Dalam sejarah hubungan internasional, negara-negara dan aktor non-negara telah mengadopsi berbagai pendekatan terhadap ekonomi politik internasional. Tiga pendekatan utama yang berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan ekonomi politik internasional adalah merkantilisme, liberalisme, dan marxisme. Merkantilisme merupakan pendekatan awal yang mucul sebelum kapitalisme. Merkantilisme membahas pentingnya kekayaan nasional dan proteksionisme dalam ekonomi politik internasional. Sementara itu, liberalisme menyoroti prinsip-prinsip pasar bebas, kebebasan individu, dan integrasi ekonomi internasional. Di sisi lain, marxisme mengusung pandangan kritis terhadap kapitalisme dan berfokus pada pembahasan mengenai konflik kelas hingga perubahan sosial.
Merkantilisme merupakan pendekatan awal yang secara signifikan memengaruhi dinamika ekonomi politik internasional. Merkantilisme muncul pertama kali pada periode awal modernisasi, terutama pada abad ke-16 hingga abad ke-18. Â Merkantilisme pertama kali di sebutkan oleh Adam Smith melalui bukunya The Wealth of Nations. Melalui artikel ini, penulis akan mengulas lebih lanjut mengenai pendekatan merkantilisme dalam ekonomi politik internasional.
Merkantilisme merupakan pemikiran yang berkeyakinan bahwa kekayaan dan kekuasaan suatu negara ditentukan oleh akumulasi kekayaan yang dimiliki suatu negara, seperti emas dan perak. Untuk mencapai hal ini, merkantilisme menekankan pentingnya pencapaian swasembada. Swasembada merujuk pada kondisi di mana suatu negara mampu memenuhi kebutuhan dalam negerinya, tanpa harus bergantung pada impor dari negara lain. Artinya, suatu negara seharusnya melakukan lebih banyak ekspor barang dan jasa dibandingkan dengan impornya. Hal ini dilakukan agar neraca perdagangan mengalami surplus.
Swasembada merupakan salah satu tujuan dari merkantilisme yang dapat dicapai melalui intervensi maupun kebijakan pemerintah. Upaya merkantilisme untuk mencapai swasembada melalui intervensi dan kebijakan pemerintah dapat terwujud dari langkah-langkah proteksionis, subsidi, hingga pembatasan tenaga kerja asing. Kebijakan-kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat industri dalam negeri dan menjaga kekuatan ekonomi dalam dunia internasional.
Merkantilisme memiliki beberapa ide dasar yang dapat menjelaskan bagaimana merkantilisme diterapkan oleh negara-negara di dunia. Ide dasar pertama adalah membangun koloni. Negara-negara merkantilis percaya bahwa memiliki dan mendirikan koloni sangat penting untuk kemakmuran ekonomi dan pengumpulan kekayaan. Koloni dianggap sebagai sumber bahan baku yang berharga, sumber daya, dan pasar untuk produk jadi.
Ide dasar merkantilisme kedua adalah mengendalikan perdagangan. Untuk mengendalikan perdagangan, merkantilisme menekankan kontrol yang ketat dan memberlakukan regulasi perdagangan. Pemerintah melakukan campur tangan secara signifikan dalam urusan ekonomi untuk memastikan bahwa aktivitas perdagangan mendukung kepentingan Mother Country. Kontrol ini melibatkan penerapan tarif, kuota, dan tindakan proteksionis lainnya untuk melindungi industri dalam negeri dan menjaga neraca perdagangan tetap surplus.
Ide dasar merkantilisme ketiga adalah melakukan ekspor bahan baku dan sumber daya dari koloni ke Mother Country. Koloni dianggap sebagai penyedia bahan baku dan sumber daya yang sangat penting untuk perkembangan ekonomi Mother Country. Kebijakan merkantilis mendorong ekstraksi dan ekspor sumber daya alam, seperti mineral, produk pertanian, dan komoditas lainnya, dari koloni ke Mother Country.
Ide dasar merkantilisme keempat adalah melakukan ekspor produk jadi dari Mother Country ke koloni. Selain dari ekspor bahan baku dari koloni, merkantilisme juga menganjurkan ekspor produk jadi dari Mother Country ke koloninya. Strategi ini bertujuan untuk menambah nilai pada barang dan memaksimalkan keuntungan bagi Mother Country. Koloni sering dianggap sebagai pasar tertutup untuk produk yang diproduksi di Mother Country.
Ide dasar merkantilisme terakhir adalah neraca perdagangan surplus untuk Mother Country. Poin sentral dari pemikiran merkantilis adalah upaya mencapai neraca perdagangan yang surplus bagi Mother Country. Ini berarti nilai ekspor harus melebihi nilai impor, sehingga neraca perdagangan dapat mengalami surplus. Surplus dianggap sebagai ukuran kekuatan ekonomi dan kemakmuran.
Dapat disimpulkan bahwa ide dasar merkantilisme berkisar pada pembentukan koloni sebagai sumber bahan baku dan pasar, kontrol ketat terhadap aktivitas perdagangan, ekspor bahan baku dari koloni ke Mother Country, ekspor produk jadi dari Mother Country ke koloni, hingga upaya untuk menciptakan neraca perdagangan yang surplus sebagai tanda kekuatan ekonomi dan kemakmuran.
Merkantilisme memiliki kekuatan utama. Kekuatan utama atau keunggulan merkantilisme terletak pada kemampuannya untuk melakukan hegemoni terhadap negara-negara lain dan berperan sebagai alat utama dalam pembangunan ekonomi serta hubungan internasional. Negara-negara di dunia yang menerapkan merkantilisme memiliki beberapa alasan. Salah satu alasan negara-negara menerapkan merkantilisme adalah untuk mencapai tujuan keamanan, terutama dalam menghadapi tantangan dunia yang tidak dapat diprediksi seperti saat ini.
Kelemahan merkantilisme tercermin dalam pandangan bahwa kekuasaan negara diartikan sebagai zero-sum game. Zero-sum game melihat keuntungan satu negara dianggap sebagai kerugian bagi negara-negara pesaing. Dalam kerangka merkantilis, perdagangan, investasi, dan hubungan ekonomi ditempatkan dalam konsep konflik, di mana setiap kenaikan kekayaan atau kekuasaan oleh satu negara dianggap sebagai pengurangan bagi negara-negara lainnya. Perspektif ini menciptakan lingkungan di mana kerja sama yang saling menguntungkan tidak selalu diakui, karena setiap interaksi ekonomi dianggap sebagai arena persaingan yang ketat. Pandangan ini menciptakan keterbatasan dalam membangun hubungan ekonomi internasional yang dapat bersifat saling menguntungkan melalui kerja sama.
Ada banyak contoh penerapan merkantilisme. Salah satu contoh nyatanya adalah sistem tanam paksa (cultuurstelsel) yang pernah terjadi di Indonesia. Sistem tanam paksa yang pernah diberlakukan di Indonesia, terkait erat dengan penerapan prinsip-prinsip merkantilisme oleh pemerintah kolonial Belanda pada abad ke-19. Saat itu, sistem tanam paksa merupakan upaya untuk memaksimalkan eksploitasi sumber daya alam dan mengamankan keuntungan ekonomi bagi Belanda. Penerapan sistem ini dimulai pada awal abad ke-19, setelah kebangkrutan VOC dan pengambilalihan penuh pemerintahan kolonial oleh Belanda. Dalam kerangka merkantilisme, Belanda melihat Indonesia sebagai sumber daya ekonomi yang harus dioptimalkan untuk kepentingan negaranya. Oleh karena itu, pemerintah kolonial Belanda mewajibkan penduduk Jawa untuk menanam tanaman komoditas ekspor, seperti kopi, teh, pala dan cengkih, sebagai ganti pajak tanah. Hasil panen dari tanaman ini kemudian diambil oleh pemerintah Belanda untuk dijual di pasar internasional.
Sistem tanam paksa ini tidak hanya berdampak pada perekonomian, tetapi juga menciptakan penderitaan bagi penduduk setempat. Petani Jawa, yang sebelumnya menggarap tanah mereka untuk memenuhi kebutuhan sendiri, terpaksa mengorbankan lahan pertanian untuk menanam tanaman ekspor. Hal ini mengakibatkan kelaparan dan kemiskinan di kalangan Petani Jawa. Selain itu, kebijakan ini menyebabkan hilangnya kedaulatan pangan dan ekonomi lokal. Meskipun sistem tanam paksa dihapuskan pada tahun 1830-an, sistem eksploitasi ini mencerminkan penerapan prinsip-prinsip merkantilisme oleh Belanda di Indonesia. Pemerintah kolonial Belanda memandang tanah dan sumber daya alam yang ada di Indonesia sebagai alat untuk memperkaya diri sendiri. Belanda memanfaatkan penduduk setempat sebagai korban utama dari praktik eksploitatif ini.
Secara keseluruhan, merkantilisme dalam ekonomi politik internasional muncul sebagai pendekatan ekonomi politik yang memainkan peran sentral dalam sejarah ekonomi dunia. Â Merkantilisime menyoroti pentingnya membangun koloni sebagai sumber bahan baku dan pasar, serta melakukan pengendalian ketat terhadap perdagangan untuk memaksimalkan keuntungan. Meskipun merkantilisme memiliki keunggulan dalam membentuk kekuatan ekonomi, merkantilisme juga memiliki keterbatasan karena munculnya zero-sum game pada hubungan antarnegara. Hal ini menciptakan ketegangan dalam hubungan internasional karena kurang mengakui potensi kerja sama yang bersifat saling menguntungkan. Selain itu, sejarah merkantilisme mencapai puncaknya ketika banyak negara di dunia, melakukan praktik kolonialisme, seperti yang terjadi di Indonesia melalui sistem tanam paksa. Meskipun mayoritas praktik merkantilisme telah menjadi bagian dari masa lalu, pemahaman terhadap pendekatan ini memberikan wawasan tentang perkembangan ekonomi politik internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H