Ryn menatap tajam kepada sang suami, kedua matanya membulat besar dengan sisa-sisa air mata di setiap sisi. “Kau tidak menyangkalnya?” Nada suara wanita itu mulai meninggi, hatinya terasa remuk berkali-kali.
“Maafkan aku!” kata Ben sambil meraih tangan Ryn dan menggenggamnya.
“Tidak! Tidak ada wanita di dunia ini yang bisa memaafkan perselingkuhan suaminya!” kata Ryn sambil menangkis kasar tangan Ben yang sudah terasa menjijikan.
“Tapi aku masih mencintaimu, Ryn!” serunya sambil mencoba meraih tangan Ryn lagi, walau wanita itu cepat-cepat menjauhkan tangannya.
“Kalau begitu, tinggalkan dia!” kata Ryn menantang.
Ben terdiam sejenak, “Tidak bisa! Aku juga cinta dia!” jawab Ben santai tanpa merasa bersalah.
Ryn menatap tak percaya pada pria yang masih dicintainya itu. Ia menghapus air matanya dengan sebelah tangan, dan berjalan masuk ke dalam kamarnya. “Pergilah! Aku yang akan mengurus surat-suratnya sendiri!” serunya sambil membanting pintu kamar dengan keras.
“Tapi!” susul Ben walau langkahnya terhenti oleh pintu yang tertutup.
“Pergilah! Atau kubuat kau pergi dari dunia ini!” teriak Ryn dari dalam kamarnya. Emosi sudah terlalu menguasai pikirannya.
The End
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H