Mohon tunggu...
Adinda Riski Oktasari
Adinda Riski Oktasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Merkantilisme dan Kolonialisme dalam Perkembangan Ekonomi Politik Internasional

8 Maret 2024   09:43 Diperbarui: 8 Maret 2024   09:59 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kelemahan merkantilisme tercermin dalam pandangan bahwa kekuasaan negara diartikan sebagai zero-sum game. Zero-sum game melihat keuntungan satu negara dianggap sebagai kerugian bagi negara-negara pesaing. Dalam kerangka merkantilis, perdagangan, investasi, dan hubungan ekonomi ditempatkan dalam konsep konflik, di mana setiap kenaikan kekayaan atau kekuasaan oleh satu negara dianggap sebagai pengurangan bagi negara-negara lainnya. Perspektif ini menciptakan lingkungan di mana kerja sama yang saling menguntungkan tidak selalu diakui, karena setiap interaksi ekonomi dianggap sebagai arena persaingan yang ketat. Pandangan ini menciptakan keterbatasan dalam membangun hubungan ekonomi internasional yang dapat bersifat saling menguntungkan melalui kerja sama.

Ada banyak contoh penerapan merkantilisme. Salah satu contoh nyatanya adalah sistem tanam paksa (cultuurstelsel) yang pernah terjadi di Indonesia. Sistem tanam paksa yang pernah diberlakukan di Indonesia, terkait erat dengan penerapan prinsip-prinsip merkantilisme oleh pemerintah kolonial Belanda pada abad ke-19. Saat itu, sistem tanam paksa merupakan upaya untuk memaksimalkan eksploitasi sumber daya alam dan mengamankan keuntungan ekonomi bagi Belanda. Penerapan sistem ini dimulai pada awal abad ke-19, setelah kebangkrutan VOC dan pengambilalihan penuh pemerintahan kolonial oleh Belanda. Dalam kerangka merkantilisme, Belanda melihat Indonesia sebagai sumber daya ekonomi yang harus dioptimalkan untuk kepentingan negaranya. Oleh karena itu, pemerintah kolonial Belanda mewajibkan penduduk Jawa untuk menanam tanaman komoditas ekspor, seperti kopi, teh, pala dan cengkih, sebagai ganti pajak tanah. Hasil panen dari tanaman ini kemudian diambil oleh pemerintah Belanda untuk dijual di pasar internasional.

Sistem tanam paksa ini tidak hanya berdampak pada perekonomian, tetapi juga menciptakan penderitaan bagi penduduk setempat. Petani Jawa, yang sebelumnya menggarap tanah mereka untuk memenuhi kebutuhan sendiri, terpaksa mengorbankan lahan pertanian untuk menanam tanaman ekspor. Hal ini mengakibatkan kelaparan dan kemiskinan di kalangan Petani Jawa. Selain itu, kebijakan ini menyebabkan hilangnya kedaulatan pangan dan ekonomi lokal. Meskipun sistem tanam paksa dihapuskan pada tahun 1830-an, sistem eksploitasi ini mencerminkan penerapan prinsip-prinsip merkantilisme oleh Belanda di Indonesia. Pemerintah kolonial Belanda memandang tanah dan sumber daya alam yang ada di Indonesia sebagai alat untuk memperkaya diri sendiri. Belanda memanfaatkan penduduk setempat sebagai korban utama dari praktik eksploitatif ini.

Secara keseluruhan, merkantilisme dalam ekonomi politik internasional muncul sebagai pendekatan ekonomi politik yang memainkan peran sentral dalam sejarah ekonomi dunia.  Merkantilisime menyoroti pentingnya membangun koloni sebagai sumber bahan baku dan pasar, serta melakukan pengendalian ketat terhadap perdagangan untuk memaksimalkan keuntungan. Meskipun merkantilisme memiliki keunggulan dalam membentuk kekuatan ekonomi, merkantilisme juga memiliki keterbatasan karena munculnya zero-sum game pada hubungan antarnegara. Hal ini menciptakan ketegangan dalam hubungan internasional karena kurang mengakui potensi kerja sama yang bersifat saling menguntungkan. Selain itu, sejarah merkantilisme mencapai puncaknya ketika banyak negara di dunia, melakukan praktik kolonialisme, seperti yang terjadi di Indonesia melalui sistem tanam paksa. Meskipun mayoritas praktik merkantilisme telah menjadi bagian dari masa lalu, pemahaman terhadap pendekatan ini memberikan wawasan tentang perkembangan ekonomi politik internasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun