Sebuah tanda bibir dengan lipstik merah cerah terdapat di bagian dada kemeja itu. Seketika rasa lelah di tubuh Ryn semakin menjadi-jadi, hatinya hancur berkeping-keping dan berjatuhan di lantai.
Seketika wanita itu sulit untuk bernapas, sampai berdiri pun harus bertumpu pada mesin cuci di hadapannya. Kekuatannya hilang seketika.
Ia mengendus kemeja itu, terhirup aroma parfum wanita yang begitu menyengat. Seperti baru tertempel di sana, masih terasa segar dan jelas. Sangat jelas bahwa parfum itu adalah parfum wanita. Tangan Ryn melemah sampai menjatuhkan kemeja berwarna itu ke lantai. Pikirannya membuntu, tak bisa menebak apa yang sedang terjadi pada hubungan rumah tangganya.
***
Sambil memijat lehernya, wanita itu melirik sejenak ke arah kamar yang pintunya sengaja dibuka. Kedua matanya menatap lirih ke arah Jinny yang sudah tertidur pulas di atas ranjang.
Dari ambang pintu, Ryn menatap sang buah hati dengan penuh kasih sayana. Rasa bersalah muncul dalam benaknya, karena dirasa belum bisa menjadi ibu yang sempurna untuk malaikat kecilnya tersebut.
Wanita itu berlalu dan pergi ke ruang tamu, tempat itu hampir menjadi tempat yang asing baginya, karena terlalu sering berada di dapur atau kamar mandi. Dia melihat ke arah jam dinding besar di ruang tamu, waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 dan sang suami belum juga pulang.
“Apa dia tidak pulang lagi?” tanyanya dalam hati sambil melirik ponsel yang sepi tanpa ada pesan atau panggilan masuk. Sudah terlalu sering sang suami tidak pulang tanpa memberi kabar, saat dihubungi pun tidak ada jawaban.
Ryn menjatuhkan tubuhnya di atas sofa kulit berwarna cokelat tua, ia melipat kedua kakinya di depan dada dan memeluknya erat, ia meletakkan dagunya di atas lutut. Merenung dengan kedua mata yang berkaca-kaca, dipandangnya dari kejauhan foto pernikahan yang bahagia. Kala itu senyumannya sangat lebar, dan berharap selalu seperti itu sampai ajal memisahkan. Namun, nyatanya baru berusia 3 tahun senyuman wanita itu sudah luntur.
Tanpa sadar air matanya jatuh perlahan di pipi, ia menangis tersedu-sedu dalam keheningan. Tak ada yang bisa menenangkannya, ia merasakan sakit hati itu sendirian. Tidak ada yang bisa dijadikan pelampiasan, ia menyiksa dirinya sendirian. Dipandangnya cincin pernikahan di jari manis, ia baru sadar bahwa sang suami sering kali terlihat tidak mengenakan cincin pernikahan di jarinya.
Ryn menyalakan ponselnya, dalam sekejap terpampang foto Jinny yang menggemaskan di layar berukurkan 6,3 inchi itu. Ia membuka kotak pesan dan mengetik sebuah pesan baru yang ditujukan untuk sang suami. Dengan jari-jari yang sedikit bergetar, ia mengetik kata demi kata yang hari ini menyiksa pikirannya.