan. Namun, dalam pemahaman Serat Wedhatama, arta bukanlah tujuan utama, melainkan alat untuk mencapai tujuan.

Jika seseorang tidak berhasil mencapai salah satu dari tiga aspek tersebut, maka harga diri manusia akan merosot dan mengalami kemunduran. Individu tersebut dapat menjadi seperti daun jati yang kering, akhirnya hanya mengalami penderitaan, terdampar sebagai pengemis, dan kehilangan arah. Sebagai contoh dalam sebuah organisasi seperti di sekolah, seorang pemimpin diidentifikasi sebagai individu yang bersedia belajar dengan tekun, melaksanakan tugas kepemimpinan dengan penuh tanggung jawab, dan menggerakkan organisasi ke arah kemajuan. Dalam konteks kepemimpinan sekolah, hal ini merujuk pada kepemimpinan struktural di mana pemimpin memiliki peran penting dalam memberikan motivasi agar bawahan dapat melaksanakan kegiatan atau tugas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Dalam kepemimpinan pasti ada beberapa pemimpin yang menjabat melakukan tindakan penggelapan dana atau korupsi, korupsi dalam kepemimpinan terjadi karena pemimpin yang memiliki jabatan penting melakukan penyalah gunaan kekuasaan, manipulative proses keputusan atau memperkaya diri sendiri secara tidak sah. Namun korupsi tidak hanya dilakukan oleh para pejabat tinggi, di Masyarakat kecil korupsi juga terjadi dalam bentuk pungutan liar atau pungutan illegal oleh apparat keamanan sekitar. Contohnya, meminta uang atau barang sebagai imbaalan untuk memberikan izin pelayanan yang seharusny gratis tanpa memungut biaya apapun.

Korupsi merupakan Tindakan yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan kedudukan oleh individual tau kelompok untuk memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah, biasanya keuntungan yang diperoleh melalui korupsi berupa uang, harta benda, atau keistimewahan lainnya. Ada juga beberapa dampak yang merugikan baik secara ekonomi yang bisa menghambat investasi dan mengurangi pelayanan public. Sedangkan secara sosial, korupsi dapat merusak kepercayaan Masyarakat dan memperburuk kesenjangan sosial yang ada di Indonesia.

Saat memahami Serat Wedhatama, kita sebaiknya tidak mengartikan harta sebagai tujuan utama. Dalam konteks ini, harta seharusnya dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Keluarga perlu memiliki harta agar kehidupan rumah tangga bisa berjalan dengan baik, anak-anak dapat tumbuh dengan kesehatan yang baik, menyelesaikan pendidikan mereka, serta menjadi orang yang bermanfaat di masa depan.

Gambar dibuat oleh penulis
Gambar dibuat oleh penulis

Mengapa para pemimpin melakukan korupsi? Karena para pemimpin yang berkuasa tidak menerapkan good government dan clean government yang seharusnya memprioritaskan kepentingan publik dan memberikan hak bagi publik untuk mengawasi para politisi yang mengendalikan pemerintahan. Para politisi dan pejabat negara sering kali tidak menghormati aspirasi rakyat, tetapi justru mencari sebanyak-banyaknya keuntungan pribadi dari rakyat. Dampak dari krisis kepemimpinan ini adalah meningkatnya kasus korupsi yang dianggap wajar di Indonesia.

Maka dari itu, pemimpin harus terlebih dahulu membaca atau mempelajari Serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV, karena terdapat nilai -- nilai Serat Wedhatama sudah di jelaskan bahwa pemimpin tidak boleh memiliki sikap egois untuk kepentingan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain, terlebih lagi bagi orang - orang yang sangat membutuhkan hak tersebut namun para pemimpin tidak mmberikannya. Penting untuk menghindari sikap egois dalam Upaya pencegahan korupsi, karena hal ini dapat merusak tata Kelola yang baik, merugikan kepentingan umum dan melemahkan Upaya pencegahan korupsi secara keseluruhan. Sebaiknya, sikap professional, integritas dan kepentingan umum harus menjadi prioritas dalam memerangi korupsi.

Lalu ada sikap sombong, seperti yang dijelaskan di atas Serat Wedhatama menjelaskan tentang perbedaan antara orang yang takabur (sombong) dan orang yang tawadu' (rendah diri). Orang yang sombong dengan kebodohannya cenderung tidak disukai oleh banyak orang. Mereka juga memiliki sikap sombong, merasa bahwa mereka selalu benar. Oleh karena itu, seringkali mereka berbicara atau bertindak semena-mena, tanpa memperhatikan aturan yang berlaku. Sikap sombong dalam Upaya pencegahan korupsi sangat berbahaya, karena hal itu dapat merusak integritas system dan melemahkan Upaya pencegahann korupsi. Pentingnya untuk mengutamakan keselarasan, keterbukaann dan kepentingan dalam melawan korupsi.

  • Kesimpulan 

KGPAA Mangkunegara IV adalah tokoh yang dihormati dan diingat karena kontribusinya dalam menjaga dan memajukan Mangkunegaran dalam perekonomian, Pendidikan, serta kebudayaan Jawa. Semenjak KGPAA MAngkunegara IV memimpin, perekonomian Mangkunegara sangat stabil karena, pada masa pemerintahan Mangkunegara IV beliau dapat mendirikan 2 pabrik gula di daerah Malang Jiwan yang terletak di sebelah barat wilayah Mangkunegara pada tahun 1861 dan daerah karanganyar yang terletak di sebelah timur wilayang Mangkunegara pada tahun 1871.

Serat memiliki makna sebagai karya atau tulisan tertulis, sementara Wedhatama dapat diurai menjadi kata "wedha" yang berarti ilmu dan "tama" yang berarti utama. Dengan demikian, Wedhatama dapat diartikan sebagai pengetahuan yang mendasar atau utama.

Serat Wedhatama merupakan salah satu naskah kuno Jawa (naskah pembelajaran dan ajaran) yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Jawa pada masa lalu. Bahkan, naskah ini memiliki popularitas yang besar di kalangan masyarakat Mangkunegara dan Yogyakarta, serta dihafal oleh beberapa penduduk di berbagai desa di Jawa. Tetapi, melalui makna kata "wedhatama" yang menunjukkan pengetahuan untuk mencapai keutamaan dan kehormatan hidup, dapat disimpulkan bahwa Serat Wedhatama berisi pengetahuan yang dapat digunakan sebagai materi pengajaran untuk mencapai keutamaan, kehormatan hidup, dan panduan kehidupan manusia.

Serat Wedhatama merupakan salah satu karya sastra penting yang dikaitkan dengan KGPAA Mangkunegara IV atau Raja Mangkunegaran keempat karena Karya ini merupakan sebuah manuskrip yang ditulis oleh beliau sendiri. Serat Wedhatama berisi ajaran dan nasihat moral yang memberikan panduan kehidupan yang baik dan bijaksana.

Karya sastra ini tetap dihargai dan dianggap sebagai karya yang bernilai hingga saat ini, karena pesan-pesannya yang relevan dan dapat diaplikasikan dalam berbagai konteks kehidupan. Tujuan Mangkunegara IV menulis Serat Wedhatama adalah memberikan nasehat dan bimbingan kepada para ahli waris untuk menggunakan dan lebih mengamalkan ilmu agama yang diwariskan secara turun temurun oleh para kerabat kerajaan yaitu "Agama ageming aji" artinya agama yang disandang para bangsawan.

Serat Wedhatama merupakan sebuah karya sastra dalam Bahasa Jawa yang ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV pada abad ke-19. Struktur Serat Wedhatama terdiri dari 100 bait yang dibagi menjadi 5 macam tembang atau pupuh, yaitu Pangkur, Sinom, Pucung, Gambuh dan Kinanthi. Urutan kelimanya memiliki makna tersendiri.

Kelima pupuh dalam Serat Wedhatama didasarkan pada ajaran filsafat Jawa yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kehidupan yang penting dan bermanfaat bagi manusia, dengan fokus pada upaya mencapai kebijaksanaan, keselarasan, dan kesempurnaan dalam kehidupan sehari-hari.

Serat wedhatama memiliki tipe kategori dalam leardership (kepemimpinan), yaitu: Nistha, Madya, dan Utama.

Dalam ajaran Serat Wedhatama sangat mempengaruhi kehidupan sehari hari dan memiliki fungsi yang beragam untuk Masyarakat, berikut fungsi yang ada dalam ajaran Serat Wedhatama: Fungsi sosial Keterkaitan fungsi sosial dengan Serat Wedatama dapat memengaruhi kehidupan manusia sebagaimana mahluk sosial.

Ki Hajar dalam Dewantara Wiana (1987: 75) menyatakan bahwa agar budaya keagamaan tidak membeku dan mati serta kehilangan identitasnya sendiri, diperlukan tiga gerakan, yaitu Continuitas, Convergensi dan Consentrisitas.

Meskipun ajaran dalam Serat Wedhatama memiliki nilai moral yang baik, tetapi tidak terdapat referensi yang secara khusus dalam pengaplikasikannya pada upaya pencegahan korupsi. Namun dalam pembahasan Serat Wedgatama sangat di ajarkan untuk memiliki sikap kepemimpinan yang baik dan bermanfaat bagi Masyarakat, tidak hanya itu saja, pemimpin juga di nasihatkan untuk menerapkan beberapa hal yang ada dalam Serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV, seperti menerapkan nilai - nilai yang terkandung dan sifat-sifat kepemimpinan seperti rendah hati dan sabar yang terdapat dalam Serat Wedhatama bertujuan untuk menciptakan pemimpin yang meminimalisir korupsi dalam pemerintahan dan masa KGPAA Mangkunegara IV.

Dalam kepemimpinan pasti ada beberapa pemimpin yang menjabat melakukan tindakan penggelapan dana atau korupsi, korupsi dalam kepemimpinan terjadi karena pemimpin yang memiliki jabatan penting melakukan penyalah gunaan kekuasaan, manipulative proses keputusan atau memperkaya diri sendiri secara tidak sah. Karena para pemimpin yang berkuasa tidak menerapkan good government dan clean government yang seharusnya memprioritaskan kepentingan publik dan memberikan hak bagi publik untuk mengawasi para politisi yang mengendalikan pemerintahan.

Maka dari itu, pemimpin harus terlebih dahulu membaca atau mempelajari Serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV, karena terdapat nilai -- nilai Serat Wedhatama sudah di jelaskan bahwa pemimpin tidak boleh memiliki sikap egois untuk kepentingan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain, terlebih lagi bagi orang - orang yang sangat membutuhkan hak tersebut namun para pemimpin tidak mmberikannya. Lalu ada sikap sombong, seperti yang Serat Wedhatama jelaskan tentang perbedaan antara orang yang takabur (sombong) dan orang yang tawadu' (rendah diri).

  • Saran

Seseorang yang akan menjadi pemimpin harus terlebih dahulu membaca karya karya leluhur termasuk karya sastra Serat Widhatama dari KGPAA Mangkunegara IV, agar tidak terjadi korupsi karena, Serat Widhatama sangat memotivasi untuk menjadi pemimpin yang bijaksana, jujur dan adil. Dari karyanya beliau membuktikan bahwa peimpin yang baik untuk rakyatnya harus menanamkan pemikiran "Aja Dumeh", "Aja Gumunan", "Aja Kagetan", "Manjing Ajur Ajer" dan "Prasojo/Prasaja".

Selain itu, Serat Widhatama adalah sebuah pengingat bahwa untuk mencari ilmu, seseorang tidak harus bergantung pada kedudukan sosial atau kekayaan. Melalui Serat Wedhatama, Mangkunegara IV memberikan pengajaran yang diharapkan bisa menjadi pedoman dalam meraih cita-cita, mencapai kehidupan yang tenteram, serta memahami jatidiri. Jika ketiga tujuan tersebut dapat tercapai, kita akan menjadi individu yang dikagumi dan dicintai oleh orang lain. Hal ini juga berlaku di hadapan Tuhan.

Daftar Pustaka 

Any, A. (1984). Menyingkap Serat Wedotomo. Aneka Ilmu

Wiratini,  G.  A.  K.  (2017).  Nilai-Nilai  Karakter  Yang  Terdapat  Dalam  Serat  Wedatama. Jurnal Penelitian Agama Hindu, 1(2), 153-160.

Siswokartono, Soetomo.2006. Sri Mangkunagara IV Sebagai Penguasa dan Pujangga.Semarang: Aneka Ilmu

Astuti, R. (2018). Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Serat Wedhatama Karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV.

Mayrudin1, A. S. (2010). Anti Korupsi dalam Tembang Jawa Kinanthi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun