Mohon tunggu...
Adinda Putri Septiana
Adinda Putri Septiana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - XII MIPA 6

SMAN 1 PADALARANG

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Penobatan Sultan Selanjutnya

18 November 2021   09:10 Diperbarui: 18 November 2021   09:22 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Di pagi hari yang cerah di negeri kincir angin, Belanda, terdapat murid laki-laki bernama Gusti Raden Mas Dorodjatun atau yang biasa dipanggil Henkie oleh teman-temannya disana, bersekolah di sekolah Belanda yang bernama Gymnasium atau Lyceum Haarlem.

Henkie adalah anak kesembilan dari Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, ibunya adalah istri kelima dari Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.

"Henkie, kamu sebaiknya bersekolah di Belanda saja ya, setelah dipikir-pikir, ayah kurang cocok jika kamu harus bersekolah di sekolah kamu yang sekarang." ucap ayahnya.

"Jika aku bersekolah di Belanda, aku disana bersama siapa, Yah?" tanya Henkie.

"Ayah tidak akan membiarkan kamu sendiri disana, nak. Ayah juga meminta mas-mu, Tinggarto, bersekolah disana juga." ucap ayahnya.

"Apakah ibu sudah setuju soal hal ini?" tanya Henkie.

"Sudah, ayah sudah membicarakannya dengan ibumu semalam, mas-mu juga sudah setuju akan bersekolah disana." jelas ayahnya.

"Baiklah yah, aku juga akan bersekolah disana, tapi kita disana tinggal bersama siapa?" tanya Henkie.

"Ayah sudah mempersiapkan semuanya untuk kalian, kalian akan tinggal di kediaman kepala sekolahnya disana." ucap ayahnya.

Karena Henkie takut salah dengar oleh ucapan ayahnya, Henkie bertanya kembali.

"Dimana, Yah?"

"Di kediaman kepala sekolahnya, kalian akan tinggal bersamanya disitu."

Henkie dan Tinggarto berangkat melalui jalur laut pada bulan Maret 1930. Ditemani oleh keluarga Hofland, keluarga seorang direktur pabrik gula di Gesikan.

Henkie disana harus turun dua kelas karena perbedaan kualitas pendidikan dengan Hindia Belanda.

Henkie bukanlah siswa yang cerdas nan cemerlang, dan tidak juga diistimewakan. Henkie baik dalam beberapa mata pelajaran walaupun harus mengulang dibeberapa mata pelajaran, seperti mata pelajaran geometri dan trigonometri. Tinggarto juga mengalami hal yang sama.

Mereka lulus dari sekolah tersebut pada tahun 1934. Kemudian Henkie dan Tinggarto pindah ke Leiden. Mereka masuk ke perguruan tinggi Universitas Leiden. Mereka mengambil jurusan yang berbeda, Henkie mengambil studi Indologi, studi yang mempelajari administrasi kolonial, etnologi, dan kesusastraan di Hindia Belanda. Sementara kakaknya mengambil studi hukum.

Pada tahun 1939, terjadi Penyerbuan Jerman ke Polandia, yang menyebabkan Henkie dan Tinggarto dipanggil untuk pulang ke Hindia Belanda oleh keluarganya di Jogja. Henkie yang sedang mengerjakan tesis untuk gelar doktorandusnya, terpaksa belum Henkie selesaikan dan membawa tesis tersebut pulang ke tanah kelahirannya dalam bentuk manuskrip dan belum dikumpulkan sampai sekarang.

Naskah tersebut hilang dan hanya menyisakan judulnya saja, yaitu "Kontrak Politik antara Sunan Solo dan Pemerintah Belanda". Hingga akhir hayatnya, Henkie belum mendapatkan gelar apapun dari universitasnya karena belum sempat mengikuti wisuda kelulusan.

Henkie akan dinobatkan menjadi Sultan selanjutnya setelah sepeninggal ayahnya pada 22 Oktober 1939.

Sebelum dinobatkan, Henkie mengajak kerabat-kerabat dan pamannya untuk bermusyawarah, apakah mereka keberatan atau tidak Henkie menjadi Sultan selanjutnya.

"Saudara-saudara sekalian, saya disini sebagai Gusti Raden Mas Dorodjatun ingin bermusyawarah bersama saudara-saudara yang hadir di tempat ini saat ini. Saya ingin meminta izin sebelumnya, jika saya menjadi Sultan selanjutnya, apakah saudara-saudara sekalian menyetujui? Atau apakah ada di antara kalian yang tidak setuju atas keputusan ini?" jelas Henkie untuk membuka topik musyawarah.

"Dorodjatun, tanpa kamu mengajak kami untuk bermusyawarah juga kami sudah setuju atas keputusan itu." ucap pamannya kepada Henkie.

"Benar Henk, kami semua sudah setuju." ucap Tinggarto.

"Saya hanya takut jika ada yang tidak setuju soal keputusan ini. Jika ada kan kita bisa berunding lagi, lagian saya juga tidak memaksa untuk jabatan ini." ucap Henkie.

Karena para kerabat dan paman Henkie telah setuju jika Henkie menjadi Sultan selanjutnya. Henkie pun dinobatkan menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada 18 Maret 1940.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun