Mohon tunggu...
Adinda Nainggolan
Adinda Nainggolan Mohon Tunggu... Lainnya - Sarjana Hukum Univeristas Gadjah Mada

Interested in Labor Law

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

UUD 1945 Tak Sama dengan Jakarta

3 September 2014   03:00 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:47 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UUD 1945 Tak Sama Dengan Jakarta

'Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan'

Ya, ayat itu tertulis dalam UUD 1945 Pasal 28H tentang hak asasi manausia atau biasa disingkat HAM. Hak asasi diartikan sebagai hak dasar manusia yang bersifat kodrati dan universal, berarti HAM adalah hak yang tidak bisa dihapuskan kecuali oleh sang Pencipta dan juga berlaku untuk siapa saja tanpa terkecuali.

Masih ingat kasus bayi meninggal di depan loket rumah sakit pada tahun 2013 karena ditolak 10 rumah sakit besar di Jakarta? Masih ingat dengan alasan 'cepat' rumah sakit menolak Dera (nama sang bayi) dan keluarganya? Apakah memang penuh, atau karena rumah sakit mempunyai harapan 'penuh' kepada para pasien yang lebih mampu mendatangkan keuntungan bagi mereka? Tak ada yang tau pasti. Namun yang pasti, kasus ini bertolak belakang dengan ayat tadi.

Beralih dari rumah sakit, kita pindah ke rumah yang 'sakit'. Ya, sakit. Sakit dalam artian kondisi yang tidak nyaman, lingkungan yang kumuh, dan sebagainya. Tak usah keberbagai kota atau sampai pelosok Indonesia. DKI Jakarta, ibu kota negara kita yang tercinta. Apakah saudara-saudara kita yang bertempat tinggal di pinggiran sungai sudah mendapat tempat tinggal dengan lingkungan baik dan sehat? Lebih luas lagi, apakah pengendara dan pejalan kaki di Jakarta sudah mendapat lingkungan yang baik dan sehat? Tentu belum. Yang kita dapati hanyalah gumpalan polusi yang menyebar di setiap udara yang kita hirup.

Dalam keadaan seperti ini, tak ada pihak yang mau disalahkan. "Itu tugas pemerintah sebagai pengatur negara ini." "Pemerintah tentu tidak bisa bekerja jika rakyatnya saja susah untuk menaati peraturan" dan selanjutnya. Tak ada yang tau siapa yang benar dan siapa yang salah. Namun, jika melihat dari sisi rakyat, harusnya kamilah yang dinaungi pemerintah. Kenapa? Karena para pembuat Undang Undang Dasar 1945 menyatakan hak-hak kami sebagai warga negara Indonesia, yang berarti mereka menyanggupi untuk menjamin setiap jiwa dari kami menerima hak itu semua, termasuk hak mendapatkan lingkungan baik dan Kesehatan. Berbeda dengan yang sudah tertulis, kenyataannya banyak dari kami, para rakyat, belum mendapatkan hak itu. Padahal, untuk mewujudkan suatu negara yang benar-benar maju, setiap warga negaranya harus berkualitas dan sehat, sehingga bisa menjadi warga negara yang produktif dan menguntungkan negara.

"Memang benar jika kami, para rakyat, yang seenaknya saja datang ke Jakarta dan mendirikan rumah di bantaran sungai karena tidak ada cukup tempat bagi kami. Tapi, kami datang ke Jakarta dengan tujuan, yaitu mempunyai hidup yang lebih baik. Anak-anak dari desa kami yang kuliah ke Jakarta, setelah lulus, mereka bekerja di sana dan bisa menghasilkan banyak uang. Kami juga mau seperti itu, ingin mencari kerja di Jakarta dan mendapat banyak uang dari orang yang beruang banyak" mungkin hal seperti ini yang dipikirkan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kumuh atau tidak layak. Bagi pemerintah, orang-orang intelektual yang mempunyai jabatan ini 'mungkin' berpikir alasan ini adalah alasan yang tidak logis atau hanya alibi semata. Namun kenyataannya memang itu yang mereka tanggap dari kejadian di lingkungan mereka, ke Jakarta lalu kaya. Padahal, orang yang bisa sukses di Jakarta adalah orang-orang yang berkualitas atau berketrampilan, sedangkan orang-orang desa yang datang ke Jakarta kebanyakan tidak mempunyai keuda atau salah satu aspek itu. "Ya, namanya coba-coba."

Lalu apa yang harus dilakukan? Terlebih sebagai pemerintah yang mempunyai pemikiran lebih logis dari pada rakyat yang dibilangnya?

PEMERATAAN PEMBANGUNAN.

Jika kita mengandalkan pemerintah, tak akan banyak perubahan yang terjadi dalam waktu dekat. Kita harus memanfaatkan sumber daya manusia kita sendiri. Sebagai salah satu contoh yang sudah disebutkan tadi. Seorang anak desa kuliah di Jakarta dan sukses di Jakarta. Hal ini harus dirubah! Kita harus menanamkan kepada sarjana-sarjana muda yang sudah, sedang, dan akan lulus nanti bahwa masih banyak daerah di Indonesia yang bisa menjadi peluang kerja mereka, bukan hanya Jakarta saja. Karena selama ini banyak mahasiswa yang menganggap Jakarta adalah satu-satunya sumber pekerjaan menuju kesuksesan, sehingga di Indonesia banyak pengangguran berkualitas yang masih betah menunggu ketersediaan pekerjaan di Jakarta. Bila saja hal ini direalisasikan, sarjana keperawatan atau kedokteran bisa menjadi pelayan di posyandu di desanya, sehingga posyandu tidak ramai saat pembagian makanan gratis atau imunisasi saja, tapi masyarakat di sekitar desa lebih menyadari tentang pentingnya kesehatan dan berminat untuk menjaga kesehatannya karena ada anak desa yang kuliah di Jakarta dan mau membangun desanya. Sehingga, mereka tidak perlu mendatangi berbagai rumah sakit di Jakarta dan menahan penyakit mereka.

Bukan hanya di bidang kesehatan, sarjana ekonomi atau pertanian. Mereka bisa membangun koperasi bagi para petani tanpa harus dengan bantuan pemerintah dalam kata lain koperasi bagi petani bersifat mandiri. Dengan bibit, pupuk, penanaman, dan pengolahan padi yang baik, orang-orang di desa tidak perlu pergi ke Jakarta karena perekonomian di desanya sudah jauh lebih menguntungkan. Jika sudah untung atau mempunyai penghasilan yang cukup, sarjana perguruan bisa membuka 'sekolah kecil' bagi anak para petani untuk sekolah. Tanpa bantuan dana dari pemerintah, petani sudah mampu membiayai sekolah anaknya dari hasil kerjanya sendiri. Setelah maju dan pintar, tentu para investor-investor tidak akan hanya terfokus dengan Jakarta atau kota-kota besar lainnya. Investor juga akan tertarik dengan pembangunan desa di Indonesia yang semakin baik dan mempercayakan investasi mereka dalam bidang masing-masing untuk desa-desa Indonesia.

Pembangunan-pembangunan seperti di ataslah yang akan menarik kembali para warga 'asing' di Jakarta, dalam konteks ini adalah warga luar Jakarta untuk kembali dan meninggalkan lingkungan kumuhnya dan kembali ke desa yang sudah bagus. Dengan sendirinya juga, bantaran rumah di pinggir sungai atau pemukiman kumuh pun akan kosong dan habis. Lalu lintas di Jakarta juga akan merenggang. Warga Jakarta juga mempunyai tempat lebih luas untuk penghijauan, sehingga lingkungan Jakarta yang penuh polusi bisa steril dari asap berbahaya. Dengan desa yang baik dan juga Jakarta yang lebih sepi, kita sudah bisa merealisasikan UUD 1945 pasal 28H ayat (1) bagi seluruh warga desa maupun kota. Masyarakat tak perlu bergantung pada pemerintah, pemerintah tak perlu merasa ditekan masyarakat. :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun