Seorang wanita muda yang baru berusia 28 tahun, setiap harinya selalu mengenakan pakaian sederhana, piyama lusuh atau celana kulot dan kaus tipis yang warnanya sudah memudar.
Tak ada alasan baginya untuk mengenakan pakaian mahal dan bagus, sebab setiap harinya wanita itu hanya berada di rumah, di depan kompor, di depan mesin cuci, atau di depan anaknya yang baru berusia satu tahun.
Rambut panjang tak terurus bukan lagi hal yang penting, kulit kusam dan kering bukan lagi masalah, yang terpenting hanyalah mengurus suami, anak, dan rumah dengan baik.
Begitulah aktivitas Ryn setelah menjadi seorang istri dan ibu. Masa muda yang bahagia bukan lagi tujuan hidupnya, menjadi istri yang baik dan ibu yang berguna adalah tujuannya sekarang.
Jinny Si Manis berkulit putih yang sedari tadi merengek di punggung kecil Ryn, sejak tadi malam suhu tubuhnya memang sedang naik, muncul ruam merah di sekitar pangkal pahanya. Ryn sudah memberikan obat dan membawa anak perempuannya itu ke rumah sakit, tetapi kondisinya belum kunjung membaik.
Dengan gendongan kain yang menggantung di bahunya, sembari memasak untuk makan malam suami yang sedang mencari nafkah di luar. Sesekali wanita itu menaik turunkan tubuhnya untuk menenangkan sang anak yang masih rewel di punggungnya. Tubuhnya mondar-mandir antara dapur dan kamar mandi. Cucian yang ada di mesin cuci pun harus dibereskan. Ada tiga ember baju-baju kotor yang harus dicuci hari ini.
Karena dua hari berturut-turut Ryn hanya memperhatikan Jinny yang sedang sakit, alhasil semua pekerjaan rumah menumpuk. Kedua pergelangan tangannya sudah tertempel koyok begitupun dengan punduk dan lututnya. Sudah terlalu banyak koyok menempel di tubuhnya yang kecil dan kurus. Rehat sejenak untuk mengambil napas pun terasa sulit baginya.
Ryn mematikan kompornya setelah sayur yang dimasaknya matang dengan sempurna. Semua makanan telah tersaji dengan di meja makan kecil untuk empat orang, wanita itu beralih ke kamar mandi, menyelesaikan dua ember lagi pakaian yang belum dicuci.
“Sebentar ya, Nak. Ibu sebentar lagi selesai,” katanya lembut sambil menepuk pelan punggung Jinny yang berada di belakangnya. Ia belum bisa meletakkan Jinny sendirian di kamar, sebab anaknya itu pasti akan menangis. Jadi Ryn harus membawa anak perempuannya itu ke mana-mana, dan selalu berada di punggungnya.
Sejenak wanita itu terhenti saat pinggangnya terasa sangat sakit, perlahan dia meregangkan otot-ototnya yang menegang karena rasanya sangat sakit. Sambil menaruh pakaian kotor ke dalam mesin cuci, sebelah tangannya sibuk memijat pinggangnya yang sakit. Wanita itu menjalani semua aktivitasnya tanpa jeda dan tanpa mengeluh, bahkan ia masih bisa tersenyum di depan Jinny seakan tak ingin menunjukkan rasa lelah pada buah hatinya itu.
Namun senyumannya luntur seketika saat kedua matanya mendapati sesuatu yang asing di kemeja kerja sang suami. Ia mematung di tempatnya dan menatap kemeja berwarna biru muda itu dengan serius, didekatkannya kemeja itu ke depan mata dan perkiraannya tak salah lagi.