Ustad Ghozin adalah seseorang yang menyambut saya pertama kali di sore itu ketika saya memasuki Masjid Darussalam untuk memulai mempelajari Al-Quran dan tajwid di lembaga Taman Pendidikan Qur'an (TPQ).
Beliau adalah ketua lembaga TPQ Darussalam yang terletak di Jl. Sruni Leces, Jenggawah, Jember. Saya mulai belajar di TPQ ketika berumur 5 tahun atau ketika saya sedang duduk dibangku Taman Kanak-kanak nol besar. Kelas akan dimulai tepat jam 3 sore dan akan berakhir pukul 5 sore.Â
Dulu karena masih belia rasa malas untuk pergi ke TPQ datang setiap hari sehingga ketika saya pergi meninggalkan rumah rasanya sangat beraaaattt, tak jarang juga dibarengi dengan air mata yang sepanjang jalan terus mengalir.
Agenda setiap harinya yakni datang jam 3 sore lalu pembelajaran seperti biasa dengan ustad atau ustadzah sesuai dengan tugas mereka sampai pukul 4.15, lalu dilanjutkan dengan sholat ashar berjamaah sehingga ketika kita sampai dirumah sudah dalam keadaan beres melakukan kewajiban sholat.Â
Sama seperti anak lainnya saya juga sering melipir meninggalkan shaf sholat untuk mengemas barang bawaan saya agar ketika waktu pulang tiba saya sudah siap untuk berlari keluar masjid dan menyerbu para penjual jajanan maupun mainan yang ada di depan masjid. Itulah contoh pemanfaatan waktu yang benar hehe.
Saya sangat ingat betapa gugupnya ketika dites ngaji oleh beliau untuk melihat progres pembelajaran yang saya ikuti. Ada salah satu peristiwa yang masih saya ingat di sore itu ketika Ustad Ghozin menjewer salah satu telinga teman saya sampai mengeluarkan darah, hal itu beliau lakukan karena anak tersebut tidak mengikuti pembelajaran dengan baik dan juga tidak menerapkan adab terhadap al-Qur'an yang benar.Â
Jadi ada sedikit trauma ketika berhadapan dengan beliau. Tapiiii overall beliau orang yang baik hati dan penyabar. Gambarannya beliau itu orangnya tinggi, berkulit putih, dan bisa dibilang ganteng di usia beliau ketika itu.
Kemarin secara tidak sengaja saya bertemu dengan Ustad Ghozin di fotocopyan di daerah rumah saya. Senang rasanya melihat beliau masih sehat dan ternyata juga masih membagi ilmunya kepada anak-anakl yang ingin belajar tentang al-Qur'an. Karena pertemuan yang singkat, saya izin untuk melanjutkan obrolan via whatsapp dengan beliau.Â
Di chat beliau bercerita kalau keadaan TPQ saat ini sangat berbeda dari zaman saya dulu. Kini TPQ Darussalam mengalami banyak penyusutan murid atau anak-anak yang ingin belajar al-Qur'an dikarenakan tahun- tahun belakangan ini sudah banyak muncul lembaga yang serupa. Namun dengan kondisi yang seperti ini beliau masih ingin mendedikasikan hidupnya untuk al-Qur'an.
Setelah lulis dari TPQ Darussalam saya melanjutkan ngaji diniyah di Musholla Miftahul Huda yang terletak 2 km dari rumahku. Lulus TPQ di jenjang kelas 5 SD langsung melanjutkan ngaji diniyah. Berangkat jam 5 sore dan pulang kerumah pukul 7 malam.Â
Agendanya hampir sama namun kini bukan lagi belajare al-Qur'an tetapi belajar kitab dan bagaimana cara menulis pegon namun bukan berarti meninggalkan al-Qur'an sepenuhnya. Aku mengikuti ngaji ini dari dasar karena aku tidak mengetahui sama sekali tentang perkitaban yang ada. Apalagi jika disuruh menulis dan membaca pegon ataupun kitab gundul aahh aku nyerah.
Setelah satu tahun belajar di musholla tersebut, dengan berat hati saya memilih jalan lain yang baru dalam hidup saya yakni untuk masuk pesantren. Karena bertepatan dengan kelulusan saya dari Sekolah Dasar. Dan setelah libur semesteran usai saya melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Jember yang berada dipusat kota Jember.Â
Karena jarak dari rumah yang lumayan jauh jadi kedua orangtua saya memutuskan untuk menjadikan saya seorang santri dengan cara masuk ke pondok pesantren.Â
Di pesantren ini saya mulai menghafal juz amma dengan bimbingan umi. Umi adalah sebutan bagi pemilik pondok yang juga merupakan pembimbing atau ustadzah kita. Dengan telaten dan penuh kesabaran beliau membetulkan bacaan kita yang belum sempurna atau belum benar menurut ilmu tajwid.
Setelah 3 tahun berlalu atau masa Tsanawiyahku telah usai, saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Jember yang letaknya tak jauh dari MTsku dulu. Setelah di Aliyah saya masuk di asrama yang memiliki semboyan "tidak seketat pondok tapi juga tidak sebebas kos". Di asrama ini saya belajar tentang ilmu fiqih dari kitab-kitab.Â
Banyak ilmu-ilmu yang baru saya pelajari di asrama ini. Saya juga kemarin sempat ngobrol dengan Umi lewat whatsapp karena beliau lebih memilih lewat chat saja agar bisa disambi dnegan hal lainnya. Awal mulanya saya menyampaikan salam dari seorang driver gojek wanita yang kemarin juga menjadi narasumber saya dalam artikel tentang wanita hebat. Saya mendapat kontak ibu tersebut dari group whatsapp asrama yang dibagikan oleh umi saya. Â
Karena saya bersekolah di Madrasah yang notabene adalah sekolah islam, jadi saya juga mempelajari tentang bahasa arab, fiqih dan hadist bahkan juga ada ketentuan untuk menghafal al-Qur'an sebagai syarat kenaikan kelas.Â
Ucapan terimakasih mungkin sudah sering saya sampaikan kepada guru ataupun ustad yang sudah dengan ikhlas membagi ilmu yang mereka semua miliki. Saya terus mendoakan mereka untuk kesehatan serta keberkahan hidup, karena saya yakin sejauh apapun jarak diantara kita yang namyanya doa akan tetap sampai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H